JAKARTA (7/6) -- Jagat maya Indonesia dewasa ini tengah dihebohkan dengan Sinetron Suara Hati Istri Zahra. Sinetron yang ditayangkan oleh stasiun televisi Indosiar ini menuai kecaman dari masyarakat. Pasalnya, sang pemeran utama, Lea Ciarachel Forneaux, masih berusia 15 tahun tetapi melakoni peran sebagai istri ketiga.
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Femmy Eka Kartika Putri mengatakan, sinetron dengan pemeran anak di bawah umur itu bisa membawa pengaruh buruk di masyarakat.
Pengaruh buruk yang bisa timbul dengan adanya sinetron tersebut, tambah Femmy, adalah perubahan prespektif terkait perkawinan anak. Hal itu disampaikannya saat membuka Rapat Koordinasi Pencegahan Perkawinan Anak dan Tayangan Televisi yang Meresahkan, di Hotel Grand Mercure Jakarta, pada Senin (7/6).
"Adanya penayangan sinetron bertema dewasa yang mengangkat pemeran utama anak di bawah umur itu akan membuat masyarakat beranggapan perkawinan anak dan eksploitasi anak menjadi hal yang lumrah," ujar dia.
Lebih lanjut, Deputi Femmy menegaskan, sinetron seperti itu sangat tidak mendidik masyarakat bahkan bisa merusak anak. Gambaran sinetron seperti itu, menurutnya, sangat bertentangan dengan upaya pemerintah untuk mencegah perkawinan anak.
"Pemerintah berkomitmen penuh untuk mencegah perkawinan anak. Pemerintah juga sudah memiliki aturan yang berusaha untuk mencegah perkawinan anak. Di antaranya yaitu UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan UU No. 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan Anak," tegasnya.
"Selain itu, pemerintah dalam hal ini Bapennas dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) juga sedang merancang Strategi Nasional Pencegahan Perkawinan Anak," imbuh Femmy
Rapat koordinasi tersebut menghadirkan narasumber Aktivis Gusdurian dan Psikolog Keluarga Alissa Wahid, Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak KPPA Agustina Erni, Ketua KPAI Susanto, Komisioner KPI Pusat Mimah Susanti. Selain itu, rapat juga dihadiri oleh perwakilan kementerian, lembaga, dan organisasi masyarakat Forum Pemberdayaan Perempuan Indonesia (FPPI).
Dalam diskusi, Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak KPPA Agustina Erni menyampaikan, pencegahan perkawinan anak harus dimulai dari akar rumput. Masyarakat mulai dari desa harus bisa memiliki pemahaman terkait perkawinan yang baik.
Alissa Wahid juga menyampaikan, orang tua harus bijak dalam memilih tontonan televisi yang pada anak. Dia mengatakan, orang tua menjadi kunci untuk mencegah perilaku menyimpang pada anak. Selain itu, orang tua juga harus memiliki kematangan pemahaman yang baik dalam mengasuh anak untuk mencegah perilaku menyimpang dan mencegah perkawinan anak
Ketua KPAI Susanto mengatakan, KPAI mendapatkan banyak laporan terkait Sinetron Catatan Suara Hati Istri Zahra. Menurut Susanto banyak adegan yang berpotensi menstimulasi praktik perkawinan anak. Sementara, Komisioner KPI Mimah mengatakan, saat ini KPI telah bertindak tegas untuk sementara menghentikan sinetron itu.
Menutup rapat, Deputi Femmy mengatakan, pencegahan perkawinan anak bisa dilakukan dengan komitmen seluruh pihak, tidak hanya Kementerian dan Lembaga, tetapi unsur masyarakat juga sangat dibutuhkan.
"Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri dan butuh kerja sama dari mitra pembangunan.
Mudah-mudahan kita bisa fokus ke depan di 2022 ini untuk pencegahan perkawinan anak yang memang sudah ada di strategi nasionalnya," terangnya.
"Upaya yang akan dilakukan pemerintah dengan adanya strategi nasional mulai dari optimalisasi kapasitas anak, kemudian lingkungan yang mendukung pencegahan perkawinan anak, aksesibilitas dan perluasan layanan, penguatan regulasi dan kelembagaan. Kemudian penguatan koordinasi pemangku kepentingan dari pusat sampai daerah," pungkas Femmy.