Jakarta (31/3) -- Presiden Joko Widodo telah memutuskan dalam Rapat Kabinet atas opsi penggunaan istilah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). PSBB sendiri ditetapkan oleh Menteri Kesehatan berkoordinasi dengan Kepala Gugus Tugas Covid-19 bersama Kepala Daerah daerah atas dasar hukum Undang-Undang No. 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Pemerintah pun sudah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang PSBB dan Keputusan Presiden (Keppres) Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat untuk melaksanakan amanat undang-undang tersebut. Dengan terbitnya PP itu, para kepala daerah diminta untuk tidak membuat kebijakan sendiri-sendiri yang tidak terkoordinasi.
Semua kebijakan di daerah harus sesuai dengan peraturan, berada dalam koridor UU dan PP serta Keppres tersebut. Polri juga dapat mengambil langkah-langkah penegakan hukum yang terukur dan sesuai UU agar PSBB dapat berlaku secara efektif dan mencapai tujuan mencegah meluasnya wabah Covid-19.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy dalam rapat koordinasi bersama para menteri dan sejumlah gubernur menyebut, penggunaan istilah PSBB diharapkan dapat mempercepat penanganan Covid-19 sebab lebih terkoordinasi dan terdapat kesamaan dari setiap daerah.
"Penggunaan istilah-istilah agar dipahami bersama. Jangan sampai kita tidak tahu dan istilah itu malah menimbulkan kekisruhan. Tidak ada lockdown, yang jelas ada Pembatasan Sosial Berskala Besar karena itulah yang diamanatkan Undang-Undang," ujarnya saat memimpin rapat tersebut melalui video conference di Jakarta, Selasa (31/3).
Kesepakatan penggunaan istilah PSBB juga sekaligus menyikapi situasi darurat penyebaran Covid-19 yang kian meluas dan hampir merata di berbagai wilayah di Indonesia. Merujuk data covid19.go.id, per-30 Maret 2020, jumlah penderita positif Covid-19 mencapai 1.414 dengan jumlah pasien sembuh 75 orang dan meninggal 122 orang.
Upaya pencegahan penyebaran Covid-19 juga dilakukan dengan mengintegrasikan data dari setiap daerah melalui sistem pengawasan, penelusuran, dan pelacakan. Data-data tersebut kemudian dihimpun dalam satu aplikasi PeduliLindungi guna memperoleh peta besar dan utuh tentang kejadian Covid-19 di Indonesia.
Dengan metode tersebut, pemerintah mampu bekerja secara lebih sistematis dan terfokus untuk menekan laju penyebaran Covid-19.
"Dengan Pak Mensos saya sudah ingatkan pesan Pak Presiden bahwa yang diperhatikan betul adalah orang yang tinggal di Jakarta tapi bukan penduduk Jakarta. Karena mereka berada di luar sistem jaminan sosial yang ada saat ini, maka harus dipastikan mereka bisa mendapatkan bantuan agar semata-mata upaya ini bisa membendung mengalirnya orang keluar dari Jakarta," kata Muhadjir.
Sejurus dengan Menko Polhukam Mahfud MD terkait kebijakan mudik yang hingga kini masih belum diputuskan. Namun PSBB setidaknya adalah salah satu cara pembatasan pergerakan masyarakat dalam kedaruratan kesehatan yang bisa diimplementasikan dalam berbagai bentuk seperti belajar dari rumah dan saling menjaga jarak (social distancing).
Sedangkan Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengungkap hasil diskusi dengan Presiden bahwa Kepala Negara sangat memperhatikan nasib warga miskin.
"Beliau concern dengan warga miskin, jangan sampai keteteran tidak diurus. Presiden tidak ingin membuat keputusan jika warga miskin terdampak serius," tandas Luhut.
Pada kesempatan rapat tersebut, Menko Perekonomian turut menjabarkan beberapa hal mengenai skenario pemerintah mengatasi dampak ekonomi akibat Covid-19. Hadir Menteri Sosial, Mendes PDTT, Sestama BNPB, Plt Sekjen Kemendagri, Panglima TNI, serta para gubernur yakni Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Jawa Barat, Gubernur Jawa Tengah, Gubernur Jawa Timur, Gubernur DI Yogyakarta, dan Sekda Provinsi Banten.
Lebih lanjut, pemerintah pusat dan daerah akan segera mengimplementasikan instruksi serta arahan Presiden terutama terkait penerapan penggunaan istilah PSBB yang telah disepakati bersama. (*)