Asdep Nelwan : Ubah Mindset Indonesia Adalah Supermarketnya Bencana Menjadi Indonesia Adalah Laboratorium Penanggulangan Bencana

Kemenko PMK Gelar Dialog Aksi Antisipatif di Indonesia

KEMENKO PMK -- Hingga Agustus 2023, tercatat jumlah kejadian bencana yang terjadi di Indonesia sebanyak 2.714 kejadian. Bencana yang terjadi didominasi oleh bencana hidrometeorologi, yaitu bencana yang memiliki sifat dapat diprediksi dan dapat diantisipasi kejadiannya dengan melakukan aksi antisipatif (AA). Tercatat hanya 23 kejadian bencana non hidrometeorologi yang terjadi, yaitu gempa (21 kejadian) dan erupsi gunung api (2 kejadian).

Untuk memperkenalkan AA kepada seluruh pemangku kepentingan, Kemenko PMK dengan didukung oleh World Food Programme (WFP), UN OCHA dan IFRC menggelar Dialog Nasional Aksi Antisipatif di Indonesia, bertempat di Hotel Novotel Bandung.

Dialog yang dilaksanakan selama 2 hari, mulai tanggal 12 hingga 14 September 2023 ini diikuti oleh Kemensos, Kemendagri, Bappenas, Kemendes PDTT, KKP, Kementan, KemenPUPR, Bappanas, Kemenkeu, Kemkominfo, ESDM, BNPB, BMKG, Wahana Visi, Save The Children, Humanitarian Forum Indonesia, Siap Siaga, MPBI, Yayasan Plan International Indonesia, FAO, Predikt, CARI, ASB, Mercy Corps Indonesia, Palang Merah Indonesia dan Pemerintah Daerah.

Head of Climate, DRR and Supply Chain Unit WFP Katarina Kohutova dalam sambutannya berharap, dialog nasional ini dapat memberikan arah yang jelas dalam mengembangkan peta jalan untuk melembagakan AA ke dalam sistem penanggulangan bencana yang sudah ada di setiap level pemerintahan. Termasuk pengembangan kerangka kerja AA dan mengidentifikasikan struktur tata kelola koordinasi agar dapat maju secara efektif.

Asisten Deputi Kedaruratan dan Manajemen Pascabencana Kemenko PMK Nelwan Harahap, dalam sambutan pembukaannya mewakili Plt. Deputi Bidang Koordinasi Pemerataan Pembangunan Wilayah dan Penanggulangan Bencana Kemenko PMK menyampaikan, Dialog Nasional Aksi Antisipatif di Indonesia merupakan sebuah langkah baru bagi bangsa Indonesia dalam melakukan penguatan kapasitas pemerintah, masyarakat dan daya dukung lingkungan.

"Hal tersebut, sebagai upaya untuk mengurangi risiko bencana, termasuk menghindari jatuhnya korban dan kerugian yang lebih besar jika terjadi bencana di Indonesia. AA perlu dilakukan secara kolaboratif antar seluruh stakeholder untuk menyelamatkan jiwa, sumber mata pencaharian dan mengurangi kerugian materiil maupun non materiil," Jelasnya. 

Asdep Nelwan menambahkan, AA setidaknya dapat ditempuh melalui pelembagaan penyusunan kebijakan dan penyusunan peta jalan, sehingga di tahun 2025, sebagai tahun awal rencana pembangunan jangka panjang, seluruh rencana kebijakan dan kegiatan yang terhimpun secara kolaboratif oleh pemerintah dan lembaga non pemerintah.

"Nantinya bisa dijalankan untuk memperkuat implementasi Rencana Induk Penanggulangan Bencana yang telah ditetapkan sebagai panduan kita secara nasional di dalam mewujudkan Indonesia Tangguh di tahun 2045," Ujarnya. 

Lebih lanjut ia menambahkan, berbagai inisiatif yang selama ini telah dikembangkan di Indonesia, mulai dari pengembangan Desa Tangguh Bencana (Destana), penyusunan Rencana Kontingensi, Rencana Operasi dan berbagai kegiatan lainnya dalam pengurangan risiko bencana perlu dipertimbangkan dalam penyusunan rencana AA. 
Deputi Bidang Pencegahan BNPB Prasinta Dewi juga menyampaikan bahwa meningkatnya kejadian bencana yang dipicu faktor hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, badai, karhutla, kekeringan dan perubahan pola cuaca yang ekstrem, telah menyebabkan korban jiwa, kerusakan infrastruktur, dan dampak ekonomi yang signifikan.

“AA menjadi salah satu kunci dalam upaya kita untuk mencapai pengurangan risiko bencana. AA bukan sekedar respon pascabencana, melainkan suatu pendekatan yang pro aktif dalam menghadapi ancaman bencana”, pungkas Prasinta.

