Sinkronisasi Regulasi Transmigrasi Makin Menemukan Titik Terang

Jakarta (8/7) -- Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) menggelar rapat koordinasi rancangan kesepakatan kewenangan pemerintah dan pemerintah daerah pada bidang transmigrasi. Rapat bertujuan untuk menyusun kesepakatan pembagian kewenangan pusat dan daerah terkait sub urusan pengembangan kawasan transmigrasi.

 

Tidak hanya dihadiri Sesditjen Pembangunan dan Pengembangan Kawasan Transmigrasi (PPKTrans) dan jajaran Direktur, rapat kali ini juga dihadiri oleh perwakilan Kemendagri, Bappenas, Setkab, dan Kemenkeu.

 

Sigit selaku Sesditjen PPKTrans menjelaskan walaupun pengembangan kawasan transmigrasi merupakan kewenangan pusat namun peran daerah (provinsi) dapat didorong dalam rangka mendukung pengembangan kawasan transmigrasi menjadi Kawasan Perkotaan Baru (KPB).

 

"Di samping itu, peran kabupaten/kota juga dapat diarahkan dalam rangka mendukung pengembangan satuan permukiman transmigrasi menjadi Satuan Kawasan Pengembangan (SKP)," ujarnya.

 

Melengkapi penjelasan tersebut, Heriyanto selaku Direktur Pengembangan Kawasan Transmigrasi menjelaskan terdapat lima dimensi aktifitas pengembangan kawasan transmigrasi yang dapat dilaksanakan oleh daerah dengan mekanisme dekon/TP yaitu penguatan SDM, infrastruktur, sosial ekonomi dan kelembagaan, pengelolaan aset dan pengendalian pemanfaatan ruang.

 

Asep, selaku perwakilan Bappenas memberi masukan dalam rangka menghindari overlapping kewenangan pada aspek pengembangan satuan permukiman (SP) diperlukan kejelasan pembagian kewenangan pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten dalam suatu uraian list kegiatan sebagai standar output yang harus dihasilkan pada tiga fase pengembangan SP yakni fase penyesuaian, pemantapan dan kemandirian.

 

Mengingat banyaknya kompleksitas permasalahan sub urusan pengembangan kawasan transmigrasi, lebih lanjut, Direktur Pembangunan Kawasan Transmigrasi Nirwan menambahkan terdapat dua aktifitas yang juga perlu ditegaskan yaitu peran pusat dan daerah dalam menjamin hak transmigran memiliki Sertifikat Hak Milik lahan maupun dalam hal penyelesaian kasus pertanahan di kawasan satuan permukiman, di mana peran pemda juga akan dilibatkan melalui mekanisme dekon /TP untuk pendampingan dan fasilitasi.

 

Rapat yang telah berlangsung selama enam kali, mulai dari sub urusan perencanaan kawasan, pembangunan kawasan, dan pengembangan kawasan transmigrasi pada hari ini semakin memberikan titik terang akan adanya harmonisasi regulasi antara Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2009, Peraturan Pemerintah Nomor 03 Tahun 2014, dan Kepemdendagri Nomor 050-3708 Tahun 2020 serta regulasi terkait transmigrasi lainnya.

 

Perwakilan Direktorat Jenderal Bina Pengembangan Daerah dan Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri, menyepakati rancangan kesepakatan pemerintah untuk bidang transmigrasi dapat mengakomodir kebutuhan-kebutuhan yang belum diatur oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

 

"Namun demikian, tetap perlu melihat pada urusan lainnya yang beririsan dengan bidang transmigrasi seperti pertanahan, pendidikan, dan kesehatan sehingga aturan yang ada tidak redundant," tegasnya.

 

Selama hampir enam jam rapat koordinasi berlangsung, Koordinator Analis Kebijakan Bidang Mobilitas Spasial, Melkianus Kebos selaku pimpinan rapat menyimpulkan dua hal pokok kesepakatan yaitu pertama, pengembangan kawasan transmigrasi merupakan kewenangan pemerintah pusat.

 

Akan tetapi, lanjutnya, dalam hal mengakomodir kebutuhan pengembangan wilayah dan pemberdayaan masyarakat di kawasan transmigrasi, pemda dapat mendukung penganggaran melalui mekanisme hibah kepada pusat maupun bantuan keuangan kepada pemerintah daerah lainnya di samping menciptakan kolaborasi program/kegiatan bersama instansi terkait  lainnya sesuai dengan kewenangan pemda.

 

"Kedua yaitu pengembangan satuan permukiman transmigrasi telah diatur dan terbagi jelas dalam lampiran Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 sehingga tidak ada redendunt yang terjadi," tuturnya.

 

Adapun rancangan kesepakatan pengembangan satuan permukiman (SP) tetap sesuai tahapan yang tertuang dalam Undang-Undang, meskipun masukan dan kebutuhan pemerintah daerah lebih dari itu. Dalam hal kerjasama, pemerintah daerah dapat mengalokasikan belanja hibah di sekretariat daerah pemberi hibah kemudian diberikan ke sekretariat daerah penerima transmigran, sesuai peruntukkan kerjasama dan kewenangan pemerintah daerah.

 

"Harapannya, dengan kewenangan yang terbagi pengembangan satuan permukiman tetap lebih maksimal dan tidak melebihi waktu pengembangan SP selama 5 tahun, sehingga T+6 penempatan transmigran sudah bisa mendapatkan program-program pengembangan kawasan transmigrasi," pungkas Melki.

Kontributor Foto:
Reporter: