KEMENKO PMK — Asisten Deputi Bidang Koordinasi Pemajuan Pelestarian Kebudayaan Kemenko PMK Jazziray Hartoyo menegaskan, para stakeholder harus menjaga budaya Indonesia, terlebih jika mendapatkan pengakuan Warisan Budaya Takbenda (WBTB) dari Intangible Cultural Heritagen (ICH) UNESCO.
“Jangan sampai sesudah mendapatkan pengakuan sebagai ICH UNESCO kemudian tidak dijaga. Karena ini kan sebuah pengakuan bahwa budaya yang kita miliki mempunyai special value yang sudah seharusnya dijaga agar bisa menjadi warisan untuk generasi kita” ungkapnya pada Rakor Pengusulan Warisan Budaya Takbenda Dunia dan Pemanfaatan Dana Abadi Kebudayaan secara virtual, Jumat (8/4).
Dalam proses pengajuan Reog sebagai WBTB, ia mengatakan, suatu budaya tidak harus hanya diklaim oleh satu negara, bisa saja diklaim juga oleh beberapa negara.
“Perlu sama-sama kita sampaikan adalah ketika diberi status sebagai warisan dunia bukan berarti hanya di klaim Indonesia saja, tapi ini juga merupakan tanggung jawab bersama untuk menjaganya,” ujar Jazziray.
Adapun dalam mengajukan sebuah hasil kebudayaan menjadi warisan budaya dunia ICH UNESCO ternyata bukan perkara singkat. Butuh bertahun-tahun persiapan dan penilaian hingga akhirnya ditetapkan sebagai warisan dunia, seperti Reog Ponorogo.
Indonesia sudah resmi mengajukan Reog sebagai warisan budaya takbenda (WBTB) ke UNESCO dengan mengirim dossier atau dokumen pada 18 Februari lalu. Namun dokumen tersebut ternyata disusun bukan dalam waktu semalam.
“Sementara WBTB di Indonesia ini kan banyak, total hingga 1528 WBTB yang sudah ditetapkan di akhir 2021 lalu. Nah ini, bagaimana kita mengupayakan ini agar bisa dilanjutkan lagi ke UNESCO,” ungkap Direktur Pindungan Kebudayaan Kemendikbudristek Irini Dewi Wanti.
Lanjut Irini, siklus penetapan WBTB menjadi warisan budaya dunia versi UNESCO bisa berjalan hingga 2 tahun.
“Bisa dibayangkan 1258 WBTB ini kalau ke UNESCO semua bisa berabad-abad baru selesai. Sampai 2021 kemarin, kita baru memiliki 12 WBTB yang telah ditetapkan UNESCO,” ujarnya.
Untuk menetapkan suatu budaya menjadi ICH UNESCO, setidaknya ada 25 langkah yang harus dilalui dalam proses pengusulan WBTB menjadi ICH UNESCO.
“Mulai dari penyiapan rencananya, kelengkapan berkas dan membentuk tim, data dukungnya misal film atau foto, dan ini bkn hal yang mudah. Kemudian kajian naskah akademiknya, membutuhkan waktu tenaga dan anggaran,” jelas Irini.
Adapun hingga 2021, ada 9 WBTB dari Pemerintah Daerah dan komunitas yang diusulkan menjadi ICH UNESCO. Diantarnya, Reog, Tempe, Jamu, Empek-Empek, Kolintang, Rendang, Babiola, Tenun Sumba dan Ulos.
“Belakangan tumbuh kesadaran dari masyarakat untuk pengusulan ini. Kemendikbud dan Dirjen kebudayaan akan memfasilitasi para pengusul yang datang dari berbagai daerah ini,” tandasnya.
Hadir dalam rapat tersebut Deputi Bidang Koordinasi Revolusi Mental, Pemajuan Kebudayaan, dan Prestasi Olahraga KPMK, Sekretaris Deputi Bidang Koordinasi Revolusi Mental, Pemajuan Kebudayaan, dan Prestasi Olahraga KMPK, Asisten Deputi Pemajuan dan Pelestarian Kebudayaan KPMK, Asisten Deputi Literasi, Inovasi, dan Kreativitas KPMK, Asisten Deputi Revolusi Mental KPMK, perwakilan Biro HUPOK KPMK, Biro Perencanaan dan Kerja Sama KPMK; Sekretaris Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktur Pelindungan Kebudayaan, dan Ketua Harian Komisi Nasional untuk UNESCO (KNIU), Kemendikbudristek.