Inisiasi Kemenko PMK Dukung Wajib Belajar 13 Tahun: Pemerataan Mutu dan Akses Pendidikan melalui Sistem PPDB Berkeadilan

KEMENKO PMK — Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama Kemenko PMK menegaskan tujuan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sistem zonasi harus terus dijalankan agar dapat memperatakan mutu dan akses pendidikan bagi warga yang memiliki ekonomi lemah.

Hal itu disampaikan saat memimpin “Rapat Koordinasi Pemerataan Mutu dan Akses Pendidikan melalui Sistem PPDB untuk Mendukung Wajib Belajar 13 Tahun” yang diselenggarakan di Yogyakarta, pada Jumat (31/5).

“Sistem zonasi menghindari upaya favoritisme sekolah karena input siswa yang lebih variatif. Karena input bervariasi, maka mutu mulai merata. Bahkan, sejak adanya PPDB sistem zonasi sejak tahun 2017, sekolah yang bermutu bukan lagi di perkotaan, melainkan di pinggiran kota,” ujar Warsito.

Warsito menjelaskan, siklus pendidikan sejatinya tidak dapat terpisah satu sama lain. Argumentasi itu didasari karena mulai dari pendidikan anak usia dini, dasar, menengah, hingga pendidikan tinggi saling berkaitan dan terintegrasi. Warsito mencontohkan konsep laporan dalam pendidikan anak usia dini disusun secara holistik dan integratif

“Untuk anak PAUD, misalkan, rapornya harus menjadi satu dengan rapor kesehatan, rapor pengasuhan dan perlindungan, dan rapor pendidikan,” imbuh Warsito.

Terlebih dalam rancangan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2025-2029 yang disusun oleh Kementerian PPN/Bappenas, percepatan wajib belajar 13 tahun, yakni satu tahun pra sekolah dan 12 tahun pendidikan dasar dan pendidikan menengah menjadi salah satu agenda pembangunan.

Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga Didik Wardaya mewakili Sekretaris Daerah Provinsi Yogyakarta mengatakan, setiap anak diharapkan mendapatkan mutu dan akses pendidikan yang merata, khususnya mengakomodir lingkungan pendidikan yang inklusif.

“Saat ini PPDB di Provinsi Yogyakarta telah mulai berjalan, dari mulai pendataan verifikasi data kependudukan dan data kemiskinan. Apa yang sudah kita jalankan sedikit berbeda dengan daerah lain di Indonesia, namun tidak terjadi kegaduhan, untuk mengakomodir rasa keadilan bagi seluruh siswa,” ujar Didik.

Inspektur II Inspektorat Jenderal Kemendikbudristek Sutoyo menyampaikan, sistem zonasi menjadi perhatian khusus bagi pemerintah daerah agar dapat mendeteksi anak putus sekolah yang berada di wilayah sekolah.

“Perlu sistem yang dapat mengecek lebih dini, dengan sistem zonasi yang berkaitan dengan ekosistem warga dekat sekolah akan dapat mendeteksi warga mana, atau anak yang tidak mengikuti sekolah alias putus sekolah”, tegas Sutoyo. 

Terkait dengan kebijakan Asesmen Standarisasi Peserta Didik (ASDP) dilatarbelakangi kondisi infrastruktur pendidikan yang tidak merata di Yogyakarta. PPDB Sistem Zonasi dianggap tidak memotret secara utuh dan belum optimal mendukung sistem PPDB yang berkeadilan. Dinas pendidikan provinsi, kabupaten, dan kota diketahui bersepakat menggunakan ASDP sebagai alternatif untuk membagi zona bukan hanya berdasar radius, melainkan zona daerah.

Mengakhiri pertemuan, Deputi Warsito menyampaikan perlunya mengevaluasi secara mendasar wajib belajar 13 tahun karena rata-rata lama sekolah pada tahun 2023 masih berada di angka 8,69 yang dapat diartikan rata-rata penduduk Indonesia masih berada di kelas 3 SMP.

“Namun demikian, secara kualitatif dalam IMD Global Competitiveness Index di tahun 2023, posisi Indonesia mengalami peningkatan dari yang sebelumnya berada ranking 44 menjadi 34, naik 10 peringkat dari tahun 2022,” kata Warsito.

Hadir dalam agenda tersebut, perwakilan dari unsur dinas pendidikan, kepala satuan PAUD, kepala sekolah dasar, menengah, sekolah luar biasa, dan PKBM dari lima kabupaten dan kota yang berada di Provinsi Yogyakarta.

Kontributor Foto:
Editor :
Reporter: