Kolaborasi Diperlukan untuk Pencegahan Perkawinan Anak di Cirebon

KEMENKO PMK– Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) dalam hal ini Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda melaksanakan rapat koordinasi terkait dengan perlindungan hak dan pencegahan perkawinan anak di daerah Cirebon pada Senin, (20/02/2023).

Rapat koordinasi berlangsung secara daring diawali oleh Plt. Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Didik Suhardi. Dia menyampaikan terkait dengan lima arahan presiden yang perlu disampaikan. Arahan tersebut diantaranya meliputi Peningkatan Pemberdayaan Perempuan dalam Kewirausahaan, Peningkatan Peran Ibu dalam Pendidikan Anak, Penurunan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak, Penurunan Pekerja Anak, serta Penecegahan Perkawinan Anak. 

Salah satu isu terkait pemenuhan hak dan perlindungan anak adalah pencegahan perkawinan anak. Berdasarkan data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, pada tahun 2021 capaian angka perkawinan anak berhasil mengalami penurunan, yaitu sebanyak 9,32 dari 10,35 pada tahun 2020.  Sementara itu, berdasarkan data dari Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung tahun 2022, jumlah perkara dispensasi perkawinan di Indonesia juga mengalami penurunan dari 63.361 total perkara pada tahun 2021 menjadi 52.390 total perkara pada tahun 2022.

Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi dengan jumlah dispensasi perkawinan tertinggi ketiga di Indonesia. Jumlah total perkara dispenasi perkawinan di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2022 mencapai 5.852 total perkara khususnya di Kabupaten Cirebon, jumlah perkara dispensasi perkawinan mencapai 488 total perkara. Berdasarkan data tersebut, tidak menutup kemungkinan bahwa perkawinan anak menjadi penyumbang besarnya jumlah tingginya perkawinan di daerah Kabupaten Cirebon. 

"Adanya perkawinan anak dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya karena permasalahan ekonomi, pendidikan, maupun budaya yang tumbuh dan berkembang di setiap daerah. Hal tersebut dapat terjadi karena kondisi sumber daya manusia di daerah Cirebon belum maksimal.," ujar Didik Suhardi

Didik memaparkan, tingginya angka putus sekolah menjadi penyebab daerah Jawa Barat khususnya di Cirebon menjadi daerah dengan kasus perkawinan anak tertinggi walaupun setiap tahunnya selalu mengalami penurunan. Berdasarkan data Kemendikbud pada tahun 2022, angka putus sekolah pada tingkat Sekolah Dasar sebanyak 206 siswa, tingkat SMP sebanyak 47 siswa, tingkat SMA 61 siswa, serta tingkat SMK sebanyak 84 siswa.

Dari penyebab tersebut, tentu nantinya dapat menimbulkan permasalahan baru. Salah satunya seperti kekerasan dalam keluarga dikarenakan secara mental belum siap menerima tekanan sehingga menimbulkan perceraian.

"Untuk itu diperlukan kolaborasi dan sinergi antara pemerintah dengan perangkat daerah terkait guna mengatasi permasalahan perkawinan pada anak," ujar Didik.

Beberapa upaya dan program yang telah dilakukan. Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) I Gusti Agung Kim Fajar Wiyati Oka memaparkan, Dinas DP3AKB  Provinsi Jawa Barat telah melakukan kolaborasi untuk membentuk sekolah perempuan pada satu lokus kabupaten atau kota yang melakukan pembinaan dan pelatihan terhadap 100 perempuan mengenai ilmu dasar tentang kemampuan untuk berkomunikasi dengan keuarga dan ingkungannya.

Kemudian, Kepala Seksi Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Kabupaten Cirebon 
Khuwailid menyampaikan bahwa KUA telah memberikan bimbingan perkawinan sebanyak 100 angkatan dengan jumlah 15 pasangan calon pengantin di setiap KUA, selain itu adapun bimbingan untuk anak remaja usia sekolah mengenai edukasi kesehatan reproduksi bersama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon.

Sesuai dengan regulasi dan peraturan dari bupati Cirebon No. 12 tahun 2021 mengenai Pencegahan Perkawinan Pada Anak. Perwakilan dari Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Kabupaten Cirebon melakukan upaya untuk menurunkan jumlah perkawinan pada anak dengan melakukan kampanye pencegahan perkawinan anak di tingkat desa, kecamatan, maupun di sekolah. 

Adapun sosialisasi sekolah ramah anak yang diberikan pada sekolah maupun pesantren di daerah, pembinaan keluarga remaja, sosialisasi generasi berencana, sampai dengan sosialisasi melalui media yang bekerja sama dengan Dinas Kesehatan bersama dengan KUA. 

Adanya permasalahan dan upaya yang telah disampaikan mengenai permasalahan perkawinan anak di Cirebon tersebut akan segera ditindaklanjuti oleh Kemenko PMK melalui pengamatan dan turun secara langsung ke daerah tersebut dalam waktu segera. Harapannya dapat mencegah permasalahan yang terjadi kedepannya dan dapat mengurangi tingkat kemiskinan baru yang disebabkan karena perkawinan anak.

“Kami berusaha untuk bisa membantu dan mewujudkan harapan Indonesia menjadi negara yang adil, makmur, sejahtera, dan berkeadilan dengan memperkuat NKRI sehingga diharapkan generasi yang akan datang dapat memiliki hard skill dan soft skill yang mumpuni,” tegas Didik.

Dalam Rapat ini dihadiri oleh Didik Suhardi selaku Plt. Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda, Roos Diana Iskandar selaku Asisten Deputi Pemenuhan Hak, Perlindungan, dan Pemberdayaan Perempuan, Imron Rosadi selaku Asisten Deputi Pemenuhan Hak dan Perlindungan Anak, I Gusti Agung Kim Fajar Wiyati Oka selaku Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Provinsi Jawa Barat, Perwakilan dari Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Kabupaten Cirebon, Khuwailid selaku Kepala Seksi Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama Kabupaten Cirebon, Ronianto selaku Kadisdik Kabupaten Cirebon, Perwakilan Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, serta K/L terkait. (*)

 

Reporter : Apriliana Putri C

Kontributor Foto:
Reporter: