KEMENKO PMK — Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kemenko PMK Woro Srihastuti Sulistyaningrum mengatakan, Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) memiliki peran yang sangat penting dalam mendorong perlindungan anak dan perempuan terhadap kekerasan dan diskriminasi di setiap daerah.
Hal itu disampaikan dalam “Rapat Koordinasi Evaluasi Kelembagaan UPTD Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA)” yang digelar oleh Kemenko PMK di Hotel Santika Mega City Bekasi, pada Selasa (26/9).
Lisa menambahkan, optimalisasi pemenuhan hak, pelindungan, serta pemberdayaan terhadap perempuan dan anak sangat bergantung pada baiknya kinerja UPTD di masing-masing daerah. Upaya penyusunan regulasi dan pedoman oleh pemerintah pusat tidak akan berjalan maksimal jika tidak didukung oleh kinerja baik oleh pemerintah daerah.
“Kalau kita lihat dari sisi arah kebijakan sudah sangat jelas. Tentu ini harus didukung oleh kelembagaan yang harus diperkuat sampai tingkat daerah,” ujar Lisa.
Lisa menjelaskan, fokus perlindungan kepada perempuan dan anak perlu dilakukan mengingat jumlah perempuan dan anak di Indonesia sangat besar. Jumlah tersebut merupakan potensi yang sangat berarti bagi pertumbuhan dan perkembangan Indonesia di masa yang akan datang.
Terlebih lagi, kini usia anak-anak di bawah 18 tahun telah mencapai sepertiga dari total penduduk Indonesia. Memastikan pelindungan terhadap mereka merupakan bagian dari upaya untuk menjaga kualitas sumber daya manusia yang berkualitas, berdaya saing, dan produktif untuk mengisi pembangunan pada tahun 2045.
Satu sisi, berdasarkan data yang dirilis oleh UNDP pada tahun 2022 tentang ketimpangan gender, Indonesia menempati posisi ke-110 dengan skor 0,444 dari 170 negara. Lisa menyebut, semakin kecil angkanya berarti semakin rendah ketimpangannya. Angka tersebut masih berada dikondisi baik dibandingkan dengan nilai global sebesar 0,465. Namun begitu, Lisa mengatakan dibanding dengan negara-negara ASEAN, angka ini masih cukup besar dan perlu ditekan.
Sebagaimana dilansir oleh UNDP, pengukuran indeks tersebut dilakukan melalui tiga dimensi, antara lain kesehatan reproduksi, pemberdayaan, dan pasar tenaga kerja. Tiga dimensi tersebut perlu menjadi perhatian segenap pihak yang berkepentingan untuk turut serta memperkecil angka ketimpangan gender di Indonesia.
Saat sesi diskusi berlangsung, Plt. Kepala Dinas PPAPP Provinsi DKI Jakarta Rizky Hamid menyampaikan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menerapkan “Kebijakan Nol Toleransi” terkait kekerasan terhadap perempuan dan anak melalui kebijakan daerah yang meliputi pencegahan hingga rehabilitasi. Ia mengatakan, kerja sama telah dibangun dengan sejumlah pihak, diantaranya dengan Polda Metro Jaya, PT. Taman Impian Jaya Ancol, 11 Universitas di Jakarta, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, serta Kejaksaan.
“Kami telah menyusun kebijakan holistik melibatkan pihak-pihak terkait sebagai komitmen untuk melindungi hak-hak perempuan dan anak,” ujar Rizky.
Rizky menjelaskan, sejumlah pos pengaduan telah disebar ke berbagai macam titik hasil kerja sama itu, mulai dari Kantor Pusat PPA, Call Center Jakarta Siaga 112, Hotline Pengaduan melalui WhatsApp, SMS, atau Telepon, Panic Botton Jakarta Aman, laman daring Puspa Jakarta, hingga 20 titik pos pengaduan yang tersebar di masing-masing wilayah kota administrasi. Selain itu, tersedia juga layanan aduan di Pos SAPA di berbagai titik lokasi halte, stasiun, terminal, hingga perguruan tinggi.
Hal yang sama juga disampaikan oleh Kepala UPTD PPA Kabupaten Bekasi Fahrul Fauzi. Pemerintah Kabupaten Bekasi melalui pembentukan UPTD PPA telah bekerja sama dengan PT. Lippo Cikarang dan Cipta Karya.
Ia menyebut dibentuknya UPTD PPA sejak bulan Januari 2022 ini telah berhasil mendeteksi 226 kasus yang ditangani pada tahun 2022. Jumlah itu menempatkan Kabupaten Bekasi sebagai peringkat kedua terbesar di Jawa Barat setelah Kota Bandung.
“Dari capaian penanganan kasus ini, wilayah kami berhasil meraih apresiasi sebagai UPTD terbaik se-Jawa Barat pada saat proses evalaasi. Saat ini, sedang diusulkan pembentukan atau penambahan UPTD baru agar dapat menjangkau dan membagi tugas ke daerah yang lebih jauh,” ucap Fahrul.
Sementara itu, Kepala Dinas PPPA Kota Bekasi Satia Sriwijayanti Anggraeni menjelaskan pihaknya masih berjuang untuk dapat membentuk UPTD PPA selama dua tahun terakhir. Ia mengungkapkan, tantangan yang dihadapi adalah adanya kebijakan dari Pemerintah Kota Bekasi untuk tidak menambah pegawai dan tidak mengusulkan penambahan pegawai dalam penerimaan calon pegawai negeri sipil.
Namun begitu, pihaknya mengatakan Pemerintah Kota Bekasi memiliki Program Terpana (teman perempuan dan anak) yang turut melibatkan Dinas Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak. Selain itu, Kota Bekasi juga tergabung dalam Program MOTEKAR (Motivator Keluarga) sebagai layanan untuk mencegah terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak di seluruh Jawa Barat.
“Meskipun UPTD di tempat kami belum terbentuk. Komitmen untuk terus mencegah dan memberikan pelindungan kepada perempuan dan anak dari tindak kekerasan dan menjaga hak-hak perempuan dan anak tetap kami kedepankan. Kerja sama telah kami lakukan dengan sejumlah perguruan tinggi di Bekasi untuk turut membantu menangani kasus-kasus yang terjadi,” kata Anggraeni.
Sebagai penutup, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) menyatakan bahwa pembentukan dan penyelenggaraaan UPTD PPA di provinsi/kabupaten/kota perlu dukungan, sinergitas dan komitmen semua pihak serta penyesuaian aturan/kebijakan agar dapat menjawab tantangan yang dihadapi oleh unit layanan terpadu di derah dalam mencegah dan memberikan pelindungan kepada perempuan dan anak dari tindak kekerasan. Tantangan itu antara lain minimnya anggaran, keterbatasan SDM yang memadahi secara jumlah dan kualitas, serta pergantian kepemimpinan di daerah sehingga kadang mempengaruhi kebijakan dan komitmen daerah.
Nampak hadir dalam rapat koordinasi itu sejumlah perwakilan dari kementerian/lembaga terkait, seperti Kementerian PPPA, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Keuangan, dan Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan. Sementara itu, hadir juga berbagai perwakilan dari pemerintah daerah DKI Jakarta, Kota Bekasi, dan Kabupaten Karawang.