Pemerintah Percepat Kepemilikan Akta Lahir Untuk Wilayah 3T dan Kelompok Marjinal

Jakarta (10/3) -- Setiap anak berhak untuk memiliki identitas diri dan status kewarganegaraan. Hak atas identitas merupakan bentuk pengakuan negara terhadap keberadaan seseorang di depan hukum. 

Salah satu bentuk identitas  warga negara untuk seorang anak adalah akta kelahiran. Percepatan pemenuhan akta kelahiran menjadi salah satu program prioritas nasional pemerintah. 

Saat ini cakupan pencatatan sipil akta kelahiran sudah cukup tinggi. Target yang ditetapkan pemerintah dalam pencatatan sipil akta kelahiran dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) adalah 85%. 

Target tersebut pun sudah terpenuhi dalam lima tahun terakhir pencatatan. Untuk tahun pencatatan terakhir sendiri yaitu tahun 2019 diketahui cakupan pencatatan akta kelahiran sudah mencapai 91,32%. 

Meskipun sudah melampaui target, tetapi sebagian anak-anak Indonesia masih ada yang belum memiliki akta kelahiran tersebut. Sebagian besar anak-anak Indonesia yang belum tercatat dalam pencatatan sipil adalah di wilayah 3T (wilayah terdepan, tertinggal, dan terluar). Selain itu anak-anak dari kelompok marjinal juga masih banyak yang belum tercatat dalam catatan sipil.

Menurut Deputi Bidang Koordinasi Perlindungan Perempuan dan Anak Kemenko PMK Ghafur Dharmaputra, pemerintah peelu mensiasati kekurangan tersebut agar pencatatan sipil bisa terpenuhi untuk seluruh masyarakat Indonesia.

"Memang berdasarkan data kita sudah melampaui target. Tapi kalau dilihat wiliayah 3T, Indonesia Timur, Papua, Maluku, NTT masih banyak belum terpenuhi. Jadi bagaimana kita mensiasatinya. Dan ini langkah awal pemenuhan hak anak," jelas Ghafur dalam Rapat Koordinasi Percepatan Kepemilikan Akta Kelahiran di Kantor Kemenko PMK, Selasa (10/3).

Ghafur menjelaskan, ada beberapa hambatan besar dalam pencatatan sipil di wilayah 3T dan kelompok marjinal, yaitu: kondisi geografis, adat istiadat, lokasi pelayanan akta kelahiran yang jauh, kurangnya pemahaman masyarakat akan akta kelahiran, dan latar belakang status perkawinan. Hal tersebut menurutnya sangat merugikan anak dalam berbagai aspek kehidupan

"Mulai dari pendidikan akan sulit, apalagi kalau dia ingin mendapatkan fasilitas kartu Indonesia Pintar. Kalau tidak punya akta juga tidak akan mendapat jaminan sosial. Apalagi anak jalanan. Sehingga mereka sangat rentan sekali, Maka dari itu pemerintah akan mengusahakan solusi percepatan akta kelahiran di wilayah 3T dan kelompok marjinal," terangnya.

Kepala Sub Direktorat Fasilitasi Pencatatan Kelahiran dan Kematian Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Sakaria menyampaikan strategi dan inovasi yang dilakukan pihaknya dalam meningkatkan cakupan kepemilikan akta kelahiran anak di daerah 3T dan kelompok masyarakat marjinal.

"Pertama yaitu pemberlakuan Surat Pernyataan Tanggung Jawab Mutlak (SPTJM) untuk pernikahan yang tidak lengkap persyaratannya; Kedua mendekatkan tempat pelayanan kepada penduduk dengam melaksanakan pelayanan keliling/jemput bola (Jebol); Ketiga melibatkan instansi dan pemangku kepentingan setempat; Keempat pencatatan kelahiran secara online," terang Sakaria.

Deputi Ghafur mengarahkan, perlu kerja sama yang kuat antara Kementerian/Lembaga dan Non Gonverment Organization (NGO) yang memerhatikan hak anak untuk mensukseskan percepatan pemenuhan akta kelahiran.

Sosialisasi program-program percepatan akta kelahiran. Ghafur juga meminta agar pihak Kemendagri membuat pilot project di papua dan papua barat untuk kegiatan percepatan pembuatan akte kelahiran. 

"Selain itu, perlu kerja sama dengan Kominfo khususnya mengatasi jaringan di wilayah 3T. Salah satunya seperti menggunakan SMS Blast untuk mensosialsasikan manfaat akte kelahiran ini," pungkas Ghafur.

Turut hadir dalam rakor Asisten Deputi Perlindungan Anak pada Kedeputian Bidang Koordinasi Perlindungan Perempuan dan Anak Kemenko PMK Marwan Syaukani, perwakilan Kemendagri, perwakilan KPPPA, perwakilan Kemenkumham, perwakilan Kemkominfo, dan perwakilan NGO yang memerhatikan permasalahan anak.

Kontributor Foto:
Reporter: