Atur Pengeras Suara Demi Kenyamanan dan Toleransi

KEMENKO PMK -- Pemerintah mengeluarkan kebijakan melalui Surat Edaran Menteri Agama (SE Menag) Nomor 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.

Menanggapi langkah itu, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengajak masyarakat untuk dapat memahami dengan membaca isi dari SE Menag secara menyeluruh.

“SE Pak Menag itu bagus sekali. Karena itu saya minta supaya pengurus-pengurus masjid, pengurus-pengurus musala, takmir, agar membaca dulu semuanya, dipahami apa maksudnya, apa tujuannya,” ujar Menko PMK di sela kunjungan kerja meninjau penyaluran bantuan sosial di Kabupaten Tegal, Jumat (25/2).

Sebagaimana tertulis jelas di dalam SE, penggunaan pengeras suara pada masjid atau musala mempunyai tujuan yaitu di antaranya mengingatkan kepada masyarakat akan datangnya waktu salat melalui  suara azan, salawat dan bacaan al Qur’an. 

Selain itu, menyampaikan suara muazin kepada jamaah ketika azan, suara imam kepada makmum ketika salat berjamaah, atau suara khatib dan penceramah kepada jamaah, serta menyampaikan dakwah kepada masyarakat secara luas baik di dalam maupun di luar masjid atau musala. 
Sudah seharusnya lah penggunaan pengeras suara tersebut dilakukan secara proporsional. Harus “Empan Papan”  mengenai kapan digunakan dan seberapa besar volume suaranya. 

"Mohon SE itu dibaca betul kemudian diterapkan. Tujuannya sangat baik yaitu untuk menjaga kenyamanan lingkungan dan toleransi. Boleh memakai pengeras suara atau toa, asal yang wajar. Jangan terlalu keras-keras tapi juga jangan terlalu lirih. Kapan digunakan itu juga dihitung betul. Jangan 24 jam keras terus,  jangan 2 jam sebelum salat subuh sudah keras,” ucap Menko PMK.

Seperti juga telah disampaikan Menag bahwa di dalam hidup masyarakat yang plural diperlukan toleransi. Oleh karena itu, perlu pedoman bersama agar kerukunan dan harmoni sosial tetap terawat dengan baik termasuk di antaranya lewat cara mengatur penggunaan pengeras suara di masjid atau musala.

“Jadi sebetulnya itu maksudnya baik. Jangan mudah terpengaruh pada berita yang sepotong-potong apalagi cuma judulnya. Baca berita itu isinya, jangan judulnya saja. Sekarang ini banyak masyarakat kita yang membaca berita itu judulnya, kalau judulnya seram ya dianggapnya itu. Padahal itu hanya judulnya saja,” tegasnya.

Muhadjir pun berharap agar kebijakan yang telah dikeluarkan melalui SE tersebut dapat dijadikan pedoman. Dengan demikian, kenyamanan dan kehidupan toleransi di masyarakat dapat  terus terpelihara dengan lebih baik. 

Kontributor Foto:
Reporter: