Apresiasi Komitmen Provinsi Banten Untuk Percepatan Penurunan Stunting
KEMENKO PMK -- Provinsi Banten merupakan salah satu lokus prioritas percepatan penurunan stunting. Meskipun telah terjadi penurunan prevalensi stunting, tetapi dengan jumlah absolut penduduk yang besar membuat penanganan stunting di Banten menjadi salah satu prioritas. Berdasarkan data SSGI, pada tahun 2021 prevalensi stunting di Banten sebesar 24,5 persen dan pada tahun 2022 prevalensi stunting turun menjadi 20 persen, turun sebesar 4,5 persen dibandingkan tahun 2021.
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kemenko PMK Y.B Satya Sananugraha menyatakan, hasil positif yang dicapai oleh Provinsi Banten berkat langkah strategis dan praktik baik yang telah memberikan efek signifikan dalam percepatan penurunan stunting. Hal tersebut dikatakannya saat menyampaikan sambutan dalam kegiatan "Evaluasi Terpadu Percepatan Penurunan Stunting Provinsi Banten Tahun 2023", di Hotel Aston, Kota Serang, Banten, pada Selasa (10/10/2023).
Satya menyatakan, dari hasil kunjungan dan evaluasi di lapangan khususnya di Serang, kolaborasi, kerjasama, integrasi kegiatan percepatan penurunan stunting oleh OPD dan Tim Percepatan Penurunan Stunting sudah dilakukan dengan baik. Seperti program Dapur Sehat Atasi Stunting (DAHSAT) di Posyandu, kemudian peogram PAUD HI pelaksanaan aksi bergizi dan skreening anemia, juga pemberian pil tablet tambah darah pada remaja putri sudah rutin dilakukan.
"Kami mengapresiasi praktik baik
yang telah dilakukan Pemerintah Provinsi Banten khususnya Kota Serang, sehingga percepatan penurunan stunting bisa dilakukan dengan baik," ujarnya.
Lebih lanjut, menurut Satya, masih ada permasalahan yang menjadi kendala bagi Provinsi Banten untuk mempercepat penurunan stunting, seperti masih ada beberapa daerah dengan akses air bersih yang terbatas, kemudian juga akses air minum layak dan sanitasi. Dalam hal ini Satya mengatakan akan membawa permasalahan tersebut ke Kementerian PUPR untuk diberikan program intervensi.
"Masih perlu perbaikan untuk pemenuhan kebutuhan air minum layak, karena masih terbatasnya jaringan perpipaan untuk akses air minum layak. Kami akan berkoordinasi dengan Kementerian PUPR untuk bisa menyelesaikan masalah di sana," ucapnya.
Satya mengharapkan Provinsi Banten semakin mengebut program percepatan penurunan stunting dan fokus pada indikator yang
cakupannya masih jauh dari target dan perlu
dukungan dari semua pihak. Seperti pemenuhan asupan gizi tambahan, pencegahan pernikahan dini, pencegahan perilaku buang air sembarangan, serta sosialisasi pentingnya gizi dan pencegahan stunting.
Kemudian juga diharapkan seluruh fasilitas kesehatan di Provinsi Banten yakni Puskesmas dan Posyandu bisa memenuhi USG dan Antropometri, serta melatih kader dan tenaga kesehatan dalam menggunakan alat tersebut. Pemerintah daerah untuk mengoptimalkan kinerja Tim Percepatan Penurunan Stunting dan Tim Pendamping Keluarga dari tingkat provinsi hingga desa.
Selanjutnya, diharapkan pemerintah Provinsi Kabupaten/Kota memastikan semua keluarga berisiko stunting masuk dalam DTKS untuk mendapatkan bansos. Edukasi dan konseling terus dilakukan kepada masyarakat secara massif tentang pemenuhan gizi dan pola asuh, meningkatkan dukungan dari perguruan tinggi, dunia usaha dan organisasi keagamaan dalam upaya percepatan penurunan stunting, serta dukungan dari Kementerian dan Lembaga.
"Ke depannya, kita berharap Provinsi Banten ini bisa menjadi contoh yang baik untuk percepatan penurunan stunting," ungkap Satya.
Di kesempatan terpisah, Penjabat (Pj) Sekda Provinsi Banten Virgojanti menyampaikan bahwa Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Provinsi Banten terus memperkuat penanganan stunting melalui pendekatan multisektor dan multipihak.
Virgojanti menyampaikan, dukungan anggaran penanganan stunting Provinsi Banten mencapai Rp739.082.950.322 yang berada di 20 OPD dan dukungan anggaran yang bersumber dari APBD Kabupaten/Kota, APBN, CSR, DAK fisik dan DAK non fisik serta dana lainnya.
"Pelaksanaan percepatan penurunan stunting dilakukan melalui berbagai program kegiatan yang melibatkan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Provinsi Banten dan Kabupaten/Kota hingga tingkat Desa/Kelurahan," ujarnya.
Ditambahkannya, penanganan intervensi spesifik yang sudah mencapai target adalah indikator tablet tambah darah bagi remaja putri dan Balita Imunisasi Dasar Lengkap (IDL) tertinggi pertama se-Indonesia pemberian makanan pendamping ASI. Kemudian ada juga yang masih dalam proses seperti skrining anemia, PMT Bumil KEK, PMT gizi kurang.
Kemudian, untuk capaian intervensi spesifik secara umum sudah tercapai dengan baik. Namun masih ada indikator yang belum memenuhi target seperti calon Pasangan Usia Subur (PUS) yang memperoleh pemeriksaan kesehatan sebagai bagian dari pelayanan nikah dan target sasaran yang memiliki pemahaman yang baik tentang stunting di lokasi prioritas.
Virgojanti menyampaikan, Keluarga berisiko stunting di Provinsi Banten sebanyak 532.580 keluarga berdasarkan hasil pemutakhiran pendataan keluarga tahun 2022. Virgojanti mengatakan, dengan adanya anggaran stunting tersebut diharapkan bisa mempercepat penanganan stunting dan bisa mencapai target penurunan menjadi 14 persen pada tahun 2024.
"Hal ini perlu menjadi catatan serius untuk mendukung pemenuhan target yang telah ditetapkan," jelasnya.
Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan Focus Group Discussion (FGD) yang diikuti oleh jajaran Organisasi Perangkat Daerah dari Kabupaten Serang, Lebak, Pandeglang, Tangerang, Kota Serang, Cilegon, Tangerang, dan Tangerang Selatan. Dalam kesempatan FGD juga hadir para narasumber dari kementerian dan lembaga, dari Kementerian Sosial, Kementerian Kesehatan, Kementerian PUPR, Kementerian Kominfo, Kemendes PDTT, Kementerian Agama, Kemebterian Keuangan, Bappenas, BKKBN.
Dalam kegiatan FGD seluruh OPD Provinsi Banten antusias dalam berdiskusi, menyampaikan kendala penanganan stunting, masalah yang dihadapi pada para narasumber. Kemudian dari kegiatan didapatkan hasil rekomendasi evaluasi kebijakan penanganam stunting untuk para OPD yang mencakup penanganan tata kelola, intervensi spesifik dan sensitif. Para OPD kemudian menyetujui dan akan menindaklanjuti hasil evaluasi yang akan dilaksanakan untuk mempercepat penanganan stunting.