Lindungi Pekerja Migran, Pemerintah Perkuat Program Desa Migran Produktif

KEMENKO PMK - Persoalan Pekerja Migran Indonesia (PMI) sangat beragam. Mulai dari rendahnya keterampilan kerja hingga simpang siur data pekerja migran. Saat ini diperkirakan sebanyak sembilan juta warga Indonesia bekerja di luar negeri. Namun SISKOP2MI (Sistem Komputerisasi untuk Pelayanan dan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia) mencatat hanya 4,6 juta jiwa warga Indonesia yang bekerja di luar negeri. Artinya, sekitar 4,4 juta, bekerja secara non prosedural. PMI yang berangkat secara non-prosedural kerap kali mengalami berbagai permasalahan, seperti kurang maksimalnya pelindungan bagi PMI, minimnya pengasuhan dari orang tua bagi anak PMI yang ditinggalkan, hingga belum optimalnya pengelolaan uang remitansi.

Untuk itu pemerintah terus berupaya menguatkan program pemberdayaan PMI, baik yang telah pensiun maupun kepada keluarganya melalui Program Desa Migran Produktif (DESMIGRATIF). Salah satunya dengan melaksanakan pilot project  pemberdayaan PMI melalui DESMIGRATIF di Desa Tunggangri, Kabupaten Tulungagung, Provinsi Jawa Timur yang merupakan daerah asal PMI terbesar di Indonesia.

"Program ini diharapkan dapat mengurangi permasalahan dan menyejahterakan PMI beserta keluarganya, sehingga mengurangi keinginan untuk kembali bekerja di luar negeri", tegas Deputi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kemenko PMK, Femmy Eka Kartika Putri saat membuka rapat koordinasi pemberdayaan PMI secara daring (25/01).

Ditambahkannya, program percontohan ini akan menyasar pada empat pilar DESMIGRATIF, yakni layanan migrasi, usaha produktif, community parenting, koperasi desmigratif. Melalui Pemberdayaan PMI dengan mengutamakan kearifan lokal dan berkelanjutan program, maka akan menguatkan pilar community parenting, yang selama ini kurang tersentuh.

Community parenting menjadi hal yang penting agar anak-anak PMI yang ditinggalkan orang tuanya bekerja di luar negeri dapat terawat dengan baik, tidak terlantar,” imbuh Deputi Femmy.

Selaras dengan Deputi Femmy,  Purwanti Utami Kepala UPT Pelayanan dan Perlindungan Tenaga Kerja (P2TK) Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Jawa Timur menyebut akibat rendahnya pemahaman orang tua atau pasangan PMI tentang pola asuh anak maka muncul berbagai permasalahan  seperti perceraian, kekerasan, kemiskinan, dan perkawinan anak. Untuk menangani hal tersebut, salah satunya dengan membangun shelter transit bagi PMI bermasalah yang dikembalikan ke daerah asal. Shelter transit juga dapat dimanfaatkan untuk urusan ketenagakerjaan lainnya, seperti pelatihan kerja calon PMI.

Salah satu upaya yang dilakukan oleh Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Jawa Timur adalah melalui kerja sama dengan perguruan tinggi di Surabaya meluncurkan tiga buah e-modul terkait perkembangan anak. Buku-buku tersebut diluncurkan untuk dibagikan kepada Disnakertrans Kabupaten/Kota dan desa yang memiliki program Desmigratif. Selain itu, Disnakertrans memiliki shelter transit bagi PMI bermasalah yang akan dipulangkan ke daerah asal. Di tahun 2022, Disnakertrans mengembangkan agar shelter dapat melayani PMI dengan cakupan lebih luas, termasuk calon PMI serta keluarga PMI.

Menutup rakor, mewakili Deputi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda, Asisten Deputi Pemenuhan Hak, Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan, Imron Rosadi menyampaikan kesepakatan bahwa akan segera melaksanakan kunjungan lapangan bersama kementerian/lembaga terkait untuk melakukan penilaian potensi desan dan penetapan program pemberdayaan ke Desa Tunggangri, Kabupaten Tulungagung, Provinsi Jawa Timur.

Hadir dalam rakor, Asisten Deputi Pemenuhan Hak, Perlindungan, dan Pemberdayaan Perempuan, Roos Diana Iskandar, perwakilan Kementerian Ketenagakerjaan, perwakilan  Kementerian Dalam Negeri, perwakilan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, serta Pemerintah Daerah Jawa Timur dan Tulungagung yang hadir secara daring.

Kontributor Foto: