Jakarta (16/7) -- Kemenko PMK bersama Kementerian/Lembaga penerima amanat Surat Presiden (Surpres) No. R-25/Pres/Pres/06/2017 tanggal 2 Juni 2017 (MenPPPA, Mensos, Menkes, Mendagri, MenPAN-RB, dan Menkumham) dan Kantor Staf Presiden (KSP) menyampaikan komitmen untuk menyelesaikan penyusunan Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS).
Sebagai bentuk komitmen penyelesaian RUU P-KS, dilakukan pertemuan Kementerian dan Lembaga yang bertanggung jawab terhadap persoalan tersebut. Pertemuan dipimpin oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati dan dihadiri oleh pejabat Eselon I dan Eselon 2 K/L terkait, pada Kamis (16/7).
Pertemuan dilaksanakan guna menegaskan kembali akan komitmen Pemerintah untuk menyelesaikan penyusunan RUU P-KS dan menanggapi berbagai reaksi dari masyarakat yang menyesalkan dikeluarkannya RUU P-KS oleh DPR dari Prolegnas Prioritas 2020 dan berbagai reaksi dari masyarakat yang menyesalkannya.
Deputi Bidang Koordinasi Perlindungan Perempuan dan Anak Kemenko PMK Ghafur Dharmaputra, yang turut hadir dalam pertemuan tersebut menyampaikan, untuk melanjutkan penyelesaian RUU diperlukan lobi lebih intensif dengan DPR.
"Saat ini bola berada di tangan DPR. Diperlukan lobi dan pendekatan kekeluargaan bagi penyelesaian RUU," ujar Deputi Ghafur.
Ghafur juga menganggap penting keterlibatan lembaga lain terkait yang tidak termasuk dalam Surpres, termasuk Komnas Perempuan dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, Forum Pengada Layanan dan tak kalah oenting keterlibatan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Dalam pertemuan tersebut, Menteri PPPA menyampaikan, negara berkewajiban untuk melindungi warganegaranya. Data prevalensi kekerasan perempuan dan anak, terutama kekerasan seksual, sangat tinggi dan selalu meningkat. Banyak kasus yang tidak dilaporkan. Kasus kekerasan seksual seperti fenomena gunung es. Sementara belum ada kebijakan/peraturan yang berperspektif melindungi korban.
Untuk diketahui, RUU P-KS merupakan RUU yang masuk program legislasi nasional (Prolegnas) di 2018, 2019, dan 2020. Namun DPR mengeluarkannya dari Prolegnas 2020. RUU P-KS telah menjalani proses panjang sejak tahun 2017 dan penarikannya dari Prolegnas 2020 merupakan keprihatinan bersama.
Hingga saat ini Indonesia belum memiliki landasan hukum komprehensif yang mengatur kekerasan seksual. Pemerintah membangun komitmen dan konsolidasi mendorong penyelesaian penyusunan RUU P-KS.