Deputi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan dan Pemuda Kemenko PMK, Woro Srihastuti Sulistyaningrum mengatakan bahwa isu kekerasan terhadap anak dan perempuan termasuk di satuan pendidikan masih sangat memprihatinkan, untuk itu dibutuhkan upaya yang sinergis, kolaboratif dan terkoordinasi antar berbagai pihak. Ini disampaikan saat memberikan arahan pada Rapat Koordinasi Pencegahan dan Penanganan Kekerasan terhadap Anak dan Perempuan di Satuan Pendidikan yang diselenggarakan Kemenko PMK di Hotel Amaroossa Grande, Bekasi kemarin (18/10/2023)
Lebih lanjut dikatakan banyak sekali pihak-phak yang harus dilibatkan dalam menyelesaikan masalah kekerasan di satuan pendidikan. Hal ini bukan hanya tugas dan tanggung jawab Kemendikbudristek dan Kementerian Agama yang memiliki satuan-satuan pendidikan, tetapi menjadi tanggung jawab bersama dalam upaya pencegahan dan penanganannya.
Sebagaimana diketahui Kemendikbudristek telah mengeluarkan Permendikbud no.82 tahun 2015 yang sudah disesuaikan dengan Permendikbudristek no.46 Tahun 2023, demikian pula dengan Kementerian Agama yang telah mengeluarkan Peraturan Menteri Agama no. 73 Tahun 2022. Regulasi ini merupakan upaya untuk mencegah dan menangani kasus-kasus kekerasan di satuan pendidikan, baik di tingkat SD, SMP, SMA hingga Perguruan Tinggi. Terdapat 3 cakupan kekerasan yaitu kekerasan yang terjadi di lingkungan satuan pendidikan, di luar lokasi satuan pendidikan dan kekerasan yang melibatkan lebih dari satu satuan pendidikan.
Woro mensinyalir meskipun sudah ada regulasinya namun kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan di satuan pendidikan terus terjadi. “Kita harus menilai kembali apakah regulasi yang sudah disiapkan ini berjalan dan dilaksanakan sesuai apa yang diamanatkan dalam regulasi tersebut,” demikian dikatakan Woro.
Berdasarkan data Simfoni PPA KemenPPPA , periode Januari – Agustus 2023 terjadi kekerasan terhadap anak dengan jumlah korban sebanyak 11.582 anak. Lokasi kejadian terbesar di lingkungan rumah tangga 53 persen, sedangkan di lingkungan sekolah sebsar 9 persen. Sementara data yang sama menunjukkan terdapat 7.583 orang jumlah pelaku kekerasan terhadap anak dengan paling banyak pelaku oleh teman/pacar sebanyak 28 persen diikuti pelaku orang tua 21 persen.
Di kesempatan yang sama, Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar menyampaikan ada 5 kategori yang berkaitan dengan kekerasan terhadap anak yaitu fisik, psikis, kekerasan seksual, penelantaran, dan Tindak Pidana Pedagangan Orang (TPPO). Dari data yang dihimpun berdasarkan survei, pada tahun 2018, 62,75 persen remaja usia 13-17 tahun mengalami kekerasan disepanjang hidupnya. Prevalensi ini turun menjadi 46 persen pada tahun 2021. Berdasarkan jenis kekerasannya, aduan tertinggi adalah kasus kejahatan seksual sebanyak 311 kasus dengan korban sebanyak 771 anak (periode Januari – September 2023). Meski secara prevalensi kekerasan terhadap anak mengalami penurunan, namun upaya pencegahan dan penanganan kekerasan masih perlu ditingkatkan.
Kepala Pusat Penguatan Karakter Kemdikbudristek Rusprita Putri Utami menyampaikan bahwa peserta didik yang menjadi korban kekerasan tidak dapat mengikuti proses belajar secara optimal, bahkan pada kasus yang berat atau ekstrem terpaksa harus terhenti akses pendidikannya.
Menurut data Asesmen Nasional Kemendikbudristek tahun 2022, terdapat 34,51 persen (1 dari 3) peserta didik berpotensi mengalami kekerasan seksual, 36,31 persen (1 dari 3) berpotensi mengalami perundungan, 26,9 persen (1 dari 4) berpotensi mengalami hukuman fisik, dan 68 pesen satuan pendidikan perlu dibantu untuk mengoptimalkan iklim kebhinekaan.
Lebih lanjut dikatakan terdapat tantangan dalam memberantas kekerasan di satuan pendidikan di antaranya masih banyak kasus kekerasan yang tidak dilaporkan dan rendahnya kesadaran akan ancaman kekerasan yang dapat terjadi di lingkungan pendidikan.
Di akhir arahannya Deputi Woro meminta K/L terkait mensinergikan data, meningkatkan pelayanan, melakukan kecepatan dan ketepatan penanganan yang harus dilakukan bersama-sama, dan penguatan pencegahan kekerasan terhadap anak dan perempuan.
Dalam Rapat Koordinasi tersebut hadir perwakilan dari KemenPPPA, Kemendikbudristek, Kementerian Agama yang diwakili oleh Pendidikan Agama Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Budha, dan Konghucu, serta perwakilan Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Sosial, Kementerian Kesehatan, dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).