Rangkaian dialog nasional ini terbagi ke dalam 5 (lima) sesi pemaparan oleh panelis dari K/L dengan 5 topik terkait pengenalan pendekatan AA di dalam program Pengurangan Resiko Bencana, diseminasi informasi dan peringatan dini, pelaksanaan Aksi Antisipatif berdasarkan peringatan dini, mekanisme pendanaan AA, dan isu-isu lapis sanding, serta sesi focus group discussion.

Dalam dialog nasional ini juga digambarkan praktik-praktik baik yang dilakukan oleh daerah yang terpilih sebagai pioneer pelaksanaan AA di Indonesia serta tantangan yang dihadapi saat pelakasanaan pendekatan AA di daerah.

Mengawali sesi diskusi panel, Emergency Preparadness & Response Officer WFP Rio Augusta memperkenalkan konsep AA di dalam pengurangan risiko bencana. Konsep AA didasarkan pada tiga pilar fundamental, yaitu peringatan dini, aksi dini dan mekanisme pendanaan yang fleksibel.

BMKG diamanatkan untuk menyediakan informasi dan peringatan dini terkait bencana hidrometeorologi dan geofisika kepada instansi pemerintah terkait dan masyarakat. Manajemen bencana terbagi ke dalam tiga fase, yaitu prabencana, bencana dan pascabencana.

Peringatan dini secara khusus masuk ke dalam fase prabencana dan meliputi pengamatan potensi bencana, analisis potensi dampak bencana, pengambilan keputusan oleh instansi terkait dan diseminasi informasi potensi pascabencana dan tindakan masyarakat.

Setelah penerbitan Siaga Darurat yang dapat dilakulan berdasarkan penerbitan peringatan dini dan kajian cepat pemetaan dampak, instansi yang berwenang dalam penanggulangan bencana dan tindakan terkait untuk bahaya tertentu harus memobilisasi sumber daya dan mengambil tindakan segera.

Direktorat Perlindungan Sosial Bagi Korban Bencana Alam Kementerian Sosial Dika menyampaikan, pihaknya sudah mempersiapkan sumber daya yang bisa dimobilisasi saat diumumkan peringatan dini, diantaranya Program Lumbung Sosial, yang didalamnya berisi peralatan, makanan, keperluan keluarga, peralatan evakuasi yang ditempatkan di titik-titik potensi rawan bencana dan dapat diakses oleh masyarakat saat bencana terjadi.

"Kemensos juga tengah mengembangkan skema Perlindungan Sosial Adaptif, yang menghubungkan korban di lokasi rawan bencana agar dapat mengakses bansos reguler," Tuturnya.

Terkait mekanisme pembiayaan AA, Direktur Anggaran Bidang PMK Kemenkeu Putut Hari Satyaka menyampaikan, pada leveling nasional, Kemenkeu menganggarkan dana siap pakai (DSP) yang dialokasikan di BNPB dan dapat digunakan pada fase tanggap darurat. 

"Dalam fase pra bencana, anggaran dialokasikan di beberapa K/L sesuai tugas dan fungsinya. Sementara pada fase pascabencana, anggaran rehabilitasi dan rekonstruksi tersedia melalui mekanisme hibah melalui pengajuan oleh pemerintah daerah," Jelasnya.

Kemenkeu juga sudah mulai menyiapkan mekanisme pooling fund bencana, yaitu dana yang dikelola oleh Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) menjadi semacam dana abadi yang pemanfaatannya dapat digunakan dalam mitigasi dan tanggap darurat bencana oleh pemerintah daerah.

Sebagai tindak lanjut dari dialog nasional ini, Katarina menyampaikan, WFP memberikan rekomendasi untuk memulai proses pengembangan peta jalan, termasuk mengidentifikasi K/L yang akan memimpin atau mengawal dan memasukkan beberapa capaian sebagai kebutuhan untuk mendukung pelembagaan ke dalam sistem yang telah ada.

Merespon pernyataan Katarina, Nelwan menyampaikan, forum sepakat untuk memberikan mandat kepada BNPB untuk menjadi koordinator kebijakan dan manajemen penanggulangan bencana.

“Statement Indonesia adalah supermarketnya bencana, dalam 2 atau 3 hingga 5 tahun ke depan dapat diubah mindsetnya menjadi Indonesia adalah laboratoriumnya penanggulangan bencana, sehingga kita bisa berkontribusi secara regional dan global praktik-praktik baik yang digarap bersama secara kolaboratif dapat bemanfaat bagi negara-negara lain yang memiliki kesamaan masalah dan tantangan seperti yang kita alami”, pungkas Nelwan menutup dialog.

Kontributor Foto:
Reporter: