Oleh : Asril (Asisten Deputi Pendidikan Vokasi dan Pendidikan Tinggi di Kemenko PMK)
Publik percaya, bahwa semakin tinggi jenjang pendidikan yang dilalui, akan semakin baik taraf kehidupannya nanti. Tuhan pun meninggikan derajat manusia yang beriman dan berilmu pengetahuan. Karena itu, banyak orang yang ingin menempuh pendidikan setinggi-tingginya, dan tentu saja melalui jenjang pendidikan tinggi. Dengan memiliki ijazah/gelar dari perguruan tinggi, seseorang bisa memperoleh derajat, pangkat, atau jabatan yang lebih tinggi. Hanya saja, karena keterbatasan kapasitas, banyak yang tidak bisa mendapatkan pendidikan tinggi.
Secara kuantitas, di Indonesia terdapat lebih dari 4 ribu perguruan tinggi. Bandingkan dengan negara China, disana jumlah perguruan tinggi tidak sampai 3 ribu. Tapi bila dilihat dari kapasitas, daya tampung perguruan tinggi di Indonesia hanya sekitar 1,8 juta mahasiswa baru, atau sekitar setengah dari jumlah lulusan pendidikan menengah atas dan sederajat. Menurut BPS, APK PT Indonesia pada tahun 2021 baru mencapai 31,18%. Artinya, jumlah mahasiswa hanya 31,18% dari jumlah penduduk yang masuk kelompok usia mahasiswa (18-24 tahun). Tingkat APK PT Indonesia itu merupakan yang terendah di ASEAN.
Pemerintah sangat menyadari pentingnya peran pendidikan dalam menciptakan SDM berkualitas. Negara pun sudah memberikan amanat melalui UU, baik itu UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU 14/2005 tentang Guru dan Dosen, serta UU 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi. Secara teknis, penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang pendidikan sekarang ini menjadi tugas dan tanggung jawab Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Dikbudristek). Di sisi lain, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) memiliki tugas untuk melakukan Koordinasi, Sinkronisasi dan Pengendalian kebijakan (KSP) yang terkait dengan pembangunan manusia dan kebudayaan. Tugas Kemenko PMK tersebut sangat luas dan tentunya cukup berat, karena KSP itu mencakup dari hulu (penyusunan perencanaan kebijakan) sampai ke hilir (kemanfaatannya bagi masyarakat dan negara). Terdapat 7 Kementerian yang dikoordinasikan oleh Kemenko PMK, 2 diantaranya merupakan kementerian besar yang mendapat mandat dari negara untuk mengelola 25% dana APBN dan APBD. Dengan tugas demikian, sepantasnya Kemenko PMK memiliki SDM yang lebih berkualitas dibandingkan dengan di tempat lain serta didukung pula dengan anggaran yang memadai.
Upaya membangun SDM Indonesia yang berkualitas hanya dapat dilakukan melalui Pendidikan maupun pelatihan. Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2022 yang baru saja diterbitkan, disusun oleh Menko PMK atas arahan Presiden Joko Widodo dalam rangka merevitalisasi pendidikan dan pelatihan vokasi. Kemenko PMK juga sedang menuntaskan penyusunan kebijakan penataan perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh kementerian selain Kementerian Dikbudristek dan Kementerian Agama. Terkait dengan itu, Kemenko PMK sebelumnya juga telah mendukung dan mendorong penyusunan sampai diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2022 tentang Perubahan atas PP 48/2008 tentang Pendanaan Pendidikan. PP ini mengubah kewenangan kementerian dalam penentuan alokasi anggaran pendidikan yang terdapat di APBN maupun APBD. Menko PMK juga ditugaskan oleh Presiden untuk mengoordinasikan perubahan tata kelola dana abadi pendidikan dimana Menko PMK sebagai Ketua Dewan Penyantun, yang kemudian ditetapkan menjadi Peraturan Presiden Nomor 111 Tahun 2021. Tentu bukan hanya itu yang telah dan sedang dilakukan oleh Kemenko PMK, masih banyak lagi yang lainnya.
Perpres 68/2022 merupakan upaya pemerintah untuk mempercepat dan memperluas penciptaan SDM Indonesia yang kompeten dan berdaya saing menghadapi tantangan global. Kebijakan baru dan signifikan dalam Perpres itu adalah menugaskan Menteri Ketenagakerjaan untuk menjadi penanggungjawab penyelenggaraan Pelatihan Vokasi dan Menteri Dikbudristek bertanggungjawab dalam urusan Pendidikan Vokasi yang mencakup juga SMK. Kebijakan ini semula mendapat tentangan besar karena dianggap bertentangan dengan UU 20/2003 yang masih berlaku saat ini. Sebelumnya, urusan pelatihan juga ditangani oleh Kementerian Dikbudristek karena pelatihan merupakan jalur pendidikan nonformal. Namun, pemerintah sedang menyusun Rancangan Undang-Undang yang akan mengubah UU 20/2003 tersebut. Paradigma lainnya yang diusung dalam Perpres 68/2022 adalah menjadikan kebutuhan dunia usaha dan dunia kerja sebagai acuan dan rujukan dalam penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan vokasi. Hal itu dimaksudkan untuk menjamin bahwa lulusan pendidikan dan pelatihan vokasi betul-betul mampu menjadi wirausahawan ataupun menjadi pekerja yang dibutuhkan oleh dunia usaha dan dunia industri, bukan lagi sebagai penyumbang terbesar angka pengangguran. Perpres ini juga memerintahkan dibentuknya Tim Koordinasi Nasional dengan Ketua Pengarahnya Menko PMK, untuk memastikan bahwa pendidikan dan pelatihan vokasi diselenggarakan sesuai dengan ketentuan di Perpres 68/2022 tersebut.
Penugasan Presiden Joko Widodo kepada Menko PMK untuk menuntaskan penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Perguruan Tinggi oleh Kementerian Lain dan Lembaga Pemerintah Nonkementerian (RPP PTKL) dimaksudkan untuk memperbaiki tata kelola pendidikan tinggi khususnya yang diselenggarakan oleh kementerian selain Kementerian Dikbudristek dan Kementerian Agama. Penyelenggaraan PTKL di satu sisi bisa dikatakan “mengambil” tugas yang melekat di Kementerian Dikbudristek. Namun di sisi lain, ada PTKL yang sudah berdiri sejak lama sebelum ada Kementerian Dikbudristek. Beberapa PTKL dalam bidang vokasi didirikan sebagai tindak lanjut arahan Presiden Joko Widodo saat itu, sebagai upaya untuk segera menyediakan SDM dengan kompetensi spesifik dalam jumlah besar yang dibutuhkan oleh sektor tertentu.
Sebagai Kementerian Koordinator yang punya tugas dan tanggung jawab lintas sektor, Kemenko PMK sangat mendukung upaya peningkatan kualitas penyelenggaraan pendidikan tinggi, baik yang diselenggarakan oleh Kementerian Dikbudristek, Kementerian Agama, maupun oleh kementerian lain. Rendahnya APK PT perlu diatasi dengan menambah daya tampung secara terencana. Kemenko PMK mendorong dan mendukung Kementerian Dikbudristek untuk memastikan bahwa penyelenggaraan pendidikan tinggi oleh semua pihak dilaksanakan sesuai dengan Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) yang ditetapkan oleh pemerintah. Perguruan tinggi abal-abal atau sekedar menjadi penjual ijazah/gelar, harus ditertibkan karena bukan hanya melanggar norma dan etika tetapi juga dapat merusak moral bangsa.
Ada hal lain yang juga menjadi tugas besar Kemenko PMK dari Presiden Joko Widodo, yaitu program KIP (Kartu Indonesia Pintar) Kuliah. Pada 2019 lalu, Presiden telah mencetuskan program KIP Kuliah (bersama program Kartu Pra Kerja) sebagai bagian dari upaya meningkatkan kualitas SDM Indonesia sekaligus upaya pengentasan kemiskinan. Melalui KIP Kuliah, anak-anak dari keluarga miskin disediakan beasiswa yang mencakup biaya hidup dan uang kuliah untuk mengikuti pendidikan di perguruan tinggi yang berkualitas sampai mereka lulus, tanpa menomor satukan prestasi akademiknya. Sangat mungkin anak-anak dari keluarga miskin itu tidak punya prestasi akademik bahkan tidak pernah bermimpi bisa kuliah. Presiden menargetkan setiap tahun sebanyak 400 ribu anak miskin diberikan KIP Kuliah. Anak-anak itu akan diarahkan untuk mengikuti program pendidikan vokasi. Dengan demikian, setelah lulus kuliah anak-anak itu berpeluang menjadi pemutus mata rantai kemiskinan di keluarganya. Dan pada akhirnya, kualitas manusia khususnya dari keluarga miskin itu akan terangkat dan dapat keluar dari kemiskinan. Pada tahun 2019 itu, melalui koordinasi oleh Kemenko PMK, telah berhasil dialokasikan anggaran KIP Kuliah untuk tahun 2020 bagi 400 ribu calon mahasiswa dari keluarga miskin. Sayangnya, program ini tidak berjalan mulus, terutama karena perubahan lembaga kementerian.
Keterbatasan daya tampung pendidikan vokasi saat itu yang bisa menjadi kendala program KIP Kuliah, telah pula dipikirkan solusinya. Proporsi daya tampung pendidikan tinggi vokasi sampai saat ini belum sampai 10% dari keseluruhan daya tampung perguruan tinggi. Di tahun 2019 itu, telah direncanakan penambahan kapasitas pendidikan vokasi dengan membangun 500 Politeknik baru selama 5 tahun. Konsep ini bagian dari program revitalisasi pendidikan vokasi yang dimulai awal 2015 oleh Menko PMK bersama Menko Perekonomian. Politeknik-Politeknik tersebut akan dibangun di pusat-pusat pembangunan industri dan kawasan ekonomi khusus untuk menjamin suplai SDM bagi pembangunan di kawasan tersebut sekaligus tersedianya lapangan kerja bagi lulusan pendidikan vokasi dimaksud. Perkiraan kebutuhan anggarannya pun telah dibuat waktu itu. Namun upaya pembangunan SDM melalui pendidikan vokasi yang terintegrasi dengan program KIP Kuliah terbentur dengan adanya perubahan kementerian dalam kabinet di akhir 2019.
Terbitnya sejumlah regulasi, khususnya Perpres 68/2022, bisa menjadi momentum dalam upaya membangun SDM Indonesia yang berkualitas, terutama melalui Pendidikan dan Pelatihan Vokasi. Upaya menciptakan SDM Unggul harus digenjot dalam rangka menyiapkan bonus demograsi dan menyongsong era Indonesia Emas 2045. Kemenko PMK yang menjadi penentu di dalam proses itu.