Pemerintah Segera Daftarkan SNI Aksara Pegon, Kawi dan Lampung

KEMENKO PMK -- Bahasa daerah di Indonesia berdasarkan informasi dari Kemendikbudristek berjumlah 718 yang tersebar dan sebagian besar berada di Papua, Maluku, dan Nusa Tenggara menjadikan Indonesia sebagai 10 negara dengan bahasa daerah terbanyak di dunia.

Kondisi ini menjadi sebuah ironi bagi kita semua, bahwa fakta di lapangan menunjukkan bahwa banyak bahasa daerah terancam punah karena penuturnya semakin sedikit dan upaya pelestariannya sangat kurang.

Hal ini juga sejalan dengan kondisi aksara daerah di Indonesia. Potret aksara daerah yang terdaftar di dalam UNICODE dan telah terdigitalisasi secara terbatas baru hanya 7 aksara daerah, yakni aksara Jawa, Bali, Sunda, Batak, Bugis, Makassar, dan Rejang. Tujuh aksara ini baru dalam kategori Limited Uses pada UNICODE.

Sementara, untuk saat ini baru tiga aksara yang terdaftar Standar Nasional Indonesia (SNI), yakni aksara Jawa, Sunda, dan Bali. Ketiganya telah terdaftar dan diakui resmi sebagai aksara digital dengan terbitnya SK Kepala Badan Standar Nasional (BSN) dan ditetapkan SNI.

Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) terus berusaha untuk melestarikan aksara daerah dengan berupaya mendaftarkan di Badan Standar Nasional (BSN) dan mendapatkan SNI.

Kali ini Kemenko PMK bersama Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI) akan mengajukan Aksara Pegon, Aksara Kawi, dan Aksara Lampung untuk didaftarkan ke BSN. Hal ini dibahas dalam Rapat Koordinasi Pengusulan Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) Aksara Pegon, Aksara Kawi, Aksara Lampung, pada Rabu (28/9/2022).

Diketahui, Aksara Pegon telah digunakan, sejak abad 15. Aksara ini telah berkembang pesat dalam pengembangan agama islam. Penggunaannya juga masih dalam pembelajaran bahasa arab, dan di pendidikan islam. seperti Pondok Pesantren.

Aksara Kawi merupakan aksara induk yang sudah digunakan dalam kurun waktu yang sangat lama, pun digunakan di banyak daerah di Nusantara seperti Sumatera, Jawa, Bali dan Sulawesi. 

Aksara Lampung telah ada sejak abad 17. Aksara dari Bahasa Lampung ini masih digunakan untuk komunikasi dan pergaulan sehari-hari oleh masyarakat asli Lampung.

Asisten Deputi Bidang Koordinasi Literasi, Inovasi, dan Kreativitas Kemenko PMK Molly Prabawaty menyatakan, supaya tiga aksara tersebut tetap lestari dan tidak hilang dimakan zaman, maka pengupayaan SNI harus dilakukan. Menurut dia, dengan adanya SNI, upaya untuk pelestarian dan pendesiminasian aksara daerah bisa lebih mudah.

"Aksara daerah merupakan representasi identitas kultural. Di mana bukan hanya sebagai media komunikasi, namun menjadi bagian dari nilai-nilai dan ekspresi masyarakat yang menunjukkan kearifan lokal gagasan besar masyarakat di masa itu yang menjadi warisan dan penanda kebesaran daerah-daerah di Indonesia kala itu," ujar Molly.

Rapat Koordinasi dihadiri oleh Wakil Ketua PANDI Heru Nugroho, perwakilan Kementerian Agama, Kemendikbudristek, Kemenkominfo, BRIN, BSN, dan Pemprov Lampung.

Asdep Molly meminta agar Kementerian dan Lembaga terkait segera merampungkan berkas Rencana Standar Nasional Indonesia (RSNI) dan juga bersinergi dengan pemerintah daerah dalam penyusunannya.
  
"Outcomenya nanti RSNI atas Aksara Pegon, Kawi, Lampung, supaya dapat difinalkan dan diajukan ke BSN sesuai peraturan yang berlaku," ucapnya.

Selain itu, Molly berharap, pendesiminasian Aksara Pegon, Kawi, dan Lampung bisa dilakukan oleh Kementerian dan Lembaga berkoordinasi dan bersinergi  juga dengan pemerintah daerah terkait.

Molly juga meminta agar pemerintah daerah memberikan dukungan sumber daya dan fasiltasi lain yang terkait dengan PP Nomor 57 Tahun 2014 tentang Pengembangan, Pembinaan, dan Pelindungan Bahasa dan Sastra serta Peningkatan Fungsi Bahasa Indonesia.

"Serta memfasilitasi kegiatan pengembangan dan pemanfaatan kebudayaan dalam hal ini Objek Pemajuan Kebudayaan, khususnya Bahasa, Aksara dan Sastra Daerah sesuai PP Nomor 87 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan," ujar Molly.  (*)

Kontributor Foto:
Reporter: