Tekan Kasus Kekerasan Perempuan, Femmy Inginkan Pembentukan SDM yang Berkualitas

KEMENKO PMK - Kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan persoalan yang harus segera di selesaikan. Selama tahun 2021, berdasarkan data Dinas Perlindungan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APKB) Provinsi DIY, terdapat 817 kasus kekerasan terhadap perempuan, dengan mayoritas kasus KDRT. Selain kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) belakangan juga semakin marak Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO). 

Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI (Kemenko PMK), dalam hal ini Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan dan Pemuda, Femmy Eka Kartika Putri di dampingi oleh Asisten Deputi Pemenuhan Hak, Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan Kemenko PMK, Roos Diana Iskandar, melakukan Rapat Koordinasi Daerah (Rakorda) di Provinsi DIY dalam rangka penguatan dan pencegahan kekerasan terhadap perempuan, di Hotel Grand Inna Malioboro, pada hari Selasa (28/6).

Dalam sambutannya, Deputi Femmy mengatakan Bahwa Menko PMK berpesan untuk melakukan rakor-rakor di daerah, guna untuk mengetahui dan mendapatkan informasi tentang perkembangan di daerah dalam hal kekerasan terhadap perempuan dan anak. Oleh karena itu, kata Femmy, rapat-rapat koordinasi di daerah ini penting sebagai masukan untuk Kemenko PMK dalam hal koordinasi di tingkat pusat.

"Rakor akan membahas tentang kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, utamanya adalah kasus KDRT dan KBGO, serta bagaimana menguatkan sistem pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak," ujarnya.

Lebih lanjut, Deputi Femmy menjelaskan, Kemenko PMK berfokus dalam peningkatan SDM yg berkualitas dan berdaya saing sebagaimana tercantum dalam prioritas nasional. Dalam hal ini, upaya yang dilakukan dalam mencapai SDM yang berkualitas adalah dengan peningkatan perlindungan perempuan, termasuk pekerja migran dari kekerasan dan TPPO.

"Salah satu indikator yang harus di capai adalah menurunnya prevalensi kekerasan terhadap perempuan pada usia 15-64 tahun di 12 bulan terakhir.  Untuk itu diperlukan komitmen bersama dengan seluruh pemangku kepentingan guna untuk memastikan menurunya angka kekerasan terhadap perempuan dan anak dengan dilakukan berbagai pencegahan dan penanganan secara komprehensif dari hulu ke hilir," jelas Femmy.

Femmy menyampaikan bahwa pemerintah Indonesia telah meratifikasi Convention on The Elimination of All Forms of Discrimination against Women (CEDAW) melalui UU Nomor 7 Tahun 1984 sebagai bentuk komitmen pemerintah dalam peningkatan kesetaraan gender, pemberdayaan perempuan, dan penghapusan diskriminasi terhadap perempuan di Indonesia. 

"Sampai saat ini masih ada diskriminasi terhadap perempuan di Indonesia. Pemerintah berupaya memberikan perlindungan dan layanan yang sama kepada semua orang baik itu perempuan maupun laki-laki semua mendapatkan layanan yang sama, mulai dari layanan pendidikan, kesehatan," ujarnya.

Kemudian sejalan dengan itu, Indonesia telah mengundangkan berbagai aturan guna memastikan perlindungan bagi perempuan, seperti UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT, UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan perubahannya, yaitu Perpres Nomor 22 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 69 Tahun 2008 tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan TPPO. Terdapat pula UU Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. 

"Kita telah memiliki berbagai payung hukum berupa undang-undang beserta turunannya, terakhir pada 9 Mei 2022  telah berhasil mengundangkan UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual pada perempuan dan anak, yang mempunyai arti sangat penting dalam memberikan kepastian hukum dan memberikan akses keadilan yang komprehensif bagi korban," ungkap Deputi Femmy.

Sebagai informasi, berdasarkan data dari BPS, Provinsi DIY memiliki status pembangunan manusia diatas rata-rata nasional, yaitu sebesar 80,22 dengan kategori sangat tinggi. Hal tersebut sejalan dengan perolehan Indeks Pembangunan Gender (IPD) Provinsi DIY merupakan yang tertinggi serta Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) Provinsi DIY tertinggi ke-3 di Indonesiea pada tahun 2021. 

Namun, jika dilihat dari angka kekerasan terhadap perempuan, berdasarkan aduan dalam Simfoni PPA, diketahui bahwa Provinsi DIY merupakan provinsi dengan angka rate kasus tertinggi ke-2 di Indonesia dengan angka rate 49,02 per 100.000 perempuan. Sementara itu Berdasarkan data dari DP3AP2 Provinsi DIY, diketahui jumlah pelaporan korban Kekerasan terhadap perempuan  yang ditangani oleh Provinsi DIY terus mengalami penurunan hingga tahun 2021. 

Hadir dalam Rakorda Provinsi DIY, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk Provinsi DIY, Deputi Perlindungan Hak Perempuan KPPPA, Ratna Susiawati, Subdit Siber Direskrimsus, Polda Provinsi DIY, Organisasi Kemasyarakatan Bidang Perlindungan anak di Yogyakarta, serta jajaran dari Kemenko PMK hadir Asisten Deputi Ketahanan dan Kesejahteraan Keluarga Kemenko PMK, Indah Suwarni, Asisten Deputi Pemberdayaan Pemuda Kemenko PMK, Linda Restaningrum, Asisten Deputi Pemenuhan Hak dan Perlindungan Anak Kemenko PMK, Imron Rosadi. (*)

Kontributor Foto:
Reporter: