Jakarta (12/4) -- Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) mengoordinasikan Pembentukan Sekretariat Bersama (Sekber) Layanan Advokasi Penghayat Kepercayaan dan Masyarakat Adat melalui konferensi daring pada Sabtu (10/3).
Sekber akan dibentuk dari perwakilan kementerian dan lembaga yang memiliki mandat atau dalam pelaksanaan tugasnya berkaitan dengan penghayat kepercayaan dan masyarakat adat. Sementara struktur organisasi sekber terdiri atas dewan pengarah, kepala sekber, sekretaris, bidang substansi, satuan tugas advokasi dan layanan pengaduan.
Deputi Bidang Koordinasi Revolusi Mental, Pemajuan Kebudayaan, dan Prestasi Olahraga Kemenko PMK Nyoman Shuida mengatakan bahwa sekber memiliki peran sebagai wadah kementerian dan lembaga untuk membangun sinergi dalam lingkup penghayat kepercayaan dan masyarakat adat, baik dalam penyelesaian persoalan maupun dalam hal penyusunan kebijakan yang berperspektif hak asasi manusia.
"Dengan adanya sekretariat bersama, percepatan pemenuhan hak konstitusional penghayat kepercayaan dan masyarakat adat dapat diselenggarakan secara efektif, komprehensif, dan gotong royong," tutur Nyoman.
Ia menjelaskan nantinya sekber akan melakukan rapat berkala setiap bulan. Untuk itu, setiap kementerian dan lembaga dalam sekber wajib mengikuti agenda berkala tersebut dan wajib mengalokasikan anggaran untuk layanan advokasi penghayat kepercayaan dan nasyarakat adat.
"Melalui rapat ini, Kemenko PMK berupaya mengakomodir dan menyinkronisasikan dua aspek layanan advokasi. Pertama, pihak yang menerima layanan advokasi pemenuhan hak sipil, ekonomi, sosial dan budaya yaitu penghayat pepercayaan dan masyarakat adat," ujarnya.
Lebih lanjut, sambung Nyoman, yang kedua layanan advokasi memprioritaskan pada advokasi non litigasi. Advokasi tersebut menitikberatkan pada perubahan kebijakan dan pemberdayaan serta advokasi litigasi yang menjadi alternatif terakhir melalui pemberian terbatas pada upaya hukum perdata dalam hal pihak tergugat atau turut tergugat bukan institusi pemerintah/negara setelah melalui penelaahan dan pemeriksaan mendalam atas persoalan yang diadukan.
"Rakor kali ini salah satunya bertujuan untuk mengakomodir peningkatan kualitas hidup, hak sipil, ekonomi, sosial dan budaya penghayat kepercayaan dan masyarakat adat, menciptakan skema layanan advokasi yang berorientasi pada pemberdayaan penghayat kepercayaan dan masyarakat adat, serta menyediakan informasi bagi masyarakat mengenai pemenuhan hak sipil, ekonomi, sosial dan budaya penghayat kepercayaan dan masyarakat adat," imbuhnya.
Rakor tersebut dihadiri oleh perwakilan kementerian/lembaga terkait seperti Kemenkopolhukam, Kemenkum HAM, Kemendagri, Kemenlu, Kejagung, Kemendikbud, Kemenag, Kemenkes, Kemen PPA, LIPI, Kemenparekraf, Kemen LHK, Kemen PUPR, KSP, Setkab, POLRI, BPIP, dan BPS.
Sebagai informasi, di dalam UUD 1945 pasal 18B ayat (2) disebutkan negara mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang.
Selain itu, pasal 28I ayat (3) Konstitusi menyebutkan identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban. Konstitusi juga menjamin keberadaan dan hak penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam pasal 28E ayat (2) secara tegas konstitusi menyatakan bahwa setiap orang atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
Asisten Deputi Pemajuan dan Pelestarian Kebudayaan Kemenko PMK Molly Prabawaty turut menambahkan bahwa upaya penyelesaian masalah-masalah penghayat kepercayaan dan masyarakat adat juga harus diselesaikan secara bersama-sama yang melibatkan lintas sektoral.
"Oleh sebab itu, Kemenko PMK mendorong kementerian dan lembaga terkait agar segera menunjuk pejabat teknis sesuai dengan kompetensinya masing-masing untuk menjadi anggota sekber yang akan dikukuhkan melalui Surat Keputusan Menko PMK tentang Sekretariat Bersama Layanan Advokasi Penghayat Kepercayaan dan Masyarakat Adat," tandas Molly.