Perkuat Pelaksanaan Program KB dan Kesehatan Reproduksi

Jakarta (31/1) -- Program Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KB-KR) masuk sebagai salah satu kegiatan prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Khususnya, hal tersebut menyangkut kesehatan ibu dan anak.

Beberapa isu strategis yang menjadi perhatian pemerintah ialah mengenai turunnya penggunaan kontrasepsi modern, kebutuhan ber-KB yang tidak dapat terlayani (unmeet need), disparitas antarwilayah, serta tingginya peserta KB yang putus pakai.

Menurut data Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), penggunaan kontrasepsi modern (amenore laktasi) baru mencapai 13% dari target sekira 70%. Penyebabnya, lantaran ketidaktahuan masyarakat tentang penggunaan dan manfaat metode kontrasepsi modern.

Pun demikian, penggunaan kontrasepsi modern terbilang homogen dengan disparitas yang tidak terlalu tinggi yakni berkisar 40-60%. Sebaliknya, penggunaan kontrasepsi tradisional justru lebih banyak di kota besar dengan tingkat pendidikan tinggi seperti Jakarta dan Yogyakarta.

Asisten Deputi Kependudukan dan Keluarga Berencana Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Imam Pasli mengatakan bahwa pemerintah akan terus mendorong penguatan pelaksanaan program KB-KR dengan cara meningkatkan cakupan dan  kualitas layanan KB.

"Untuk menurunkan angka unmeet need dan drop out, misalnya, pihak-pihak terkait seperti BKKBN dan Kementerian Kesehatan akan kami dorong untuk dapat saling bekerja sama termasuk dengan organisasi profesi," ujarnya saat memimpin Rapat Koordinasi Penguatan KB-KR di Kantor Kemenko PMK, Jakarta.

Tidak hanya itu, BKKBN maupun Kemenkes juga harus mendukung peningkatan kapasitas tenaga kesehatan terutama yang ada di faskes dan RS pemerintah. Tidak sedikit calon pengguna alat kontrasepsi memilih ber-KB di swasta lantaran fasilitas pelayanan yang diberikan lebih baik.

"Sebab itu kita juga akan menambah pilihan metode dan layanan KB untuk menjaga keberlangsungan kepesertaan KB yang sudah ada," tukasnya.

Mengenai angka persentase kebutuhan ber-KB yang tidak terlayani sebanyak 28,6%, Kepala Bagian Perencanaan Anggaran BKKBN Irma Ardiana mengungkapkan pihaknya telah mencanangkan percepatan penurunan unmeet need di 100 kabupaten/kota.

Di samping juga, menyediakan alat kontrasepsi serta memberikan perhatian khusus bagi peserta KB non-MKJP. Pasalnya, walaupun persentasi MKJP tinggi tapi unmeet need, KB putus pakai, dan TFR masih tinggi.

"Yang tidak kalah penting, kita juga harus mendorong bidan praktik mandiri untuk berjejaring dengan faskes dan membahas KB dalam mekanisme JKN secara lintas sektoral," pungkasnya.

Rapat yang dibuka oleh Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesehatan Kemenko PMK Agus Suprapto itu dihadiri oleh perwakilan kementerian/lembaga seperti BKKBN, Kemenkes, Kemendagri, dan Bappenas.