KEMENKO PMK — Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menggelar Focus Group Discussion (FGD) Reviu Implementasi Peraturan Menteri PPPA Nomor 8 Tahun 2024 tentang Pelindungan Perempuan dan Anak dari Kekerasan Berbasis Gender (KBG) dalam Penanggulangan Bencana, pada Jumat (7/11/2025) di Kantor KPPPA, Jakarta.
Kegiatan ini dihadiri oleh perwakilan kementerian/lembaga terkait, mitra pembangunan, lembaga swadaya masyarakat, dan organisasi kemanusiaan yang bergerak di bidang penanggulangan bencana dan perlindungan kelompok rentan.
Asisten Deputi Pengurangan Risiko Bencana Kemenko PMK, Andre Notohamijoyo, menegaskan pentingnya memperkuat koordinasi lintas sektor dan sinkronisasi kebijakan agar implementasi Permen PPPA Nomor 8 Tahun 2024 dapat berjalan efektif di pusat maupun daerah.
“FGD ini menjadi wadah strategis untuk menyatukan langkah dan memastikan perlindungan perempuan, anak, dan kelompok rentan menjadi bagian integral dari sistem penanggulangan bencana nasional,” ujar Asdep Andre.
Ia menambahkan bahwa kolaborasi antara Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah sangat diperlukan untuk memastikan kebijakan responsif gender terintegrasi dalam setiap tahapan penanggulangan bencana mulai dari mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat, hingga rehabilitasi dan rekonstruksi.
Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan dalam Rumah Tangga, Kondisi Khusus, dan Situasi Darurat Kemen PPPA, Dian Ekawati, menjelaskan bahwa Permen PPPA 8/2024 merupakan penyempurnaan dari Permen PPPA Nomor 13 Tahun 2022, dengan penajaman pada mekanisme perlindungan terhadap kelompok rentan seperti perempuan hamil, anak, lansia, penyandang disabilitas, serta penyandang penyakit kronis dalam seluruh fase bencana.
“Peraturan ini menjadi kerangka kerja untuk memastikan setiap korban bencana, khususnya kelompok rentan, mendapatkan perlindungan yang utuh tidak hanya keselamatan fisik, tetapi juga perlindungan psikologis dan sosialnya,” jelas Dian.
Hasil diskusi kelompok dalam FGD mengidentifikasi sejumlah tantangan utama, antara lain: sosialisasi Permen PPPA 8/2024 yang masih terbatas, keterbatasan kapasitas SDM dan infrastruktur yang responsif gender di lokasi pengungsian, belum optimalnya koordinasi lintas klaster dalam penanganan kelompok rentan dan keterbatasan sistem data dan alat kaji cepat digital yang terintegrasi antar lembaga.
Asdep Andre menambahkan perlunya narasi bersama tentang pentingnya perlindungan perempuan dan anak dalam situasi bencana serta memperkuat diseminasi informasi dan edukasi publik secara berkelanjutan.
“Perlindungan perempuan dan anak dalam bencana bukan hanya isu sektoral, melainkan bagian dari upaya membangun masyarakat tangguh bencana yang inklusif dan berkeadilan sosial,” tutup Asdep Andre Notohamijoyo.