Moderasi Beragama Menjadi Kunci Menangkal Gelombang Ekstremisme

KEMENKO PMK -- Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama Kemenko PMK Warsito menghadiri kegiatan “Program Kemitraan Kementerian Agama dengan Komisi VIII DPR RI” dengan tema “Penguatan Kurikulum Sekolah Tinggi Khonghucu Indonesia (STIKIN)” yang digelar pada Selasa (12/6) di Kampus STIKIN Purwokerto, Kabupaten Banyumas.

Kegiatan ini dihadiri oleh sejumlah perwakilan dari kementerian dan lembaga, antara lain Kepala Pusat Bimbingan dan Pendidikan Khonghucu Kementerian Agama Susari, Komisi VIII DPR RI Muhammad Fauzan Nurhuda Yusro, Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Banyumas Ibnu Asaddudin, Rektor Universitas Islam Negeri Saifuddin Zuhri Purwokerto Mohammad Roqib, serta Staf Khusus Menteri Agama dan Dewan Pengawas BPKH Ishfah Abidal Aziz.

Dihadapan para pengurus sekolah lintas lembaga itu, Warsito menyampaikan gagasan besar mengenai konsep moderasi beragama yang menjadi suatu keniscayaan dan harus dipegang oleh setiap anak bangsa. Hal ini sejalan dengan pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Rapat Koordinasi Nasional Forum Kerukunan Umat Beragama tahun 2020, dimana pada kesempatan itu, Presiden Jokowi mengatakan moderasi beragama merupakan pilihan tepat dan selaras dengan jiwa Pancasila di tengah gelombang ekstremisme di berbagai belahan dunia.

“Pelaksanaan moderasi beragama sudah menjadi pilihan bangsa Indonesia, untuk melaksanakan ibadahnya sesuai keyakinan dan kepercayaan masing-masing. Seluruh agama dan pemeluk kepercayaan sudah difasilitasi oleh negara, sesuai dengan porsi masing-masing. Keadilan bukan berarti sama rata, tetapi proporsional dengan kebutuhan dan kemampuan nya masing-masing,” ujar Warsito saat memberikan sambutan.

Warsito juga turut memaparkan gambaran tentang dasar hukum pelaksanaan moderasi beragama dan arah kebijakannya yang tertera dalam RPJMN tahun 2020-2024. Dimana salah satu diantaranya adalah penguatan moderasi beragama dalam bidang pendidikan melalui penanaman nilai-nilai agama, pendidikan formal dan non-formal, pendidikan masyarakat (informal), pendidik, serta pengelolaan pendidikan dan bahan ajar.

Menurut Warsito penguatan moderasi beragama dalam pendidikan diperlukan untuk menghasilkan mahasiswa sebagai pelaku moderasi melalui interaksi sosial yang dapat diwujudkan dalam lingkungan sekolah, rumah dan keseharian. Moderasi beragama juga diharapkan dapat mewujudkan pemahaman dan implementasi mahasiswa terhadap sembilan konsep kunci moderasi agama yang di antaranya adil, berimbang, menjunjung tinggi nilai luhur kemanusiaan, menjaga kemaslahatan dan kesejahteraan umum, menaati kesepakatan bersama dan taat konstitusi,komitmen kebangsaan, toleransi, serta anti terhadap kekerasan dan penerimaan terhadap tradisi.

Warsito berharap melalui penguatan terhadap pengamalan moderasi beragama dapat mencegah dan menuntaskan tiga dosa besar dalam sistem pendidikan saat ini, yakni intoleransi, perundungan, dan pelecehan seksual di lingkungan pendidikan. 

Menutup sambutannya, Warsito menyampaikan beberapa rekomendasi langkah penguatan moderasi beragama dalam pendidikan yang berisi perluasan susbstandi moderasi beragama dalam kurikulum pendidikan, pengembangan wawasan multikultural dan multireligius yang aplikatif serta inheren dengan merdeka belajar, perluasan dialog antar umat beragama. Selain itu, disampaikan juga upaya dalam melibatkan satuan pendidikan dalam kegiatan lintas budaya/agama, peningkatan pemahaman dan pengamalan para tokoh, pendidik, serta pengurus sebagai agen perubahan praktIk beragama yang moderat.

Reporter : Serevinna Dewita

Kontributor Foto:
Editor :
Reporter: