Jakarta (29/8) –Di depan lebih dari 200 peserta webinar series dengan tema “ Paradigma Pendidikan dalam Membentuk Insan Kamil dan Mandiri di masa Pandemi Covid-19”, yang diselenggarakan Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pengurus Pusat Aisyiyah di Jakarta hari ini, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan diwakili Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan dan Moderasi Beragama Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Prof. Agus Sartono,MBA. menjelaskan pentingnya pembentukan insan kamil yang harus dirancang dan dipersiapkan sejak dini.
Menurut Agus Sartono, pembentukan insan kamil yang mandiri harus disiapkan sejak dini. Insan kamil menurut Agus dimaknai sebagai manusia sempurna yang memiliki kecerdasan/akal, rasa, karsa dan akhlak yg baik. Kemudian bagaimana kita menyiapkan insan kamil? Untuk menjawabnya, Agus meletakan dalam kontek human capital life cycle yg merupakan gagasan Menko PMK. Kehadiran insan kamil harus disiapkan sejak dini. Pasangan pengantin/calon orang tua harus memahami arti pentingnya 1.000 Hari Pertama Kehidupan. Sejak terjadi pembuahan, ibu harus mendapatkan asupan/makanan sehat, halal dan bergizi agar menghasilkan anak –anak yang sehat dan cerdas. Tidak hanya makanan tetapi psikologi selama kehamilan harus dijaga. Oleh sebab itu agama mengajarkan agar selama kehamilan, ibu dianjurkan banyak mengaji dan menghindarkan diri dari perilaku yang tidak baik. Kekerasan selama kehamilan dan stress akan mempengaruhi tumbuh kembang anak dalam kandungan.
Saat anak lahir maka golden opportunity harus diisi dengan pola asuk anak usia dini dengan baik. Usia 2- 3 tahun menjadi titik kritis bagi tumbuh kembang anak selanjutnya. Pada titik ini penting sekali asupan bergizi. Pembiasaan sejak usia dini akan mengantarkan anak memasuki fase pendidikan formal.
Agus menekankan bahwa tujuan pendidikan pada dasarnya ingin menyiapkan peserta didik menjadi insan kamil. Pendidikan harus dimaknai dalam arti luas, yakni pendidikan nonformal, informal dan formal. Jadi kehidupan ini merupakan proses pendidikan. Oleh karena itu kita harus memastikan agar setiap insan menjadi insan pembelajar sepanjang hayat.
"Keluarga harus menjadi tempat pembelajaran, pendidikan bagi setiap insan" katanya. Oleh karena itu orang tua/setiap kita harus menjadi "guru dan role model" bagi lingkungan terkecil dan anak-anak. Jauh sebelum anak-anak menikmati pendidikan formal, anak-anak akan mendapatkan pendidikan di keluarga. Pendidikan agama sejak dini sangat penting karena akan memberikan bekal nilai-nilai akhlak bagi anak.
Agus sangat konsen atas fenomena pemanfaatan gawai dilingkungan keluarga. "Saat ini ruang keluarga menjadi hampa, orang tua dan anak-anak sibuk dengan gawainya sendiri-sendiri. Padahal seharusnya ruang keluarga menjadi tempat untuk menyemai nilai-nilai positif kepada anak" imbuhnya.
Setelah anak mendapatkan pengasuhan yg baik sejak usia dini, maka tahap kritis berikutnya adalah pendidikan formal - pendidikan dasar - pendidikan menengah - perguruan tinggi - hingga pembekalan saat usia dewasa bagi calon pengantin dan selanjutnya memasuki kehidupan lansia yang produktif. Begitulah terus berulang krn setiap saat generasi baru lahir.
Dimasa pandemi Covid 19 ini, Agus menggambarkan bahwa lebih dari 200 negara terpaksa harus menutup sekolah karena tidak ingin anak-anak sebagai negerasi mendatang terpapar Covid 19. Kita tidak tahu harus sampai kapan, karena hingga saat ini belum ada negara yang berhasil menemukan obat dan vaksin. Jadi kita harus berhati-hati. Untuk itu Agus menambahkan bahwa penting bagi setiap kita ikut mengedukasi masyarakat akan pentingnya menggunakan masker, menjaga jarak, dan rajin mencuci tangan pakai sabun.
Lebih lanjut Agus Sartono menyampaikan masa depan pendidikan tahun 2030. Lingkungan sangat volatil, komplek dan penuh ketidak pastian. Kita belum berhasil menemukan obat dan vaksin Covid 19, kini kita dihantui munculnya gelombang kedua. Virus jenis baru hasil mutasi dari virus lama. Belum lagi dampak ekonomi, kini seluruh dunia menghadapi ancaman resesi.
Dalam kontek webinar kali ini dikatakan bahwa kita mesti memastikan agar anak-anak tetap mendapatkan kompetensi yg cukup. Kompetensi terdiri atas knowledge, skill, attitude dan value. Dikatakan bahwa cerdik pandai saja tidak cukup. Punya skill saja juga tidak cukup. Tetapi harus punya karakter, value dan perilaku/attitude yang baik.
Agus menggambarkan bahwa orang yang punya kecerdasan tinggi tetapi tidak punya value dan attitude/karakter yang baik justru berbahaya. Potensi kerusakan yg ditimbulkan jauh lebih besar daripada orang yg tak begitu pandai tetapi punya karakter/attitude yg baik. Kemudian karakter macam apa yang diperlukan? Setidaknya ada tiga value yang harus dimiliki untuk menjadi insan kamil yakni kerja keras, jujur dan berintegritas. "Jika setiap kita mampu menjaga ketiganya, maka insyaallah negara akan adil dan makmur" tambahnya.
Ketiga faktor tersebut dinilai Agus Sartono, dipengaruhi faktor yakni lingkungan, orang tua dan guru atau tenaga kependidikan di sekolah. Oleh karena itu dalam webinar, Agus Sartono, mengajak seluruh anggota PP Aisyiyah di bidang pendidikan dasar dan menengah untuk bersama mengawal terbentuknya insan kamil yang berkarakter dan mandiri berlandaskan moral agama. Mengakhiri paparannya, Agus mengajak agar setiap kita harus mampu menjadi "guru dan memberikan keteladanan" bagi lingkungan terkecil dan menanamkan tiga nilai tersebut dalam keseharian.