Kajian ASPIRE-IOM: Norma dan Stigma Sosial Berpengaruh pada Perdagangan Orang

Jakarta (24/6) -- Deputi Bidang Koordinasi Perlindungan Perempuan dan Anak Kemenko PMK Ghafur Dharmaputra menyampaikan bahwa program Penguatan Pendekatan Norma Sosial untuk Pencegahan, Peningkatan Layanan dan Basis Bukti (Assessing Stigma for Prevention, Improved Response and Evidence Base/ASPIRE) International Organizations for Migrations (IOM), yang berupa program kajian kemanusiaan akan membantu penguatan pelaksanaan Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PP TPPO) di Indonesia. 

Hal ini disampaikan dalam pertemuan validasi kajian ASPIRE IOM ‘Mengkaji Norma dan Stigma Sosial terkait Kerentanan dan Respon terhadap Perdagangan Manusia – Indonesia’ (Assessing social norms and stigma with regard to vulnerabilities and response to trafficking in persons – Indonesia) yang dilakukan secara virtual pada Rabu (24/6).

Pertemuan ini merupakan kelanjutan pertemuan yang dilakukan pada 11 Februari 2020. Pertemuan ini dihadiri oleh K/L Gugus Tugas PP TPPO, pemerintah daerah Kabupaten Sumba Barat dan Sumba Barat Daya, serta lembaga swadaya masyarakat. Menurut Ghafur, konsep awal hasil kajian telah disusun dan diperlukan masukan bagi penyempurnaan dan validasi hasil kajian tersebut.
      
"Pertemuan ini dilakukan guna memvalidasi hasil kajian ASPIRE IOM tentang Pemetaan Norma dan Stigma Sosial terkait Kerentanan dan Respon terhadap Perdagangan Manusia – Indonesia, serta mendapatkan masukan bagi pengembangan kajian terhadap upaya pencegahan dan penanganan kasus TPPO," terang Ghafur.

Kajian ini, kata Deputi Ghafur, dilakukan IOM dalam upaya mendukung upaya pemerintah dalam peningkatan upaya pencegahan dan penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan mempertimbangkan pengaruh norma sosial dan stigma dalam pelayanan bagi korban dan saksi.

"Program ini dilakukan bekerja sama dengan Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO dan dalam bentuk kajian lapangan yang dilaksanakan di Sumba, NTT, salah satu wilayah yang memiliki jumlah Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang tinggi di Indonesia  Konsep awal hasil kajian yang telah disusun dan diperlukan masukan bagi penyempurnaan dan validasi hasil kajian tersebut," tuturnya.

Dalam kesempatan ini, Ghafur menyampaikan bahwa telah terjalin kerjasama dalam waktu yang cukup lama antara GT PPTPPO Pusat dengan IOM sejak tahun 2011. Salah satu bentuk kerja sama yakni penelitian terkait pemetaan norma sosial dan stigma, sebagai upaya peningkatan layanan berbasis bukti terhadap korban TPPO dengan mengambil studi kasus Sumba Barat dan Sumba Barat Daya. 

Kedua daerah ini menurut Ghafur dipilih mengingat Sumba merupakan salah satu daerah asal pengirim PMI terbanyak di wilayah NTT. Selain itu, secara statistik Sumba Barat Daya merupakan kabupaten terpadat setelah Timor Tengah Utara di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Dilengkapi dengan salah satu bandara udara terbesar di pulau Sumba yang terletak di Tambolaka dan Pelabuhan di Waetabula, Sumba Barat dan Sumba Barat Daya menjadi salah satu daerah terpenting pengiriman tenaga kerja migran ke luar negeri maupun dalam negeri.

Ghafur mengatakan bahwa titik fokus penelitian ini pada persoalan norma sosial dan stigma yang dihadapi oleh korban TPPO baik dalam proses migrasi ataupun pasca migrasi, khususnya dalam mengakses layanan yang tersedia.

Dia menjelaskan beberapa poin penting hasil kajian yang perlu dibahas dan ditindaklanjuti bersama terkait norma sosial yaitu: 1). Berkontribusi pada kerentanan individu terhadap perdagangan orang; 2). Menghambat akses korban terhadap layanan pasca kepulangan; 3). Merusak kesetaraan gender, melemahkan proses-proses migrasi, kelemahan dalam kerangka kerja pemerintahan di tata kelola migrasi yang ada, normalisasi atas kekerasan, dan stigmatisasi pekerja migran atas kegagalan dalam migrasi mereka. 

Selain itu, terkait layanan hingga saat ini belum terdapat layanan pendukung dan informasi yang memadai dari instansi pemerintah terkait.
Kemenko PMK juga meminta dukungan dari semua pihak terkait terutama seluruh anggota GT PPTPPO Pusat dan Daerah, untuk dapat meningkatkan koordinasi dan kerja sama dalam upaya pencegahan TPPO dan penanganan korban, serta penegakan hukum bagi pelaku TPPO.

“Meskipun tantangan cukup besar, jika kita bersatu, bersinergi dan bekerja sama, Saya yakin, pemberantasan TPPO dapat dioptimalkan hingga zero kasus. Harus ada strong commitment dan zero tolerant. Tetapkan saja hukuman yang seberat-beratnya untuk kasus TPPO kalau mau memberantas hingga level zero," ujarnya Ghafur pada penutupan pertemuan. (*)

Kontributor Foto:
Editor :
Reporter: