KEMENKO PMK : Sebagai tindak lanjut Nota Kesepahaman (MoU) tentang Bimbingan Perkawinan dan Pelayanan Kesehatan bagi Calon Pengantin yang ditandatangani pada 29 Agustus 2024, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) menggelar Rapat Koordinasi Penyiapan Kehidupan Berkeluarga di Jakarta, Kamis (17/10). Kegiatan ini bertujuan untuk mendukung terwujudnya keluarga berkualitas melalui peningkatan layanan bimbingan perkawinan dan kesehatan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), angka perceraian di Indonesia pada 2023 mencapai 463.654 kasus, menurun 11,36% dibandingkan 516.344 kasus pada 2022. Namun, angka perceraian masih tinggi, yaitu 29,4% dari total 1.577.255 pernikahan pada 2023. Faktor utama perceraian antara lain meliputi perselisihan, masalah ekonomi, kekerasan dalam rumah tangga, dan poligami.
Asisten Deputi Ketahanan dan Kesejahteraan Keluarga Kemenko PMK, Mustikorini Indrijatiningrum menekankan pentingnya bimbingan perkawinan dalam mempersiapkan kehidupan berkeluarga. “Bimbingan perkawinan dan pelayanan kesehatan berperan penting dalam membentuk keluarga tangguh. Oleh karena itu, persiapan keluarga harus melibatkan tidak hanya calon pengantin, tetapi juga orang tua, anggota keluarga, dan masyarakat,” ujarnya.
Indri menyampaikan bahwa Nota Kesepahaman (MoU) ini merupakan perbaharuan dari MoU sebelumnya yang hanya 3 (tiga) Kementerian/Lembaga, saat ini menjadi 6 (enam) Kementerian/Lembaga yaitu Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Tenaga Kerja dan BKKBN. Indri berharap dengan diperbaruinya MoU, partisipasi dalam pemeriksaan kesehatan pra-nikah dan bimbingan perkawinan akan meningkat. “Kita berharap agar calon pengantin memeriksakan kesehatan sebelum menikah, mengikuti bimbingan perkawinan sehingga saat menikah sudah memiliki bekal tentang kemampuan menghadapi dinamika perkawinan, pengetahuan kesehatan dan gizi keluarga, pola pengasuhan anak, kesetaraan gender dan kesejahteraan ibu-anak. Semua ini perlu dukungan multi pihak termasuk perusahaan dalam memberikan kemudahan pekerja untuk mengikuti bimbingan perkawinan,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa Kemenko PMK akan terus mengawal implementasi MoU dan memperluas keterlibatan Kementerian/Lembaga (K/L) dan kerjasama dengan berbagai pihak terkait. Dalam MoU tersebut, tidak hanya bimbingan perkawinan yang ditekankan, tetapi juga pelayanan kesehatan bagi calon pengantin sebagai langkah untuk mewujudkan keluarga berkualitas.
Direktur Kementerian Agama, Suryo menambahkan bahwa meskipun bimbingan perkawinan bukan syarat sah perkawinan, pihaknya memandangnya penting sebagai salah satu rukun kehidupan untuk menciptakan keluarga berkualitas. “Kami telah membentuk peer educator di 10 provinsi untuk mencegah pernikahan anak dan memperkuat kebijakan melalui Peraturan Menteri Agama No. 22 Tahun 2024, yang mewajibkan calon pengantin mengikuti bimbingan perkawinan,” jelas Suryo.
Rapat koordinasi ini diharapkan menjadi langkah strategis dalam menyinergikan berbagai upaya lintas sektor untuk mendukung program pembangunan keluarga berkualitas di Indonesia.
Rapat Koordinasi dihadiri oleh Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Tenaga Kerja, BKKBN dan Bappenas.