Mempertegas Dukungan Keterwakilan 30% Perempuan di Parlemen Pada Pemilu 2024

KEMENKO PMK — Deputi Peningkatan Anak, Perempuan dan Pemuda Kemenko PMK Woro Srihastuti Sulistyaningrum mengatakan, untuk meningkatkan partisipasi perempuan di parlemen sebanyak 30 persen harus dibangun melalui sosialisasi yang dilakukan secara masif dalam rangka memberikan penyadaran politik kepada semua kalangan pemilih.

Hal itu disampaikan saat memberikan sambutan dalam rapat koordinasi yang diselnggarakan oleh Kemenko PMK di Hotel Novotel Cikini Jakarta, pada Jumat (20/10).

"Jika kita mau meningkatkan partisipasi perempuan di parlemen sebanyak 30 persen, ada beberapa tahapan yang harus dilakukan, baik jangka pendek maupun jangka panjang,” ujar Lisa.

Lisa menjelaskan, dalam jangka pendek harus dilakukan sosialisasi secara masif yang dilakukan melalui bimbingan teknis, seminar, dan pelatihan kepada kelompok-kelompok yang ada di masyarakat. Upaya tersebut juga dapat diperkuat dengan penambahan konten atau materi substansi mengenai pentingnya keterwakilan perempuan di lembaga legislatif yang merupakan bentuk dari keberpihakan kepada perempuan.

Selain itu, upaya jangka panjang yang dapat dilakukan ialah menyusun perubahan regulasi pendukung yang diperlukan, seperti halnya Undang-Undang Partai Politik, Undang-Undang Pemilu, hingga peraturan perundang-undangan lainnya.

"Perubahan regulasi ini untuk memastikan ada kebijakan afirmatif apakah calon anggota legislatif perempuan menjadi fokus dalam regulasi tersebut, termasuk nanti ke depannya pendidikan politik tidak hanya kepada calon legislatif tetapi juga kepada partai politik dan masyarakat yang fokusnya keterwakilan perempuan di parlemen,” ucap Lisa.

Sementara itu, Mela Indria selaku perwakilan dari KPU menyampaikan, pihaknya memberikan dukungan penuh terhadap keterpilihan calon legislatif perempuan dalam Pemilu 2024 dengan ikut berperan mengambil kebijakan dan pengawasan.

Senada dengan pernyataan di atas perwakilan dari Kementerian Dalam Negeri menyampaikan, kegiatan jangka pendek yang dilakukan menjelang Pemilu 2024 dalam upaya meningkatkan keterwakilan perempuan di parlemen telah dilaksanakan di enam daerah dengan melibatkan beberapa unsur organisasi masyarakat perempuan, kader perempuan partai politik, hingga pemilih pemula perempuan. 

Kendati demikian, perlu diperhatikan mengenai permasalahan jangka panjang untuk mengubah budaya politik di kalangan perempuan agar mau dan terlibat dalam proses-proses politik, misalnya menjadi calon legislatif. Untuk itu diperlukan pendalaman dan upaya untuk mengubah budaya tersebut.

Delia Wildianti dari Puskapol UI juga menambahkan, calon legislatif perempuan perlu mengangkat isu substantif yang terkait dengan perempuan.

"Kita perlu mengangkat isu terkait perempuan sehingga perempuan bisa bicara, berkampanye dengan gagasan membahas dan membawa isu-isu terkait perempuan."

Ihsan Maulana selaku perwakilan dari Perludem juga mengingatkan ada perspektif yang berbeda dari apa yang dikehendaki Undang-Undang Pemilu yang memerintahkan 30 persen keterwakilan perempuan di setiap daerah pemilihan.

Tantangan lain adalah perlunya pengawalan suara sehari setelah pemungutan suara. Menurut catatan Pemilu 2019, jumlah caleg perempuan yang mengajukan gugatan sengketa hasil pemilu ke MK cukup banyak, namun tidak cukup mendapat dukungan bahkan dari internal parpolnya sendiri.

Rakor dihadiri oleh Kemendagri, Kementerian PPPA, Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Hukum dan HAM, KPU, Perludem dan Puskapol UI.

Kontributor Foto:
Reporter: