Rimba Raya, Suaramu Menguatkan Perjuangan Indoneia

Kemenko PMK - Cerita tentang kontribusi Aceh untuk menjaga eksistensi Republik yang kita cintai, tak akan pernah lekang oleh zaman. Salah satu cerita epik dan akrab di telinga kita adalah sumbangan emas rakyat Aceh kepada Republik Indonesia untuk pembelian pesawat kenegaraan Seulawah 1 dan 2 yang jadi cikal bakal berdirinya maskapai Garuda Indonesia.

Itu sedikit cerita dari beragam kisah heroik rakyat Aceh untuk kejayaan Indonesia. Hari ini (Jum'at 3/3/2023), kami mengikuti serangkaian kunjungan kerja Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy ke provinsi di ujung barat kepulauan Indonesia, Nangroe Aceh Darussalam, dan kembali menemukan kisah perjuangan rakyat Aceh mendukung Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Setelah mengisi kuliah umum di Universitas Muhammadiyah Mahakarya Aceh, Menko PMK melanjutkan kegiatannya dengan kepada Forkopimda Kabupaten Bireuen di Pendopo (Meuligoe) Bupati Bireuen. Hadir di acara itu Pj Bupati Bireuen Aulia Sofyan dan Pj. Walikota Lhokseumawe Imran. 

Dalam suasana santai, penuh keakraban dengan suguhan beragam makanan khas Aceh itu, Pak Muhadjir memulai cerita sejarah panjang Aceh di masa pergerakan kemerdekaan dengan segala kontribusinya. Nampak terpancar raut wajah bangga dan salut atas sepak terjang rakyat Aceh untuk republik tercinta.

Ia bercerita, dulu, jelang kemerdekaan, saat Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Muhammad Hatta ditangkap, secara de facto Indonesia mengalami kekosongan kekuasaan. Lalu, ada inisiatif dari Sjafruddin Prawiranegara yang mendeklarasikan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukittingi, Sumatera Barat.

"Ada radio lokal Aceh, namanya Rimba Raya yang terus mengabarkan deklarasi PDRI bahwa Indonesia masih ada dan belum sepenuhnya dikuasai Belanda," cerita Menko Muhadjir.

Ditambahkannya, deklarasi di Sumatera Barat tanpa makna jika tidak disebarluaskan ke dunia internasional melalui radio Rimba Raya. Itulah diantara sekian andil masyarakat Aceh yang didedikasikan untuk Indonesia di tengah krisis kekuasaan. Tentu masih ada andil-andil lainnya. Aceh tampil sebagai pahlawan walaupun tidak pernah dibesar-besarkan.

Begitu juga Pendopo Bupati yang biasa disebut meuligoe, tempat diadakannya silaturahmi malam ini, juga bernilai historis. Meuligoe Bireuen adalah kediaman resmi Bupati Bireuen. Tempat ini pernah menjadi persinggahan Bung Karno ketika menjalankan roda pemerintahan negara selama sekitar seminggu, sejak beliau tiba pada 16 Juni 1948. Saat itu Presiden Soekarno datang dengan menumpang pesawat Dakota dan mendarat di lapangan terbang sipil Cot Gapu.
 
Di dalam meuligoe Bireun dipamerkan beragam benda peninggalan sejarah. Sejak beberapa waktu lalu, bangunan komplek meuligoe Bireuen telah ditetapkan sebagai bangunan dan lingkungan cagar budaya, sesuai keputusan Bupati Bireuen Nomor 651 tahun 2020. Mengingat nilai historisnya, Menko PMK meminta agar Pj Bupati menyiapkan skema mengintegrasikan Meuligoe dengan Museum Nasional.

“Meuligoe adalah aset yang sangat berharga bagi warga Bireuen, karenanya harus dijaga dan dirawat. Pak Bupati sebaiknya menyiapkan integrasi dengan Museum Nasional,” ujar Menko PMK seraya menerima proposal konservasi gedung dan pengadaan koleksi Museum Pendopo  dari Pj Bupati Bireun.

Kami yakin, banyak kisah perjuangan demi tegaknya Republik Indonesia dari daerah-daerah lain. Semoga cerita kami dari Bireuen Aceh ini bermanfaat dan mewarnai rangkaian kunjungan Pak Menko PMK sekaligus memantik beragam cerita rakyat di daerah lainnya. Terima kasih Bireuen Aceh.

Reporter: