Jakarta (23/3) – Jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia masih cukup tinggi. Menurut data dari Komnas Perempuan, sepanjang tahun 2020 terdapat 299.911 kasus kekerasan terhadap perempuan.
Terdapat beberapa penyebab peningkatan kasus kekerasan terhadap perempuan yaitu mulai dari permasalahan ekonomi keluarga selama masa pandemi Covid-19 maupun kasus pelecahan terhadap perempuan di ruang publik.
Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) bersama dengan Kementerian/Lembaga Pemerintah dan organisasi non pemerintah melakukan rapat koordinasi lanjutan penguatan sistem peradilan pidana terpadu penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan.
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan dan Pemuda Kemenko PMK Femmy Eka Kartika Putri menjelaskan perlunya penguatan Peraturan Presiden untuk penangan kasus kekerasan terhadap perempuan. Salah satu yang pwrlu dikuatkan, sebut Femmy, adalah Sistem Peradilan Pidana Terpadu Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan (SPPT-PKKTP).
“Melalui penguatan landasan hukum Peraturan Presiden terkait pelaksanaan sistem peradilan pidana terpadu penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan. Dapat menghapus semua segala kekerasan terhadap perempuan baik di ranah publik maupun di ranah pribadi,” ucapnya saat membuka Rapat Koordinasi Penguatan Sistem Peradilan Pidana Terpadu Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan secara daring, Selasa (23/3).
SPPT-PKKTP merupakan sistem terpadu yang menunjukkan keterkaitan antar instansi yang berwenan dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan akses pelayanan yang mudah serta terjangkau bagi perempuan dalam setiap proses peradilan demi memenuhi akses keadilan dan pemulihan korban.
Dalam rapat koordinasi, Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) Vennetia menjelaskan dengan adanya SPPT-PKKTP, perempuan memiliki haknya untuk mendapatkan penegakan keadilan atas upaya hokum yang sedang berjalan dan pemulihan diri atas perampasan hak dan kekerasan yang dialaminya.
“Dengan SPPT-PKKTP, korban akan diposisikan sebagai subjek (pelaku utama), bukan sebagai objek (pelengkap) yang hanya diambil pengakuannya saja. Sebagai subjek dia berhak didengar keterangannya, mendapatkan informasi atas upaya-upaya hokum yang berjalan, dipertimbangkan rasa keadilan yang ingin diperolehnya dan dipulihkan situasi dirinya atas perampasan hak-haknya dan kekerasan yang dialaminya,” ujarnya.
Prinsip-prinsip utama yang dapat diterapkan dalam Sistem Peradilan Pidana Terpadu Penanganan Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan (SPPT-PKKTP) yaitu perlindungan dan penegakan atas Hak Asasi Manusia, Kesetaraan dan keadilan gender, Perlindungan terhadap korban, serta Prinsip Non-diskriminasi.
Rapat tersebut menghasilkan beberapa masukan guna memperkuat SPPT-PKKTP dalam pelaksanaanya. Pemanfaatan data dan pertukaran dokumen dapat dilkukan secara elektronik, pemutakhiran data juga sangat diperlukan guna pencapaian sasaran nasional pembangunan bidang hukum khususnya arah kebijakan penguatan layanan keadilan melalui strategi penguatan akses terhadap keadilan.