Kemenko PMK Kawal Peningkatan Layanan Kesehatan di RSUD Reda Bolo, Sumba Barat Daya

KEMENKO PMK — Pemerintah terus mempercepat pelaksanaan Program Hasil Tercepat Baik (PHTC) bidang kesehatan sebagai bagian dari agenda strategis nasional dalam RPJMN 2025–2029. Untuk memperkuat sinergi antarkementerian dan pemda, Kemenko PMK bersama Kementerian Kesehatan melakukan kunjungan kerja dan rapat koordinasi lintas sektor di Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur, pada 10–11 Juli 2025, guna memantau progres peningkatan status RSUD Reda Bolo dari Kelas D menjadi Kelas C.

Rapat koordinasi digelar di Aula Kantor Bupati Sumba Barat Daya dan dipimpin langsung oleh Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan Kemenko PMK, Sukadiono bersama jajaran Kementerian Kesehatan, serta dihadiri oleh Bupati Sumba Barat Daya, OPD teknis terkait, dan perwakilan lintas sektor lainnya.

“Peningkatan status rumah sakit bukan semata pembangunan fisik. Yang paling penting adalah pemenuhan SDM, alat kesehatan, dan sistem pendukung agar layanan benar-benar bisa berjalan optimal,” ujar Deputi Sukadiono dalam pengantarnya.

Deputi Sukadiono menjelaskan bahwa peningkatan layanan RSUD Reda Bolo merupakan bagian dari upaya memperkuat layanan rujukan dan memperluas akses layanan kesehatan lanjutan di wilayah 3T, khususnya di Indonesia bagian timur. Ia juga menyoroti pentingnya penyusunan strategi berkelanjutan untuk penguatan layanan setelah rumah sakit naik kelas.

“Tanpa penguatan SDM dan tata kelola, rumah sakit hanya akan jadi bangunan kosong. Pemerintah daerah harus hadir penuh dalam pengelolaannya,” tegasnya.

Dalam sesi lapangan, Asisten Deputi Peningkatan Sumber Daya Kesehatan Kemenko PMK, R. Alfredo Sani Fenat, meninjau langsung pembangunan RSUD Reda Bolo bersama jajaran pemda. Ia menyampaikan bahwa sejak dimulai pada 17 Januari 2025, progres pembangunan rumah sakit telah mencapai 34,84%—melewati target triwulan sebesar 34,33%. Program ini ditargetkan rampung pada Desember 2025.

Kementerian Kesehatan juga telah merencanakan distribusi alat kesehatan sebelum akhir tahun. Untuk mencegah alat tidak terpakai, dilakukan sinkronisasi antara waktu distribusi dan kesiapan SDM. RSUD Reda Bolo juga telah memiliki dua unit genset, akses air bersih dari PAMSIMAS, IPAL yang telah diuji coba, serta sedang menyelesaikan izin incinerator dan jaringan internet.

Namun, tantangan terbesar masih terletak pada pemenuhan tenaga kesehatan. Berdasarkan analisis beban kerja, RSUD Reda Bolo membutuhkan 218 tenaga kesehatan, termasuk 7 dokter spesialis. Rekrutmen terkendala regulasi terkait pengangkatan non-ASN sesuai UU ASN Nomor 20 Tahun 2023. Untuk itu, Kemenko PMK bersama Kemenkes, KemenPAN-RB, dan BKN tengah menyiapkan strategi khusus melalui skema penugasan dan advokasi kebijakan.

“Validasi data SDM di SISDMK dan Satu Sehat jadi kunci. Kalau datanya tidak akurat, kebijakan rekrutmen bisa salah sasaran,” lanjut Deputi Sukadiono.

Selain pembangunan rumah sakit, hasil pemantauan PHTC di Sumba Barat Daya juga mencatat capaian Pemeriksaan Kesehatan Gratis (PKG) di 16 puskesmas, menjangkau 1.479 warga. Meski begitu, tantangan kesehatan masih besar: prevalensi stunting hingga 75% di beberapa desa, cakupan pengobatan TBC baru 41,5%, dan angka API malaria masih di atas ambang batas eliminasi (<1/1.000). Faktor geografis dan kemiskinan juga menjadi hambatan utama.

Menutup rapat, disepakati sejumlah tindak lanjut strategis, seperti percepatan pembangunan fisik, penyesuaian struktur organisasi rumah sakit sesuai peningkatan kelas, penyusunan roadmap SDM dan operasional, serta penguatan koordinasi lintas kementerian/lembaga.

“Kami berharap RSUD Reda Bolo menjadi model keberhasilan transformasi layanan kesehatan di daerah. Dengan kerja bersama, ini akan menjadi langkah nyata menuju keadilan sosial di bidang kesehatan,” pungkas Deputi Sukadiono.