KEMENKO PMK -- Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Ojat Darojat menyoroti tingginya kontribusi riset akademik terhadap paten nasional, namun rendah dalam hal pemanfaatannya oleh industri.
"Lebih dari 60 persen paten nasional berasal dari perguruan tinggi dan lembaga riset, tapi yang benar-benar dimanfaatkan oleh industri masih sangat sedikit. Ini mencerminkan adanya kesenjangan antara hasil riset dan kebutuhan praktis industri," ujarnya dalam Rapat Koordinasi Pemanfaatan Hasil Riset dan Inovasi di Kantor Kemenko PMK, Senin (23/6/2025).
Data menunjukkan sejak 2024 terdapat lebih dari 50.000 proposal penelitian dan hampir 10.000 proposal pengabdian yang diajukan melalui platform BIMA. Sebanyak 16.460 proposal dari 1.503 perguruan tinggi memperoleh pendanaan senilai Rp1,285 triliun. Namun, belum banyak yang berhasil menembus pasar industri akibat rendahnya keterkaitan riset dengan kebutuhan dunia usaha.
Menjawab tantangan tersebut, pemerintah mendorong agar hasil riset dan inovasi tidak berhenti pada publikasi dan paten semata, namun dihilirisasi dan dimanfaatkan secara langsung di dunia industri. Langkah ini sejalan dengan target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029, khususnya peningkatan daya saing SDM dan inovasi nasional.
Ojat menegaskan, Kemenko PMK memandang pentingnya pembentukan ekosistem riset nasional yang terintegrasi. Mulai dari regulasi pendukung, pendanaan berkelanjutan, kolaborasi antar lembaga riset, perlindungan peneliti, hingga insentif bagi industri harus dibangun bersama.
Ia menyebutkan perlunya regulasi baru dalam bentuk Perpres sebagai payung hukum penguatan hilirisasi. "Kemendikti sebagai key player bersama BRIN, Kemenkeu, Kemenperin, dan Kemenkop UKM bisa dilibatkan dalam merumuskan arah riset nasional yang lebih aplikatif dan berdampak langsung,” jelas Ojat.
Gagasan lain yang turut dibahas dalam rapat adalah pembentukan konsorsium riset nasional yang dipelopori oleh PTN-BH sebagai lokomotif inovasi di hulu, serta penguatan peran innovation broker atau penghubung inovasi. Fungsinya menjembatani perguruan tinggi dan lembaga riset dengan sektor industri, melalui pemetaan inovasi, matchmaking, fasilitasi kerja sama teknologi, hingga penyelenggaraan forum pitching dan pameran inovasi.
"Riset kita harus demand-driven dan market-driven. Jangan sampai riset jalan sendiri, industri jalan sendiri. Harus terhubung erat," ujar Ojat.
Rapat koordinasi ini dihadiri oleh perwakilan dari Kemendikti, Kemendikdasmen, Kemenkominfo, Kemenkumham, Kemenaker, Kemenperin, Kemenkop UKM, Kemenkeu, BPS, Bappenas, BRIN, BKPM, BPKP, serta sejumlah perguruan tinggi. Hasil diskusi merumuskan rekomendasi konkret, termasuk penyusunan regulasi (Inpres atau Perpres), penguatan pendanaan riset terapan, serta promosi dan inkubasi hasil inovasi.