Di Tengah Pandemi, Penanganan Stunting Tak Boleh Terabaikan

Sumba Barat Daya (18/11) -- Permasalahan stunting (gagal tumbuh) merupakan masalah serius dalam pembangunan sumber daya manusia (SDM) Indonesia. Tantangan ini harus diatasi dengan baik agar generasi masa depan Indonesia bisa menjadi generasi yang unggul, berdaya saing, dan berkualitas. 

Adanya pandemi Covid-19 membuat seluruh fokus tertuju dalam penanggulangannya. Sehingga urusan kesehatan yang lebih esensial dan berdampak jangka panjang seperti halnya permasalahan stunting cenderung terabaikan.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menyebut, masalah stunting merupakan masalah jangka panjang yang sangat menentukan masa depan bangsa Indonesia. Dia menegaskan, penanganan stunting di tengah pandemi tak boleh terabaikan.

Hal itu disampaikan Menko PMK saat menjadi pembicara kunci dalam webinar dengan tema 'Penurunan Stunting: Tantangan dan Kisah Sukses dari Berbagai Negara', pada Rabu (18/11), di sela kunjungan kerjanya di Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Barat (NTB).

"Memang Covid-19 sangat penting harus segera diatasi. Tapi stunting ini taruhannya terlalu besar kalau kita abaikan begitu saja, dan dampaknya panennya jangka panjang. Sehingga kita tidak bisa mengukur dalam jangka waktu yang seketika dalam penanganan stunting ini," ujar dia.

Lebih lanjut, Muhadjir menerangkan, penanganan stunting ini tidaklah sederhana dan  harus melihat banyak aspek, seperti aspek kesehatan, aspek keluarga, dan aspek perilaku. Namun yang utama harus diperhatikan dalam penanganan stunting, dikatakan Menko Muhadjir, adalah aspek pembangunan keluarga dan perilaku masyarakat.

"Terlihat dari perilaku masyarakat sangat dominan sekali. Termasuk akibat rendahnya tingkat pendidikan yang itu berdampak pada perilaku itu besar sekali pengaruhnya di tengah masyarakat," ungkapnya.

Data Bank Dunia menunjukkan, angka mantan stunting yang saat ini telah masuk usia produktif (16-54) tahun adalah 54 persen. Sementara, data hasil survei status gizi balita Indonesia tahun 2019, prevalensi stunting di Indonesia sebesar 27,67 persen. Hal itu menunjukkan permasalahan stunting di Indonesia masih sangat serius.

"Itu artinya, dari 10 kelahiran, 3 orang stunting. Akan sangat berpengaruh pada pembangunan sdm terutama kalau kita ingin membawa mereka ke usia produktif," tutur Muhadjir.

Menko PMK mengatakan, Presiden RI Joko Widodo telah memberikan arahan agar penanganan stunting ditangani oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sebagai leading sector. Sehingga domain masalah stunting bergeser menjadi urusan pembangunan keluarga.

Menurut Menko PMK, stunting sangat terkait dengan pembangunan keluarga. Mulai dari urusan keluarga berencana, perencanaan keluarga, ekonomi keluarga, kesehatan keluarga, dan kesehatan reproduksi sangat terkait dalam masalah stunting. Karena itu, menurut dia, sangat tepat bila ditangani BKKBN. Selain itu, aspek kesehatan seperti masalah sanitasi dan gizi juga akan terus menjadi perhatian.

"Presiden memberikan arahan supaya stunting ini ditangani BKKBN. Artinya sebagai ujung tombaknya backbonenya itu BKKBN. Sehingga domainnya geser stunting ini bukan urusan kesehatan tapi urusan pembangunan keluarga dengan landasan UU No. 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga," tukasnya.

Muhadjir mengatakan, apabila masalah stunting menjadi urusan BKKBN, maka Kementerian Kesehatan bisa lebih fokus pada pencegahan dan penanggulangan penyakit-penyakit yang juga berpengaruh pada upaya penyiapan SDM yang prima secara fisik, mental, maupun intelektual.

"Sehingga betul-betul kita bisa mencapai target dan cita-cita pembangunan nasional kita yaitu menjadi negara maju di tahun emas 2045," pungkas mantan Mendikbud ini. (*)

Kontributor Foto:
Reporter: