KEMENKO PMK - Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu provinsi perbatasan yaitu berbatasan langsung dengan Negara Timor Leste. Provinsi ini memiliki ibu kota di Kota Kupang dan memiliki 22 kabupaten/kota. Pada Tahun 2020, penduduk provinsi ini berjumlah 5.325.566 jiwa, dengan kepadatan 111 jiwa/km2. Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki 2 Kawasan Perbatasan Negara yang masuk dalam Inpres Nomor 1 Tahun 2019 tentang Percepatan Pembangunan 11 (sebelas) Pos Lintas Batas Negara Terpadu dan Sarana Prasarana Penunjang di Kawasan Perbatasan, yaitu di Jawasan Oepoli Kabupaten Kupang, dan Pos Lintas Batas Negara Terpadu Napan Kabupaten Timor Tengah Utara. Selain 2 kawasan tersebut, terdapat juga Inpres Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Percepatan Pembangunan Ekonomi pada Kawasan Perbatasan Negara di Aruk, Motaain, dan Skouw, Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Dalam upaya sinergi program di Kawasan perbatasan khususnya Provinsi Nusa Tenggara Timur, Kemenko PMK menyelenggarakan rapat koordinasi yang dihadiri oleh Asdep Infrastruktur Fisik BNPP, Asdep Potensi Kawasan Perbatasan Darat BNPP, Asdep Pengembangan Ekosistem Bisnis KemenkopUKM, Kepala Badan Pengelola Perbatasan Provinsi NTT serta pejabat perwakilan dari Kementerian PUPR, Kemdikbudristek, Kemlugri, KemKominfo, Kementerian ATR/BPN, Kemendes PDTT dan Badan Pengelola Perbatasan Kabupaten Kupang.
Dalam pembukaannya Asisten Deputi Pemberdayaan Kawasan dan Mobilitas Spasial Kemenko PMK, Mustikorini Indrijatiningrum mendorong kementerian dan lembaga teknis untuk terus bersinergi meningkatkan kesejahteraan dan kualitas masyarakat Indonesia di kawasan perbatasan sebagaimana amanat RPJMN 2020-2024 dan Perpres No. 44 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Perpres No. 12 tahun 2010 tentang BNPP. “Kedudukan Menko PMK sebagai Wakil Ketua Pengarah II dalam struktur kelembagaan BNPP sesuai Perpres 44/2017 tentang Perubahan atas Perpres 12/2010 tentang BNPP, memiliki tugas dan tanggung jawab bersama 3 (tiga) Menko lainnya memberikan pengarahan pelaksanaan tugas BNPP secara periodik atau sewaktu-waktu sesuai kebutuhan faktual pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan. Kita perlu terus tingkatkan implementasi dari komitmen kita untuk mengawal capaian target RPJMN 2020-2024 yaitu jumlah Kecamatan Lokasi Prioritas yang meningkat kesejahteraan dan tata kelolanya (kecamatan) dan kenaikan rata-rata nilai Indeks Pengelolaan Kawasan Perbatasan (IPKP) di 18 PKSN”, jelas Asdep Indri saat menyampaikan sambutan pembukaan pada Rakor Sinergi Lintas Sektor mendukung Pemberdayaan Kawasan, Peningkatan Aksesibilitas dan Konektifitas di Kawasan Perbatasan Provinsi NTT (Jumat, 29/7).
Dalam sambutan lebih lanjut, Indri juga menjelaskan bahwa saat ini masih banyak kawasan perbatasan di Indonesia yang kondisi masyarakatnya tertinggal serta sulit mengakses layanan dasar maupun infrastruktur konektifitas akibat terbatasnya pembangunan sarpras pendukung di kawasan perbatasan. “Melalui rakor hari ini, kami ingin mengajak kementerian/lembaga terkait bersama BNPP dapat bersinergi untuk melaksanakan program/kegiatan pemberdayaan kawasan dan menyelesaikan permasalahan di Daerah, seperti adanya keluhan masyarakat terkait sulitnya aksesibilitas layanan dasar dan konektifitas seperti yang terjadi di kawasan perbatasan Oepoli Kabupaten Kupang Provinsi NTT “, tambah Indri.
Dalam upaya peningkatan pembangunan perbatasan, Asdep Infrastruktur Fisik BNPP, Henry Erafat, menjelaskan dalam periode 2020-2024, BNPP berkomitmen melaksanakan visi misi BNPP yang sejalan dengan visi misi Presiden yaitu mewujudkan Indonesia maju yg berdaulat, mandiri, dan berkepribadian berlandaskan gotong-royong di Perbatasan Negara. “BNPP dalam tugas mengoordinasikan pelaksanaan pembangunan perbatasan selalu berpedoman pada visi misi Presiden yang dielaborasi lebih lanjut dalam berbagai isu strategis pengelolaan batas wilayah negara, aktifitas lintas batas negara dan pembangunan kawasan perbatasan negara dengan sasaran pada 222 kecamatan lokasi prioritas (Lokpri) yang ada di 54 kabupaten/kota dan 15 provinsi “, jelas Henry.
Terkait permasalahan sulitnya aksesibilitas layanan dasar dan infrastruktur konektifitas di kawasan perbatasan Oepoli, perwakilan Kementerian PUPR yang diwakili oleh Pejabat Balai Prasarana Permukiman Wilayah NTT, Ditjen Cipta Karya, Reza menjelaskan saat ini pembangunan PLBN Terpadu Oepoli belum dapat terlaksana karena terkendala proses penyelesaian segmen batas negara Indonesia.
Menanggapi kendala pembangunan PLBN Oepoli, Perwakilan Kementeri Luar Negeri, Irwan membenarkan bahwa belum disepakatiny batas negara pada segmen Noelbesi-Citrana. “Permasalahan ini sebenarnya hanya menyebabkan penundaan untuk pembangunan gedung utama PLBN Oepoli yang letaknya persis di garis batas, sedangkan untuk sarpras pendukung lainnya yang berlokasi di dalam wilayah Indonesia seharusnya sudah bisa tetap dilakukan“, jelas Irwan.
Sementara itu, Kepala Badan Pengelola Perbatasan Provinsi NTT, Petrus Seran Tahuk, menyampaikan pengelolaan batas negara di Provinsi NTT dilakukan dengan pendekatan kesejahteraan yang difokuskan pada 7 kabupaten lokpri (Kab. Kupang, Belu, TTU, Malaka, Alor, Rote Ndao dan Sabu Raijua) dan penyelesaian fokus masalah pada pemenuhan infrastruktur ekonomi dasar, kesehatan dasar dan pendidikan dasar. “Dalam kepemimpinan Gubernur NTT periode 2018-2023, Pemprov NTT memfokuskan pembangunan perbatasan pada pemenuhan basic needs dan infrastruktur ekonomi melalui penyusunan rencana aksi program pembangunan 38 kecamatan lokpri di 7 Kabupaten“, ungkap Petrus.
Diakhir Rakor, moderator diskusi Melkianus Kebos (Koordinator Mobilitas Spasial) mencatat adanya komitmen kolaborasi pembangunan perbatasan Oepoli-NTT dari kemeterian yang hadir antara lain dari Kemendes PDTT yang siap bersinergi untuk pembangunan perbatasan melalui program KPPN, program Transformasi Ekonomi Kampung Terpadu (TEKAD) dan pembangunan embung serta Kementerian ATR yang siap mengawal dan mendukung integrasi penyusunan RDTR perbatasan Oepoli dengan RTRW Kabupaten Kupang.