Standarisasi Kompetensi Pendamping untuk Pembangunan yang Lebih Efektif dan Terukur

KEMENKO PMK – Deputi Bidang Koordinasi Pemerataan Pembangunan Wilayah dan Penanggulangan Bencana Kemenko PMK, Sudirman, pagi ini Kamis (23/2) hadir secara daring dan memberikan pengantar diskusi dalam acara Lokakarya Nasional Uji Publik Rancangan Peraturan Presiden Tentang Penguatan Pendampingan Pembangunan, di Jakarta.

Tujuan dari lokakarya ini untuk mendapatkan masukan dari Pemerintah Daerah: Gubernur, Bupati, Asosiasi/APDESI-APEKSI, Kepala Desa tentang kebutuhan pendampingan sebelum pengesahan Perpres; memberikan pemahaman tentang latar belakang lahirnya RPerpres serta muatannya; memberikan informasi tentang dampak dari pemberlakuan RPerpres; memberikan masukan kepada Pemangku Kepentingan tentang hal-hal penting yang harus dipersiapkan oleh Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah dan Asosiasi untuk dapat secara maksimal terlibat dalam pendampingan pembangunan sesuai harapan Rperpres.

Dalam pengantarnya, Deputi Sudirman mengatakan bahwa dalam upaya percepatan pembangunan di Indonesia, pendamping memiliki peran penting yaitu sebagai pemandu atau fasilitator dalam pelaksanaan program kegiatan.  Berbagai program pembangunan telah menempatkan pendamping di masyarakat. Pendamping sebagai salah satu kunci keberhasilan dalam peningkatan kapasitas dan kesejahteraan masyarakat di berbagai wilayah. Peran pendampingan tidak dapat dilepaskan dari upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara merata.

“Berdasarkan data tahun 2020, tenaga pendamping dan penyuluh yang berada di desa secara keseluruhan jumlahnya sebanyak ± 300 ribu orang. Jumlah ini tentunya berubah secara dinamis dari tahun ke tahun” ujar Deputi Sudirman.

Deputi Sudirman menambahkan, bahwa penataan pendamping dan standarisasi kompetensi pendamping diperlukan untuk menjamin mutu pendampingan, meningkatkan kualitas SDM pendamping, dan memenuhi kompetensi yang dibutuhkan masyarakat yang didampingi. Keberadaan standarisasi pendamping diharapkan akan mendukung pembangunan yang lebih efektif, kinerja pendamping yang terukur, kebutuhan dan sebaran pendamping lebih merata, dan pendampingan yang lebih baik dan tidak mengakibatkan ketergantungan.

Urgensi penyusunan Perpres Tentang Penguatan Pendampingan Pembangunan adalah untuk: 1) memperkuat daya ungkit ekonomi desa; 2) mengonsolidasikan program dan meningkatkan efisiensi dan efektifitas program yang dilaksanakan di Desa; 3) Percepatan pembangunan yang inklusif, berkeadilan, dan berkelanjutan; 4) Percepatan pencapaian target pembangunan sesuai dengan rencana pembangunan nasional; 5) Menjamin kualitas dan kompetensi pendamping antar program yang berkesinambungan; 6) Memperkuat koordinasi pendamping di seluruh Indonesia yang berasal dari lintas Kementerian dan Lembaga, Pemda dan Mitra.

“Saya harap Lokakarya Nasional Uji Publik Rancangan Peraturan Presiden tentang Penguatan Pendampingan Pembangunan ini dapat produktif dan memberikan hasil sesuai tujuan yang diharapkan” tambah Deputi Sudirman.

Lokakarya dibuka oleh Menteri Dalam Negeri yang diwakilkan kepada Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Suhajar Diantoro. Dalam sambutannya disampaikan bahwa pendampingan pembangunan merupakan upaya untuk meningkatkan kapasitas, prakarsa, kesadaran, dan  partisipasi menuju masyarakat mandiri.

 “Aturan formal mengenai penguatan pendampingan pembangunan melalui Peraturan Presiden, diperlukan, selain untuk menjamin terciptanya kompetensi pendamping dalam menjalankan tugas pendampingannya, peraturan ini juga sebagai dasar bagi pihak-pihak terkait untuk melakukan koordinasi dan bekerjasama mencapai tujuan pembangunan yang efektif bagi kesejahteraan masyarakat’, ujar Suhajar.

