Kemenko PMK Gelar Rapat Koordinasi Tinjauan Regulasi Penanggulangan Bencana dan Penanganan Konflik Sosial

Jakarta -  Asisten Deputi Penanganan Pascakonflik Sosial Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) menyelenggarakan rapat koordinasi tinjauan regulasi penanggulangan bencana dan penanganan konflik sosial, Kamis (4/9). Kegiatan ini bertujuan untuk memperkuat sinkronisasi, koordinasi, dan pengendalian kebijakan lintas kementerian/lembaga, khususnya dalam hal harmonisasi regulasi yang terkait dengan penanganan bencana dan konflik sosial.

Rapat dipimpin oleh Asisten Deputi Penanganan Pascakonflik Sosial Kemenko PMK, Asril dan dihadiri secara daring maupun luring oleh perwakilan Kementerian/Lembaga terkait, antara lain Kemenko Polkam, Kemendagri, Kementerian Hukum, Kementerian PPPA, BNPB, serta unit-unit eselon I terkait di lingkungan Kemenko PMK.

Dalam pemaparannya, Kepala Pusat Analisis dan Evaluasi Hukum Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Dr. Arfan Faiz Muhlizi, menegaskan pentingnya analisis dan evaluasi peraturan perundang-undangan sebagai bagian dari penataan regulasi nasional. Presiden, lanjutnya, telah menugaskan agar seluruh regulasi—termasuk di bidang penanggulangan bencana—direviu untuk mencegah terjadinya hiperregulasi, disharmoni, maupun tumpang tindih aturan. Langkah ini diharapkan menghasilkan regulasi yang selaras dengan nilai-nilai Pancasila, efektif, dan memberikan kepastian hukum. 

Arfan menambahkan bahwa dalam sistem hukum, aturan hukum baru menggantikan aturan yang lama jika kedua aturan itu setingkat. Tiga permasalahan umum dalam regulasi yang kerap dihadapi yaitu kekosongan hukum (rechtsvacuum), tumpang tindih peraturan (overlapping regulation), dan kekaburan norma hukum (vage norm). Adanya permasalahan itu dapat menyebabkan kebijakan tidak berjalan dan layanan publik menjadi tidak optimal.

Rapat juga membahas gagasan penyusunan rancangan Permenko PMK untuk mengatur sebuah standar prosedur atau mekanisme sinkronisasi, koordinasi dan pengendalian kebijakan yang menjadi rambu atau pedoman di internal Kemenko PMK maupun K/L yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan yang dibuat atau diputuskan oleh Menko PMK. Secara khusus, Permenko tersebut diarahkan pada mekanisme penanganan konflik sosial akibat penanggulangan bencana yang tidak tuntas sebagai bagian dari penyelenggaraan penanggulangan bencana. Selama ini, peran Menko PMK dalam penanganan konflik sosial pascabencana belum memiliki payung hukum yang jelas. Dengan adanya persetujuan Presiden bagi Menko PMK untuk menangani pascakonflik sosial di Adonara Barat, NTT akhir 2024 lalu, maka diperlukan sebuah Peraturan Menko PMK yang dapat mengakomodasi hal tersebut.

Salah satu catatan penting hasil Rakor yaitu perlunya harmonisasi kebijakan penanggulangan bencana dan penanganan konflik sosial. Hal itu agar warga terdampak konflik sosial juga bisa mendapatkan penanganan yang optimal sebagaimana warga terdampak bencana. Konflik sosial juga dapat menimbulkan dampak yang sama dengan bencana, misalnya korban meninggal dunia atau luka, kehilangan harta benda, kehilangan sumber penghidupan, serta dampak psikologis. Belum adanya aturan teknis khususnya terkait dengan penggunaan Dana Siap Pakai pada penanganan pascakonflik sosial, hal itu perlu segera dicarikan solusinya, termasuk dengan membuat regulasinya.