Kawasan Pulau-pulau kecil terluar memiliki berbagai macam potensi sumberdaya yang dapat dijadikan sebagai modal dasar pembangunan untuk menciptakan kemandirian. Kawasan ini menyediakan berbagai sumber daya alam seperti sumber pangan lokal, perikanan, terumbu karang, mangrove, maupun keragaman genetik flora dan fauna. Pulau-pulau kecil juga memberikan potensi lain seperti lansekap keindahan alam yang dapat menggerakkan sector pariwisata alam dan bahari. Akan tetapi, berbagai potensi ini hanya akan menjadi potensi jika wilayah pulau-pulau kecil terluar ini tidak dikembangkan secara optimal.
Dibalik segala jenis potensi tersebut, terdapat berbagai tantangan yang dihadapi antara lain: (1) sarana dan prasarana layanan dasar; (2) jaringan telekomunikasi dan informatika; (3) ketersediaan sumber daya listrik dan bahan bakar untuk mendukung kegiatan ekonomi; (4) kapasitas SDM masyarakat dan aparatur desa dan (5) inovasi pengembangan potensi daerah.
Dalam langkah-langkah untuk meminimalisir kendala dan memaksimalkan potensi yang ada, kerjasama antar daerah dalam pengembangan ekonomi lokal merupakan langkah penting dan strategis. Upaya ini untuk memperkuat keterkaitan antar wilayah, meminimalkan kesenjangan daerah serta pengembangan kawasan berdasarkan komoditas. Berdasarkan hal tersebut, Kemenko PMK menyelenggarakan Rapat Koordinasi dan Sinkronisasi Kerjasama Antar Daerah untuk Pengembangan Inovasi Pengelolaan Potensi Ekonomi Lokal di Kawasan Pulau-Pulau Kecil Terluar. Dalam Rakor ini, Kemenko PMK mendorong kementerian/lembaga bersinergi dalam mendukung kerjasama antar daerah, peningkatan ekonomi dan kapasitas masyarakat serta mendukung pencapaian program Prioritas Nasional.
Rapat Koordinasi dipimpin oleh Asisten Deputi Pemberdayaan Kawasan dan Mobilitas Spasial Mustikorini Indrijatiningrum. Rakor membahas skema kerjasama antar daerah pengelolaan potensi ekonomi lokal yang dapat direplikasikan di pulau-pulau kecil terluar. “Kemitraan dan kolaborasi antar Pemerintahan dan stakeholder sangat penting dalam mengembangkan kawasan dan pemanfaatkan potensi lokal untuk menjadi produk unggulan yang berdaya saing,” kata Indri mengawali jalannya diskusi.
“Kemitraan melalui skema closed loop dapat menjadi alternative model kemitraan hulu-hilir yang melibatkan multistakeholder dan dikembangkan dalam ekosistem berbasis digital, teknis budidaya, system distribusi yang baik serta jaminan pasar dan adanya offtaker dengan tujuan meningkatkan produktifitas”, imbuhnya.
Pemateri Direktur Penyerasian Pembangunan Sarana dan Prasarana, Kementerian Desa dan PDTT, Sofyan Hanafi menyampaikan bahwa Kemendesa PDTT melalui Direktorat Jenderal Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal mengembangkan skema kerjasama peningkatan kapasitas kelembagaan ekonomi dan perekonomian masyarakat melalui pemanfaatan sumber daya perikanan antara Kabupaten Teluk Bintuni, Provinsi Papua Barat dengan Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah.
Banyak potensi sumberdaya alam Kab. Teluk Bintuni yang belum termanfaatkan antara lain produksi perikanan ikan manyung (ikan sembilan) yang hanya diambil gelembungnya, sedangkan daging ikannya dibuang. Sementara di Kab. Demak kekurangan bahan baku ikan manyung untuk olahan ikan asap. Kerjasama antar Daerah telah dijalin untuk memenuhi suply demand baik sumberdaya alam maupun sumber manusia. Inovasi produk olahan ikan dibantu oleh Kab. Demak, bahan baku disuply Kab.Teluk Bintuni. Kerjasama ini mewujudkan satu hubungan semacam desa kembar (sister village). Saat ini inovasi sudah semakin berkembang dengan olahan kepiting, udang dan ikan sembilan dikalengkan untuk memenuhi kebutuhan pasar.
Pemateri dari Institut Pertanian Bogor, Prof. Dr. Ir. Mochamad Hasjim Bintoro, M.Agr menyampaikan bahwa terdapat potensi kerjasama lainnya, antara lain pemanfaatan sagu. Dibawah tegakan pohon sagu terdapat keanekaragaman tanaman pangan lainnya yaitu pinang, pala, ubi jalar, cempedak, rumput teki, dan daun asam kecil, dan lain sebagainya. Sagu juga dapat diolah menjadi pati sagu dan gula cair. Pengolahan sagu ini telah dilakukan oleh masyarakat Mentawai dan Luwu dengan dukungan dari IPB. Menurut Bintoro banyak potensi di pulau-pulau terluar yang dapat dikembangkan dengan pola kemitraan antar Daerah dan memanfaatkan tol laut. Sebagai inovasi produk turunan, sagu dapat diolah menjadi soun/mie. Produk ini memiliki pangsa pasar yang luas.
Inovasi lainnya yaitu olahan kelapa dapat menjadi cocofuel sebagai alternatif sumber energi. Kajian untuk cocofuel ini sudah dilaksanakan. Pengembangan komoditas-komoditas diatas sangat baik apabila dikembangkan di Pulau-Pulau Kecil Terluar sehingga mandiri pangan dan energi. Hal ini dikemukakan oleh Utama Kajo, Dewan Kelapa Indonesia.
Menutup diskusi Asdep Indri menyampaikan bahwa upaya peningkatan pengelolaan potensi ekonomi lokal di kawasan pulau-pulau kecil terluar memerluan kolaborasi berbagai pihak, baik untuk pelaksanaan kegiatan, pemenuhan sarana dan prasarana, pendanaan maupun SDM dan kelembagaannya.
“Keberlanjutan kerjasama dalam pemberdayaan kawasan mengembangkan potensi lokal perlu dipersiapkan sumber daya manusianya. Peningkatan kapasitas SDM dapat dilakukan melalui pelatihan keterampilan dan transfer knowledge kepada masyarakat. Skema kerjasama antar Daerah yang telah berhasil diharapkan dapat direplikasikan pada Kabupaten yang memiliki Pulau-Pulau Kecil Terluar serta Program Penguatan Pemerintahan dan Pembangunan Desa dapat disinergikan untuk intervensinya,” ujar Asdep Indri mengakhiri diskusi.