Hadir sebagai narasumber Staf Ahli Bidang Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan/Plt. Deputi Kemaritiman dan Sumber Daya Alam, Kementerian PPN/Bappenas, Vivi Yulaswati; Ketua Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), Kunjung Masehat; Asisten Deputi Pemberdayaan Kawasan dan Mobilitas Spasial, Kemenko PMK, Mustikorini Indrijatiningrum; Direktur Harmonisasi Peraturan Penganggaran, Kementerian Keuangan, Didik Kusnaini; Kepala Biro Hukum, Kementerian PPN/Bappenas, Rita Ernawati; dan Asisten Deputi Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Sekretariat Negara, Dyah Ariyanti.  Sebagai moderator, Direktur Dekonsentrasi, Tugas Perbantuan dan Kerjasama, Kemendagri, Prabawa Eka Soesanta.

Mengawali diskusi Staf Ahli Bidang Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan Kementerian PPN/Bappenas, Vivi Yulaswati menyampaikan bahwa Kementerian PPN/Bappenas sebagai pemrakarsa membentuk panitia antar kementerian/non kementerian (PAK) melalui Keputusan Menteri PPN/Kepala Bappenas Nomor KEP.56/M/PPN/HK/06/2021 tentang pembentukan panitia antar kementerian/non kementerian (PAK). “Salah satu upaya penataan pendamping yaitu menyiapkan 1 (satu) landasan hukum berupa Peraturan Presiden tentang Penguatan Pendampingan Pembangunan”, ujar Vivi Yulaswati. Lebih lanjut Vivi Yulaswati menjelaskan mengenai materi muatan Rancangan Peraturan Presiden Tentang Penguatan Pendampingan Pembangunan secara detail. 

Dalam diskusi uji publik ini, Asisten Deputi Pemberdayaan Kawasan dan Mobilitas Spasial Kemenko PMK mengatakan bahwa pendamping yang diharapkan dalam RPerpres ini memiliki kualitas yang telah terstandar. Standarisasi kompetensi pendamping untuk pembangunan yang lebih efektif dan terukur. Oleh karena itu pendamping harus memiliki kompetensi dasar yang wajib dimiliki. “Pada kompetensi ini setiap pendamping harus memiliki pengetahuan dasar dari berbagai program dan sektor. Harapannya kedepan, tugas-tugas pendamping dari berbagai program dapat diemban oleh 1 (satu) pendamping sehingga satu desa harus mempunyai satu pendamping yang bisa mencakup beberapa sektor”, jelas Asdep Indri.

Kepala BNSP menyampaikan bahwa Perpres ini sudah ditunggu oleh lembaga yang mengajukan sertifikasi profesi. “Menurut kami Regulasi ini sudah lengkap, dan sudah mengatur SDM berbasis kompetensi melalui lembaga diklat dari level 3 sampai 6 serta lembaga sertifikasi yang terlisensi oleh BNSP. Ini yang perlu kita laksanakan setelah Perpres ini diundangkan”, ujar Kunjung.

Terkait honorarium pendamping, Direktur Harmonisasi Peraturan Penganggaran Kementerian Keuangan, menyampaikan Rancangan perpres ini akan menjadi acuan standar biaya honorarium.  “Diharapkan Perpres ini akan mengatasi permasalahan turn over jumlah pendamping di lapangan. Perlu menjadi perhatian bersama terkait tata kelola jumlah pendamping karena akan mempengaruhi anggaran pada instansi terkait”, jelas Didik. 

Dalam menanggapi pertanyaan dari peserta, Direktur Dekonsentrasi, Tugas Perbantuan dan Kerjasama, Kemendagri menyampaikan bahwa kecamatan merupakan satu-satunya OPD yang dibentuk bukan berdasarkan kewenangan namun berdasarkan kewilayahan. “Kalau Kepala Daerah ingin memanfaatkan peran camat dalam rangka mensejahterakan masyarakat, memandirikan dan menjamin keadilan antar wilayah maka memberikan pendelegasian wewenang kepada camat merupakan solusi yang perlu dilakukan dan memiliki efek yang luar biasa. Sudah ada daerah yang menerapkan dalam bentuk regulasi kepala daerah untuk penguatan camat”, ujar Prabawa.

Hadir pada Lokakarya Nasional Uji Publik ini peserta dari Perwakilan Kementerian/Lembaga, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota seluruh Indonesia, Asosiasi terkait dan Lembaga non Pemerintah.

Kontributor Foto:
Reporter: