KEMENKO PMK - Staf Ahli Bidang Penguatan Stabilitas Politik dan Pemerintahan Sorni Paskah Daeli hadir dalam Rapat Penyusunan Rancangan Inpres Pemanfaatan Dana Siap Pakai (DSP) oleh BNPB untuk Penanganan Konflik Sosial di Kantor BNPB, pada Senin, 9 Desember 2024.
Rapat dipimpin oleh Sestama BNPB Rustama ini turut diikuti oleh Deputi Penanganan Darurat BNPB, Plh. Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri Amran, Inspektorat Utama BNPB, Kepala Biro Perencanaan BNPB, Kepala Biro Hukum BNPB, Direktur Konflik Hukum Kemendagri, dan perwakilan Dirjen Keuangan Daerah Kemendagri, dan para Asdep di lingkup Deputi Bidang Koordinasi Pemerataan Pembangunan Wilayah dan Penanggulangan Bencana.
Undang-undang Nomor 7 tentang 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial (PKS) dan PP 2/2015 tentang Peraturan Pelaksanaan UU 7/2012 membuka ruang digunakannya DSP untuk penghentian konflik dalam tahap keadaan konflik (serupa dengan status Darurat Bencana) dan untuk rekonsiliasi pasca konflik dalam tahap pemulihan pasca konflik. Selanjutnya perlu dibuatkan Peraturan Presiden yang mengatur penggunaan DSP untuk penanganan konflik sosial, dimana untuk penghentian konflik dikoordinasikan oleh Kemenko Polkam dan untuk pemulihan pasca konflik dikoordinasikan oleh Kemenko PMK. Hal itu agar penanganan konflik sosial, khususnya pemberian restitusi (ganti rugi) dalam rangka rekonsiliasi pasca konflik bisa berjalan dengan kejelasan mekanismenya serta pihak-pihak yang terlibat dan bertanggungjawab.
Dari sekian banyak konflik yang terjadi, seringkali penyediaan hunian dan pemulihan penghidupan bagi para korban dan/atau warga terdampak hingga penanganan pasca konflik tidak diselesaikan dengan baik, justru memunculkan potensi konflik baru. Kemenko PMK melihat perlunya dibentuk Instruksi Presiden untuk pemulihan pasca konflik, utamanya Adonara dan Haruku, yang saat ini tengah menjadi prioritas penyelesaiannya oleh Pemerintah. “Inpres ini sebagai terobosan untuk mengantisipasi pemulihan pasca konflik di waktu yang akan datang. Selain itu, faktor ketidakmampuan daerah untuk menyediakan pendanaan, khususnya penyediaan lahan,” ungkap Sorni.
Menanggapi hal tersebut, Rustama menyampaikan, Presiden sudah menyetujui pembangunan 52 rumah atas konflik sosial yang terjadi di Adonara, Flores Timur telah dengan menggunakan DSP. “Dalam hal relokasi, pemerintah pusat siap untuk mengalokasikan anggaran”, tutur Rustama.
Plh. Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Amran turut menyampaikan perlunya menyusun payung hukum penyiapan anggaran konflik sosial. “Ketika penanganan bencana hanya bergantung pada kemampuan pembiayaan daerah, akan kurang maksimal. Oleh karenanya, butuh dorongan dan dukungan dari pemerintah pusat secara maksimal, mengingat kemampuan fiskal daerah berbeda-beda,” tegasnya.
Rapat menyepakati akan disusun satu dasar hukum penanganan konflik sosial dalam bentuk Inpres atau Perpres dan penyusunannya dilakukan dalam waktu dekat dengan ruang lingkup yang dibatasi. “Diusahakan minggu ini selesai izin prakarsanya,” pungkas Sorni menutup rapat.