Kemenko PMK Upayakan Kolaborasi Percepatan Implementasi Program Bantuan Nontunai Bagi Penyintas Bencana NTT

Jakarta (25/5) – Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) telah menetapkan masa transisi darurat menuju pemulihan bencana siklon tropis seroja mulai 5 Mei hingga 30 November 2021. Beberapa pihak telah melakukan pemetaan kebutuhan yang menghasilkan kesimpulan bahwa dibutuhkan program bantuan nontunai.

 

Program tersebut akan melengkapi jumlah bantuan yang telah diberikan oleh pemerintah sehingga upaya pemenuhan kebutuhan dasar penyintas dapat lebih optimal.

 

Mewujudkan hal tersebut, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) melalui Plt. Deputi Bidang Koordinasi Pemerataan Pembangunan Wilayah dan Penanggulangan Bencana Nelwan Harahap mendorong terwujudnya kolaborasi pemerintah dan masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan dasar korban bencana alam melalui rapat koordinasi (rakor) di Kantor Kemenko PMK, Selasa (25/05).

 

“Pemerintah akan membuka akses seluas-luasnya bagi masyarakat untuk berkolaborasi dan bergotong-royong menuntaskan permasalahan kemanusiaan khususnya dalam kebencanaan. Program Bantuan Non-Tunai (BaNTu) sebagai salah satu ikhtiar baik yang telah berhasil memenuhi kebutuhan masyarakat korban bencana harus dilanjutkan, terutama untuk saat ini di Provinsi NTT”, tutur Plt. Deputi Nelwan saat membuka rapat koordinasi secara daring.

 

Rakor bertujuan untuk mempercepat distribusi bantuan dengan mendorong terbitnya payung hukum oleh Pemerintah Provinsi NTT. Melalui regulasi tersebut, lembaga swadaya masyarkat (LSM) akan memiliki instrument manajemen risiko dalam penyaluran bantuan karena memberikan kepastian hukum dalam menentukan besaran bantuan serta jumlah penerima manfaat. Program BaNTu sebelumnya telah sukses dilaksanakan di Prov. Sulawesi Tengah dan Prov. Sulawesi Barat.

 

Kepala Pelaksana BPBD Prov. NTT menyampaikan bahwa akan secepatnya menyelesaikan penyusunan regulasi dalam bulan ini. Rancangan regulasi saat ini dalam proses penyempurnaan oleh Biro Hukum Setda Provinsi. Selain itu, Kepala Seksi Mitigasi Kemensos mengingatkan perlu adanya antisipasi permasalahan data penerima manfaat seperti data ganda dan data susulan. Oleh karena itu, Kemensos mengusulkan agar Dinsos Prov atau Kab/Kota perlu memberikan fasilitas sekretariat bersama kepada kelompok kerja bantuan non tunai (Pokja BaNTu) untuk kelancaran proses penyaluran bantuan.

 

Sebagai arahan penutup, Plt. Deputi Nelwan memberikan beberapa catatan rekomendasi antara lain, pertama, perlunya komitmen semua pihak dalam penyelesaian penyusunan regulasi program BaNTu agar masyarakat segera tertolong. Kedua, mendorong kolaborasi sumber data sebagai dasar penentuan kriteria penerima manfaat dengan melibatkan masyarakat (partisipatif).

 

Ketiga, perlu berbagi sumber daya dan sharing knowledge antarmitra dan pemerintah dalam pemenuhan kebutuhan para penyintas sesuai dengan kebutuhan yang dituangkan dalam Rencana Rehabilitasi Rekonstruksi Pascabencana (R3P). Keempat, perlu membuka kesempatan bantuan lainnya misalnya program bantuan pertanian dan perbaikan rumah ibadah yang dapat dikolaborasikan bersama secara gotong royong untuk mewujudkan collaborative governance.

 

Turut hadir secara daring dalam diskusi yaitu Kepala Pelaksana BPBD Prov. NTT, Sekretaris Dinas Sosial Prov. NTT, Kepala Seksi Mitigasi Kemensos, Perwakilan BNPB, Jaringan Klaster Nasional Penanggulangan Bencana, serta perwakilan LSM seperti UNOCHA, Wahana Visi Indonesia, Yayasan STC, ADRA, ARC Indonesia, CRS dan lain-lain.

Kontributor Foto:
Reporter: