"Pemberdayaan perempuan dalam rangka pembangunan desa menjadi bagian penting dalam membangun manusia Indonesia inklusif,” tutur Asisten Deputi Pemberdayaan Kawasan dan Mobilitas Spasial Monalisa Herawati Rumayar saat membuka Workshop Hasil Pengumpulan Data Lapangan, pada 28-29 November 2024 di Hotel Sari Pacific Jakarta.
Pengumpulan data lapangan ‘Studi Penguatan Pemberdayaan Perempuan dan Pembangunan Desa’ dengan metode pendekatan kualitatif telah dilaksanakan di 8 kabupaten dan 11 desa pada 17-24 November yang lalu, oleh tim Deputi Bidang Koordinasi Pemerataan Pembangunan Wilayah dan Penanggulangan Bencana dan Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K).
Delapan kabupaten tersebut adalah Bangka Tengah, Tanggamus, Indramayu, Bantul, Banyuwangi, Banjar, Maros, dan Minahasa Utara. Kriteria pemilihan lokasi adalah locus intervensi Program Penguatan Pemerintahan dan Pembangunan Desa (P3PD), komponen Desa Inklusi, mendapat intervensi program pemerintah, dan/atau nonpemerintah, status kesetaraan dan pemberdayaan gender, status IDM, dan isu pemberdayaan.
“Dari studi ini, diharapkan nantinya dapat memecahkan masalah tertentu dan mencari solusi bersama para ahli serta dapat menggali konsep dan praktik pemberdayaan perempuan di desa, sehingga dapat dijadikan acuan bagi pemerintah desa dalam menyusun perencanaan pembangunan yang lebih partisipatif dan dapat digunakan sebagai rekomendasi kebijakan atau program yang lebih baik,” tambah Monalisa.
Workshop membahas hasil dan temuan awal dari pengumpulan data Studi Penguatan Pemberdayaan Perempuan dan Pembangunan Desa yang telah berlangsung serta outline laporan akhir.
Informan pada pengumpulan data ini adalah OPD terkait, pemerintah desa, kelompok perempuan, kelompok tani, tokoh agama, tokoh masyarakat, individu perempuan penerima program, inidividu perempuan nonpenerima program, CSO/NGO, dan swasta.
Temuan awal dari hasil pengumpulan data adalah program pemberdayaan perempuan yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten dan desa biasanya merupakan program pemberdayaan ekonomi, pelatihan keterampilan, atau bagaimana cara menjalankan usaha.
Pendekatan yang digunakan top down dari pemerintah pusat, maupun dari pemerintah kabupaten ke desa. Namun, ditemukan juga program yang merupakan inisiatif datang dari desa melalui anggaran desa, seperti pelatihan kelompok usaha perempuan yang diisiniasi oleh Pemdes.
Sasaran penerima program pemberdayaan adalah perempuan kepala keluarga, perempuan pelaku UMKM, perempuan penyintas kekerasan, perempuan purna migran, dan keluarga/individu lain selain perempuan.
Salah satu contoh program pemberdayaan perempuan yang dilakukan oleh Pemerintah adalah Desa Ramah Perempuan dan Perlindungan Anak (DRPPA), yang dibentuk untuk mendorong penurunan kekerasan pada perempuan dan anak, mendorong partisipasi perempuan dalam pembangunan desa, mendorong kemajuan ekonomi perempuan di desa melalui kegiatan kewirausahaan berperspektif gender, menurunkan pekerja anak, pencegahan perkawinan anak, dan meningkatkan peran ibu dan keluarga dalam pendidikan serta pengasuhan anak. Sementara program yang diiniasi pelaksanaaannya oleh CSO/NGO/swasta misalnya Program Desa Peduli Migran (Desbumi) di Banyuwangi. Program ini merupakan inisiasi dari Migrant Care dan sudah melakukan pelatihan dan pendampingan kepada purna migran. Bahkan, sejak tahun 2017, Program Desbumi telah direplikasi oleh Kementerian Ketenagakerjaan. Program ini sudah melahirkan beberapa kelompok di desa dengan memberikan pelatihan pembuatan makanan atau kerajinan.
Beberapa tantangan yang dihadapi para pihak terkait dalam melaksanakan program diantaranya ketersediaan anggaran untuk program yang spesifik, keterbatasan jangkauan untuk mencakup seluruh perempuan, pergantian struktur kepemimpinan di tingkat kabupaten/desa berpengaruh pada pelaksanaan program, hambatan budaya dan norma sosial, hingga minimnya partisipasi laki-laki dalam pelaksanaan program. Sementara upaya yang sudah dilakukan dalam menghadapi tantangan tersebut adalah mengadakan pertemuan rutin lintas sektor, bekerjasama dengan stakeholders yang relevan (seperti CSO/NGO, pihak swasta, maupun relawan), memanfaatkan forum-forum yang ada di desa, dan pembuatan peraturan tingkat desa untuk memfasilitasi program, misalnya Perdes terkait pelaksanaan DRPPA.
Dari pengumpulan data, ditemukan juga fakta bahwa kolaborasi terkait program pemberdayaan perempuan antara pemerintah kabupaten, pemerintah desa, dan CSO juga telah berjalan baik.
Workshop turut dihadiri oleh perwakilan Bank Dunia, Asisten Deputi Pemerataan Pembangunan Wilayah Andre Notohamijoyo, Asisten Deputi Kedaruratan dan Manajemen Pascabencana Merry Efriana, Asisten Deputi Mitigasi Bencana dan Konflik Sosial Asril serta Asisten Deputi Pemberdayaan Desa Daerah Tertentu Kementerian Pemberdayaan Masyarakat Tri Haryanto..