Bali (23/10) -- Provinsi Bali merupakan salah satu destinasi wisata terfavorit di dunia. Dengan predikat tersebut, peluang bisnis bagi penduduk lokal sangat terbuka luas. Hal tersebut telah dibuktikan, salah satunya melalui rasio kewirausahaan tertinggi di Indonesia. Berdasarkan data Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Provinsi Bali, dari total 4.236.983 penduduk, sebanyak 326.009 penduduk berprofesi sebagai wirausaha atau sekitar 7,69%. Profesi wirausaha pun menjadi pilihan yang populer bagi para pemuda di provinsi pulau seribu pura ini.
Berbagai bisnis UMKM diladeni penduduk Bali. Di antaranya produk mode, kuliner, destinasi wisata, dan cendera mata. Regulasi pemerintah setempat juga turut mendorong peningkatan skala usaha produk lokal, seperti, kewajiban mengenakan busana adat pada hari-hari tertentu, sehingga membuka peluang usaha bagi penyediaan kain tenun dan songket.
Namun, adanya pandemi Covid-19 sangatlah berdampak pada sektor pariwisata dan ekonomi UMKM di Provinsi pulau Dewata ini. Sentra UMKM yang biasanya ramai akan turis mancanegara dan wisatawan lokal menjadi sepi, dan tak jarang beberapa dari mereka menutup usahanya. Animo pengusaha muda di Provinsi Bali pun cenderung menurun.
Merujuk pada permasalahan tersebut, perlu adanya kebijakan sinergitas dan kolaborasi antar pemangku kepentingan untuk meningkatkan kewirausahaan pemuda. Oleh karena itu, koordinasi pengendalian pelaksanaan kebijakan terkait peningkatan kewirausahaan pemuda perlu dilakukan.
Hal itu disampaikan asisten Deputi Pemberdayaan Pemuda, Kemenko PMK Yohan dalam pertemuan dengan Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) Provinsi Bali, Dinas Koperasi dan UMKM Provinsi Bali, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Bali, Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Provinsi Bali, dan Dinas Pariwisata Daerah (Disparda) Provinsi Bali dalam rangka Pengendalian Kebijakan Peningkatan Kewirausahaan Pemuda di Provinsi Bali, pada Jumat (23/10) silam.
“Perlu adanya optimalisasi peran para pemangku kepentingan, baik di pusat maupun di daerah dalam menyusun rencana aksi yang holistik dan integratif untuk mengembangkan kapasitas individu dan memperbaiki ekosistem bisnis bagi para pemuda,” ujar Yohan.
Dalam diskusi, beberapa hal yang sudah dilakukan oleh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) setempat adalah melakukan pelatihan bagi wirausaha muda dan melibatkan para pemuda dalam kompetisi wirausaha muda tingkat nasional, menghidupkan kembali produsen-produsen souvenir khas Provinsi Bali, membuat pos Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) di Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali, dan melibatkan pemuda sebagai konsultan di Pusat Layanan Usaha Terpadu (PLUT).
Seraya menanggapi diskusi, Yohan mengatakan, perlu adanya sinergisitas program wirausaha pemuda antar OPD di Provinsi Bali agar pelatihan kewirausahaan lebih tepat sasaran, mencegah program/kegiatan yang tumpang tindih, dan dalam rangka menerapkan sistem Training of Trainers (ToT) untuk menciptakan efek domino bagi penerima manfaat pelatihan kewirausahaan pemuda.
“Agar program lebih tepat sasaran, perlu adanya sinergi program. Salah satunya melalui pembentukan kelompok kerja antar OPD yang khusus membahas tentang peningkatan wirausaha pemuda, baik secara kuantitas maupun kualitas,” pungkas Yohan. (*)