Penguatan Akses Keberlanjutan Oksigen Medis di Indonesia

Kembali ke kasus merebaknya Covid-19 varian Delta pada tahun 2021 lalu, terjadi lonjakan pasien yang dirawat di rumah sakit. Hal ini menyebabkan keterbatasan pasokan oksigen medis, karena setidaknya, dibutuhkan oksigen hingga 2.000 ton per harinya.

Pembelajaran yang dapat diambil dari kasus tersebut adalah diperlukannya pembenahan dalam manajemen oksigen Indonesia, mulai dari industri, perencanaan, hingga pelayanan agar lebih siap untuk menghadapi pandemi atau fenomena bencana non alam lainnya. 

Tahun 2022 lalu, muncul suatu gagasan dari Muhammadiyah Disaster Management Center, bermitra dengan PATH, dengan didukung oleh Pusat Krisis Kesehatan Kemenkes dan Satgas Covid-19, untuk memperkuat akses keberlanjutan oksigen medis di Indonesia. MDMC kemudian mengemas gagasan ini menjadi sebuah program yang dikenal sebagai Program _Sustainable Access to Medical Oxygen _(SAM O2). 

Hadir menutup Program SAM-O2 yang diselenggarakan oleh Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) atau Lembaga Resiliensi Bencana Muhammadiyah di Gedung Dakwah Muhammadiyah Menteng, Jakarta, Asisten Deputi Kedaruratan dan Manajemen Pasca Bencana Kemenko PMK Nelwan Harahap menyampaikan rencana aksi penguatan akses oksigen medis di Indonesia.

Mengawali paparannya, menurut Nelwan, Pemerintah perlu mengambil tindakan yang lebih antisipatif dan meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi outbreak di masa yang akan datang salah satunya dengan menjamin akses oksigen medis yang berkelanjutan, bahkan berkemajuan, dari segi kualitas yang lebih baik dan keterjangkauan yang lebih mudah. 

Diperlukan juga penguatan regulasi, sistem, dan rencana kesiapsiagaan diperlukan dalam meningkatkan, mengelola, dan mempertahankan suplai logistik kesehatan, dalam hal ini oksigen medis.

“Selanjutnya penguatan regulasi sistem dan rencana kesiapsiagaan diperlukan dalam pengelolaan. Ke depan, kita bisa berdiskusi dengan Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian dan Pusat Krisis Kesehatan, untuk mendorong oksigen medis sebagai bahan pokok penting. Dengan demikian, ada garansi bagi pelaku-pelaku kemanusiaan, pelaku-pelaku kesehatan dan pasien untuk mendapatkannya secara mudah dan cepat”, tegas Nelwan.

Dari kajian-kajian yang dilakukan, telah tercapai output berupa Peta Jalur Akses Oksigen berkelanjutan dan Pedoman Rantai Pasok Oksigen, kesadaran komponen pemerintah, lembaga masyarakat dan dunia usaha yang bergerak di bidang kesehatan dan industri akan pentingnya oksigen medis di fase darurat bencana, dan komitmen bersama berbagai pihak dalam mengimplementasikan Peta Jalur Akses Oksigen berkelanjutan dan Pedoman Rantai Pasok Oksigen.

“Saat ini Indonesia sedang dilanda fenomena El Nino. Bisa dipastikan, untuk beberapa bulan yang akan datang, akan terjadi kebakaran hutan dan lahan. Indonesia memiliki 10 wilayah potensial dengan ancaman kebakaran hutan cukup besar. Kita harus antisipasi jika terjadi kebakaran hutan dan lahan, karena akan terjadi bencana asap. Ini akan mengganggu aktivitas masyarakat, baik di ruang publik, maupun di tempat-tempat bekerja. Oksigen menjadi salah satu hal yang perlu disiapkan saat ini”, tutur Nelwan. 

Nelwan mengapresiasi MDMC dan para pihak yang mendukung Program SAM O2 Indonesia ini, termasuk PATH, yang dalam kegiatan ini merupakan mitra MDMC. 

Ke depan, Kemenko PMK akan terus mengawal keberlanjutan dari program ini, sehingga program ini akan dijadikan sebagai salah satu instrumen di dalam implementasi anticipatory action plan dalam penanggulangan bencana. 

Dalam pertemuan ini, Nelwan meminta Kementerian Kesehatan dan Kementerian Perindustrian agar menjadikan peta jalan dan rantai pasok oksigen medis di masa darurat ini sebagai salah satu dokumen pedoman dalam penanganan kondisi darurat yang memerlukan tambahan kebutuhan oksigen medis. Ia juga meminta Kementerian Kesehatan agar membantu mensosialisasikan hasil Program SAM O2 ke rumah sakit dan fasilitas kesehatan di daerah.

Hadir pula dalam acara ini perwakilan Kemenkes, Kemenperin, BNPB, PATH, Médecins Sans Frontières (MSF), UN World Food Programme (WFP), Humanitarian Forum Indonesia, Asosiasi Instalasi Gas Medik Indonesia, dan Samator.

Kontributor Foto:
Reporter: