Kemenko PMK Upayakan Percepatan Pemerataan Pembangunan Wilayah Menjelang Akhir RPJMN 2020-2024

KEMENKO PMK --  Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Bidang Koordinasi Pemerataan Pembangunan Wilayah dan Penanggulangan Bencana Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Sorni Paskah Daeli memaparkan Progres Major Project Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020 – 2024 pada isu Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pasca Bencana dan Pengentasan Daerah Tertinggal.

Deputi Sorni menyampaikan, terdapat target-target dalam RPJMN yang harus dicapai oleh pemerintah mengingat tahun 2024 ini merupakan tahun terakhir Pemerintahan Jokowi-Amin, sehingga perlu menyampaikan progres dan capaian target tersebut kepada masyarakat.. Hal ini disampaikannya pada kegiatan Deputy Meet The Press, di Ruang Media Center Kemenko PMK, pada Senin (24/06/24).

Isu strategis pertama yang dipaparkan adalah mengenai penyelesaian Rehabilitasi dan Rekonstruksi (Rehab Rekon) Pascabencana di tiga lokasi bencana, meliputi Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Barat, dan Selat Sunda. Bencana di tiga wilayah tersebut terjadi dalam kurun waktu yang hampir bersamaan di tahun 2018. 

Dalam pelaksanaan rehab-rekonnya, untuk wilayah Nusa Tenggara Barat dan Selat Sunda sudah rampung lebih cepat di tahun 2022, sedangkan untuk wilayah Sulawesi Tengah saat itu baru berjalan sekitar 40%. 

“Melihat progres rehab-rekon wilayah Sulawesi Tengah yang begitu lambat, Pak Menko PMK berinisiatif menghadap Presiden untuk mengambil alih kembali (Rehab Rekon Pascabencana Sulawesi Tengah) dan disetujui Presiden yang dituangkan dalam Inpres Nomor 8 Tahun 2022. Sejak saat itu penanganan pasca gempa Sulawesi Tengah ini ada percepatan, dan hingga saat ini mencapai 96,3%,” ujar Sorni. 

Pending Issue Rehab Rekon Pasca Bencana di Sulawesi Tengah adalah masalah konsolidasi tanah dan pensertifikatan, menjadi motivasi bagi pemerintah untuk melakukan upaya percepatan pada enam bulan terakhir menuju berakhirnya penugasan Inpres 8 Tahun 2022 per 31 Desember 2024 mendatang. Itu artinya pembangunan akan dialihkan kepada Pemerintah Daerah dengan anggaran yang terbatas. 

“Konsolidasi tanah tadi merupakan hal yang harus diselesaikan oleh pemerintah, meskipun pihak provinsi maupun pusat (KemenATR/BPN) sudah melakukan penjaminan, tentu harus dibuktikan dengan implementasi di lapangan dan diupayakan menyelesaikan pensertifikatan sebelum 31 Desember,” ujar Deputi Sorni. 

Selanjutnya, Sorni Paskah Daeli menyampaikan juga isu strategis tentang Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (PPDT) yang berpedoman pada PP 78/2014, Perpres 105/2021 tentang STRANAS PPDT 2020-2024, Keputusan Presiden Nomor 16 Tahun 2024 tentang Rencana Aksi Nasional Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggl (RAN-PPDT) Tahun 2024. 

Berdasarkan Perpres 63/ 2020 telah ditetapkan 62 Daerah Tertinggal pada periode 2020 – 2024 ini. Berdasarkan nilai Indeks Daerah Tertinggal tahun 2023, terdapat 25 Daerah yang telah memenuhi nilai ambang batas lebih besar atau sama dengan 60 selama 2 sampai 3 tahun berturut-turut, sehingga layak mendapatkan predikat Daerah Tertinggal (DT) Potensi Entas. Beberapa daerah telah menunjukkan Indeks Daerah Tertinggal yang tinggi sebesar 73, yaitu Kabupaten Lombok Utara. 

“25 Daerah Tertinggal Entas itu adalah target minimal dari RPJMN, dan itu tercapai. Kita sedang upayakan di atas itu. Saat ini ada sekitar 3 atau 4 daerah yang Potensi Entas juga, namun resminya nanti akan ditetapkan di akhir periode RPJMN ini dan memasuki periode RPJMN 2025 – 2029,” ujar Sorni. 

Umumnya, DT memiliki produk unggulan yang dikembangkan menjadi sumber pendapatan daerah. Sebagai contoh beberapa daerah di Provinsi Sulawesi Tengah, yaitu Donggala dengan produk unggulan bawang, kelapa dalam, olahan ikan, kemudian Tojo Una-una dengan produk unggulan kopi, minyak kelapa, jagung, serta Sigi dengan produk unggulan bawang merah, bawang putih, manggis, dan lain sebagainya. 

DT Potensi Entas ini mendorong produk unggulannya tersebut tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan didaerahnya sendiri, tetapi juga dipasarkan ke daerah sekitarnya maupun di daerah yang jauh, dan ini sangat potensial menggerakkan ekonomi masyarakat setempat. Tentunya aspek infrastruktur jalan atau pelabuhan menjadi faktor penentu lainnya.

Pemerintah selalu membantu Daerah Tertinggal dengan memberikan stimulan Dana Insentif Fiskal (DIF) dengan tujuan mengisi kebutuhan-kebutuhan daerah yang belum terakomodir pada anggaran daerah. Namun Kemenko PMK melihat bahwa penggunaan DIF ini belum optimal, karena yang diusulkan oleh daerah, umumnya bukan pembangunan yang memiliki daya ungkit tinggi. Pada sisi ini, Kemenko PMK mengkoordinasikan agar yang diusulkan oleh daerah adalah kegiatan yang betul-betul bisa mendorong ekonomi masyarakat, seperti jalan, jembatan, pelabuhan dan lain-lain. 

Deputi Sorni mengungkapkan bahwa Pemimpin Daerah juga memiliki peran penting dan strategis dalam memimpin daerah entas dari Daerah Tertinggal. “Proses pembangunan tidak bisa dilepaskan dari proses politik yang produknya adalah pemimpin di daerah. Umumnya proses politik di Daerah, masyarakat tidak lagi melihat kompetensi calon pemimpinnya, tetapi yang menjadi perhatian utama mereka adalah faktor kedekatan dengan masyarakat. Kedekatan dengan masyarakat perlu, tetapi yang lebih penting adalah pemimpin yang memiliki kompeten dan mampu menjalankan visi membangun daerahnya. Disini letak peran penting masyarakat, sehingga kedepan memilih pemimpin yang punya kompetensi, agar daerah-daerah ini bisa segera mengejar ketertinggalannya dan entas sebagai DT," ungkapnya.

Turut hadir pada kesempatan tersebut adalah para para Pejabat Fungsional di lingkungan Kedeputian BIdang Koordinasi Pemerataan Pembangunan Wilayah dan Penanggulangan Bencana, Plt. Sekretaris Komisi Informasi Pusat Nunik Purwanti, dan Perwakilan Bakohumas. (*)

Kontributor Foto: