Oleh : Usman Manor, Analis Sumber Sejarah Kemenko PMK
BRAFOPMK - Kini, zaman telah berganti. Namun pola perkembangan budaya dan literasi relatif sama. Pandemi Covid-19 seakan menjadi katalisator penggerak perkembangan budaya melalui daring dan digital.
Pemerintah melakukan berbagai upaya dalam memutus mata rantai penyebaran pandemi Covid-19 secara masif dan sistematis. Covid-19 bukan hanya virus mematikan, namun memiliki efek domino yang juga mengerikan. Salah satu kebijakan yang digunakan pemerintah dalam mencegah dan mengendalikan penyebaran Covid-19 adalah menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Penerapan kebijakan ini memicu menurunnya interaksi dan konektivitas. Namun, situasi dan kondisi pandemi tetap tidak menyurutkan budaya untuk terus berkembang. Harmonisasi dan literasi budaya menghasilkan inovasi sehingga menjadi semacam oase di tengah pandemi yang sedang mewabah.
Jika ditelisik lebih jauh, budaya yang merupakan hasil olah rasa, cipta, dan karsa manusia terus beradaptasi, meskipun pandemi berusaha menggerogoti. Sekira satu abad yang lalu kala wabah kolera mewabah di Batavia, budaya tetap berkembang meskipun tidak signifikan.
Penduduk Eropa yang mendiami wilayah Batavia mempercayai budaya mencuci tangan sebagai upaya mencegah tertular wabah. Begitu pula dengan penduduk etnis Cina yang membudayakan minum teh hangat guna menghindari tertular penyakit perut dan memainkan pertunjukan Barongsai sebagai upaya “menakuti” penyakit menular.
Penduduk pribumi, terutama yang berasal dari etnis Betawi, Jawa, dan Sunda mempercayai budaya meminum air yang sudah didoakan terlebih dahulu oleh pemuka Agama.
Sejalan dengan budaya yang berkembang di masyarakat, Pemerintah Hindia Belanda kala itu berupaya melakukan berbagai propaganda kesehatan, salah satunya dengan menerbitkan jurnal dan buku mengenai penyakit menular guna meningkatkan pemahaman tenaga kesehatan dan masyarakat terkait penyakit.
Kini, zaman telah berganti. Namun pola perkembangan budaya dan literasi relatif sama. Pandemi Covid-19 seakan menjadi katalisator penggerak perkembangan budaya melalui daring dan digital. Untuk itu, perlu untuk dipahami bahwa kebudayaan merupakan investasi yang tetap berkembang kala perekonomian tengah meradang sebagai akibat dari pandemi yang bergelombang.
Sebagai sebuah investasi, kebudayaan memerlukan visi, misi, dan strategi serta enabler yang tepat dalam upaya mencapai target dan mengoptimalkan potensi bangsa dan negara yang kaya akan produk budaya. Visi kebudayaan Indonesia pada dasarnya adalah Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur sesuai Pembukaan UUD 1945.
Secara ringkas, visi kebudayaan tersebut tergambar secara eksplisit pada stanza kedua lagu kebangsaan Indonesia Raya, yaitu Indonesia Bahagia. Sementara misi kebudayaan Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta turut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial sesuai dengan Alinea keempat UUD 1945.
Sebagai sebuah investasi, kebudayaan juga memerlukan strategi dan enabler sehingga mampu mencapai target berupa kebahagiaan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Strategi tersebut diimplementasikan melalui penyediaan bagi keragaman ekspresi budaya, pengembangan praktik kebudayaan, pemanfaatan objek pemajuan kebudayaan, percepatan reformasi kelembagaan, dan peningkatan peran pemerintah sebagai fasilitator.
Implementasi strategi tersebut memerlukan enabler utama yakni peran serta masyarakat dan enabler pendukung, salah satunya adalah Undang-Undang Nomor 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Visi, misi, dan strategi serta enabler tersebut telah dimiliki oleh Indonesia, hanya saja pada tataran implementasinya memerlukan sinkronisasi dan simultanitas.
Pada akhirnya, harmonisasi kebudayaan, baik pada masa pandemi maupun pada masa normal memerlukan dirijen berupa kerangka pikir yang terinduksi dalam substansi revolusi mental, pemajuan kebudayaan, dan prestasi olahraga. Kebudayaan akan menjadi investasi yang mampu membawa kebahagiaan dan kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia apabila revolusi mental semakin membumi dan mengakar di kalangan masyarakat yang kemudian dengan sendirinya mampu meningkatkan literasi, inovasi dan kreativitas masyarakat.
Peningkatan literasi, inovasi dan kreativitas akan membawa kemajuan pada kebudayaan secara keseluruhan. Kemajuan ini secara otomatis akan berperan besar dalam hadirnya prestasi, baik bagi olahraga, olahrasa, dan olahkarsa sebagai hasil dari keberhasilan investasi budaya yang secara utuh berwujud kebahagiaan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. (*)