KEMENKO PMK -- Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) bersama Kementerian Kesehatan melaksanakan kegiatan Evaluasi Terpadu Percepatan Penurunan Stunting di Provinsi Nusa Tenggara Timur bersama Kementerian/Lembaga yang tercantum dalam Perpres Nomor 72 Tahun 2021 dan Mitra di 14 provinsi prioritas.
Hadir dalam kegiatan rapat, yaitu Kemenko PMK, BKKBN, Sekretariat Wakil Presiden, Sekretariat Kabinet, Kantor Staf Presiden, Kementerian PPN/ Bappenas, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Pendidikan Tinggi, Kementerian Agama, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Kementerian Sosial, Kementerian Desa PDTT, Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, dan Badan POM, Badan Pangan Nasional.
Kasus stunting pada tingkat Nasional mengalami penurunan menjadi 21,6% dari 24,4% di tahun 2021. Penurunan kasus stunting ini, tetap menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah Indonesia karena prevalensi stunting dalam RPJMN tahun 2020-2024.
Drg. Agus Suprapto, M. Kes selaku Staf Ahli Menko PMK Bidang Pembangunan Berkelanjutan mengungkapkan apresiasi terhadap provinsi NTT untuk menindaklanjuti rekomendasi Roadshow Stunting dan Kemiskinan Ekstrim (KE). Namun demikian masih ada beberapa hal yang perlu ditingkatkan dalam implementasi secara langsung di lapangan seperti pelaksanaan posyandu yang masih menggunakan timbangan dacin dan kapasitas kader yang masih kurang memadai dalam penggunaan antropometri.
“Konvergensi anggaran dengan memanfaatkan sumber-sumber pendanaan baik dari pemerintah pusat (DAK, APBN), APBD maupun sumber-sumber lainnya”, Ucap Staf Ahli Menko PMK.
PJ Gubernur Nusa Tenggara Timur dalam sambutannya menyampaikan bahwa stunting tidak hanya berkaitan dengan kesehatan tetapi juga masalah sosial karena banyaknya ibu yang menjadi pekerja migran. Selain itu untuk upaya pencegahan sfunting baru perlu perhatian pada balita wasting dan underweight serta memastikan ibu hamil memeriksakan kehamilannya sebanyak enam kali dan mengonsumsi tablet tambah darah.
Pada kesempatan yang sama, Sekda Nusa Tenggara Timur juga mengungkapkan bahwa tahun 2019-2020 data keluarga berisiko stunting mencapai 612.728 di tahun 2018 dan mengalami penurunan dari tahun 2021-2023. Balita yang ditimbang dari keluarga berisiko stunting ada GAP 40-50%. Melihat kondisi ini perlu adanya evaluasi lebih lanjut, seperti jarak, ketersediaan alat, dan waktu untuk bekerja. Keluarga berisiko stunting di setiap posyandu harus didiskusikan lebih lanjut dengan didampingi oleh Kader agar dapat optimalisasi pelaksanaan posyandu.
“Tindak lanjut hasil rekomendasi dari hasil roadshow di provinsi Nusa Tenggara Timur sudah disampaikan secara rinci. Untuk tiap rekomendasi yang masih memerlukan pembahasan lebih lanjut bersama K/L dan memerlukan dukungan dari K/L”, ujar Sekda Nusa Tenggara Timur.
Setelah proses fgd terdapat beberapa rekomendasi yang telah disepakati antara pusat, provinsi dan kabupaten/kota.
Diharapkan setelah kegiatan ini kabupaten/kota melakukan upaya percepatan penurunan stunting yang disepakati diakhir rakor koordinasi untuk percepatan pencapaian target indikator di daerah.