KEMENKO PMK -- Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) merupakan salah satu bentuk kehadiran negara dalam memberikan rasa keadilan dan perlindungan terhadap korban kekerasan seksual.
Salah satu amanat dari UU TPKS adalah pemerintah provinsi dan kabupaten/kota wajib membentuk Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) guna menyelenggarakan penanganan, perlindungan, pemulihan bagi korban, keluarga korban, dan/atau saksi.
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Femmy Eka Kartika Putri menyatakan bahwa pembentukan UPTD PPA di provinsi dan kabupaten/kota perlu dukungan semua pihak.
Hal itu disampaikannya saat memberikan sambutan pada Diskusi Kelompok Terpumpun (DKT) Implementasi UU TPKS terkait UPTD PPA, yang diselenggarakan oleh Asisten Deputi Pemenuhan Hak, Perlindungan, dan Pemberdayaan Perempuan Kemenko PMK, di Hotel Grand Mercure Jakarta, pada Selasa (11/10/2022).
"Negara sudah hadir, sudah luar biasa. Hanya implementasinya butuh dukungan dan fasilitas. Sudah ada lembaga yang ditunjuk dalam UU TPKS supaya pencegahan kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak bisa dilakukan," ungkapnya.
Femmy menerangkan bahwa Tugas UPTD PPA berdasarkan UU TPKS Pasal 76 Ayat (3) yaitu: menyelenggarakan penanganan, perlindungan korban; memfasilitasi pemberian layanan kesehatan; memfasilitasi pemberian layanan penguatan psikolgis; dan memfasilitasi pemberian layanan psikososial, rehabsos, pemberdayaan sosial, dan reintegrasi sosial.
Menurutnya, tugas UPTD PPA ini sangat berat bila hanya dilakukan oleh pemerintah daerah dan Kementerian PPPA sebagai pelaksana. Akan terasa lebih mudah bila bekerja sama dengan banyak pihak untuk mendukung pelaksanaannya.
"UPTD PPA dapat bekerja sama dalam hal pelayanan dengan puskesmas rumah sakit, pelayanan kesehatan, kemudian dengan unit pelayanan teknis bidang sosial, rumah tahanan lapas, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, LPSK, hingga organisasi masyarakat non profit," ujar Femmy.
Femmy berharap, penyelenggaraan pelayanan UPTD PPA bisa dilakukan melalui pendekatan one stop service, atau pelayanan satu pintu. Hal itu guna memastikan korban mendapatkan layanan sesuai kondisi dan kebutuhannya secara cepat, komprehensif dan terintegrasi.
Menurut Femmy, masalah koordinasi antara stakeholder dan pemerintah provinsi kabupaten kota harus menjadi perhatian supaya penyelenggaraan UPTD PPA bisa berjalan dengan baik. Femmy juga meminta dukungan dari KPPPA untuk dapat segera menyelesaikan peraturan turunan UU TPKS terkait UPTD PPA.
"Kami mengharapkan sinergitas semua pihak dalam rangka mengimplementasikan UU TPKS dan pembentukan UPTD PPA di Provinsi Kabupaten Kota," harapnya.
Dalam kesempatan diskusi terpumpun itu hadir secara hybrid narasumber dari Kementerian PPPA, Kemendagri, Polri, Kantor Staf Presiden (KSP). Selain itu juga hadir perwakilan dari Komnas HAM, Komnas Perempuan, Kemenkumham, perwakilan Organisasi Masyarakat Sipil dan UPTD PPA dari berbagai daerah.
Dalam diskusi dibahas berbagai hal saran dan masukan untuk penyelenggaraan UPTD PPA di daerah. Di antaranya, Polri akan berupaya untuk mendukung UPTD PPA dari aspek hukum dan perlindungan kroban, kemudian Kemendagri akan mendukung dari aspek kelembagaan dan koordinasi di daerah.
Dalam kesempatan itu juga ditegaskan komitmen daerah untuk mencegah kekwrasan seksual dan melindungi korban kekerasan seksual harus dimulai dengan mengimplementasikan UPTD PPA.