KEMENKO PMK – Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) menegaskan peran krusialnya sebagai entitas koordinator sentral dalam menjamin integrasi dan efisiensi pelaksanaan Rencana Induk Penanggulangan Bencana (RIPB) 2020-2044 dan Rencana Nasional PB (Renas PB).
Penegasan ini disampaikan dalam forum "Sharing Session Peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana (PRB): Monitoring dan Evaluasi RIPB dan Renas PB". Andre Notohamijoyo, Asisten Deputi Pengurangan Risiko Bencana (Asdep PRB) Kemenko PMK, hadir sebagai Keynote Speaker dalam acara tersebut.
Ia memaparkan materi strategis berjudul "Membangun Budaya Tangguh Bencana di Indonesia: Belajar dari Jepang". Asdep PRB Andre menyampaikan urgensi untuk memperkuat budaya tangguh bencana di Indonesia dengan mengambil pelajaran kritis dari Jepang.
Ia menyoroti bahwa kedua negara memiliki kesamaan karakter yang tinggi, yakni sebagai negara kepulauan, dengan konsentrasi penduduk yang tinggi di kawasan perkotaan, dan sama-sama menghadapi risiko bencana yang ekstrem (high-risk disaster).
"Kewaspadaan terhadap bencana harus terus diperkuat secara sistematis dan berkesinambungan. Beberapa pembelajaran esensial dari Jepang yang relevan bagi Indonesia mencakup bagaimana mereka sukses membangun budaya tangguh bencana sejak usia dini di tingkat keluarga, penerapan standar keamanan bangunan yang tinggi, memperkuat memori kolektif bangsa, dan edukasi kebencanaan terhadap masyarakat," ujar Andre Notohamijoyo.
Kemenko PMK juga menambahkan perlunya penguatan peran museum sebagai sarana edukasi dan informasi kebencanaan serta menjaga memori kolektif bangsa. Asdep Andre menekankan bahwa pengalaman Jepang harus diadaptasi dan disesuaikan dengan kearifan lokal masyarakat di seluruh daerah di Indonesia.
Selain fokus budaya, Asdep Andre juga menegaskan bahwa fungsi koordinasi yang diemban Kemenko PMK esensial dalam memastikan monitoring dan evaluasi RIPB dan Renas PB berjalan efektif, mengidentifikasi potensi redundancy program, mengoptimalkan alokasi sumber daya, dan memastikan sinkronisasi kebijakan hulu-hilir yang berdampak langsung pada peningkatan indeks ketahanan bencana masyarakat.
Acara sharing session ini turut menghadirkan representasi pemangku kepentingan yang menegaskan pendekatan pentahelix dalam penanggulangan bencana Ibu Nadhira Sehadur, SPMSI, Direktur Pengembangan Strategi Penanggulangan Bencana (BNPB), menyampaikan keynote speech mengenai pentingnya matriks evaluasi kinerja program PRB dan perlunya standardisasi metodologi penilaian untuk menjamin objektivitas hasil monitoring dan evaluasi.
Hairil Azmi selaku Program Koordinator dari International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies (IFRC), memberikan tinjauan teknis mengenai pengaplikasian prinsip-prinsip kemanusiaan universal dalam operasional PRB.
Ia menekankan pentingnya mekanisme accountability to affected population (AAP). Bapak Ridwan, Perwakilan dari Palang Merah Indonesia (PMI), mempresentasikan model intervensi kemanusiaan yang berorientasi pada penguatan kapasitas komunitas first responder dan optimalisasi jaringan relawan sebagai aset kritikal dalam respons kedaruratan di tingkat tapak.
Kolaborasi antar entitas strategis ini diposisikan sebagai fondasi yang kokoh untuk memastikan RIPB dan Renas PB dapat diimplementasikan secara efisien dan menghasilkan dampak mitigasi risiko yang terukur bagi Indonesia.