Merajut Indonesia Melalui Digitalisasi Aksara Nusantara

KEMENKO PMK -- Aksara daerah dewasa ini semakin terpinggirkan oleh aksara latin yang lumrah digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan data validasi vitalitas terhadap bahasa daerah yang dikaji Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, pada tahun 2018-2019, sebesar 52% atau setara dengan 95 bahasa daerah yang tersebar di berbagai provinsi statusnya mengarah kepada kepunahan. 

Dengan kondisi tersebut, perlu upaya lintas pemangku kepentingan untuk bergotong-royong mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa daerah agar tidak mengalami kepunahan.

Sebagai upaya untuk melindungi dan melestarikan aksara daerah, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) bersama Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI) telah berhasil melakukan digitasi dan digitalisasi aksara nusantara dengan mendaftarkan beberapa aksara daerah ke dalam Unicode (Standar Teknis Simbol, Teks dan Sistem Tulisan di dunia). Tiga aksara tersebut yakni aksara Jawa, Sunda, dan Bali.

Deputi Bidang Revolusi Mental, Pemajuan Budaya, dan Prestasi Olahraga Kemenko PMK Didik Suhardi menyampaikan, digitasi dan digitalisasi aksara daerah merupakan tugas pokok Kemenko PMK terkait Koordinasi, Sinkronisasi, dan Pengendalian dalam hal pembudayaan literasi.

"Ini menjadi bagian dari kewajiban kami untuk mendorong perlindungan aksara. Sehingga pendaftaran ini akhirnya bisa kami lakukan," ujarnya dalam Konferensi Pers Digitalisasi Aksara Nusantara di Kantor Kemenko PMK, pada Rabu (8/12).

Selain mendaftarkan tiga aksara tersebut ke dalam Unicode, Kemenko PMK bersama PANDI juga telah mendaftarkannya kepada Badan Standardisasi Nasional (BSN) untuk mendapatkan standarisasi Standar Nasional Indonesia (SNI) dalam penggunaan digital.

Pada tanggal 30 November 2021 SNI, untuk Fon dan Tata Letak Papan Tombol Aksara Nusantara telah ditetapkan, melalui:  
1.    SK Kepala BSN Nomor 545/KEP/BSN/11/2021 tentang Penetapan SNI 9047: 2021 Fon (Font) Aksara Nusantara; dan
2.    SK Kepala BSN Nomor 546/KEP/BSN/11/2021 tentang Penetapan SNI 9048: 2021 Tata Letak Papan Tombol Aksara Nusantara.

"Ketiganya telah terdaftar dan diakui resmi sebagai aksara digital dengan terbitnya SK Kepala BSN dan ditetapkannya SNI ini," ungkap Didik.

Dengan resmi diakuinya tiga aksara daerah sebagai aksara digital, kata Didik, langkah selanjutnya tiga aksara ini akan dibawa untuk didaftarkan sebagai IDN untuk ccTLD (Country Code Top Level Domain) Indonesia kepada ICANN (Internet Corporation for Assigned Names and Numbers) agar dapat digunakan di perangkat digital dan platform media sosial.

"Yang selama ini kita selalu menggunakan aksara latin dalam mengakses hal apapun. Pada saatnya nanti kita bisa menggunakan aksara nusantara. Oleh karena itu, Hal ini perlu kita syukuri," ucapnya.

Lebih lanjut, Deputi Didik berjanji akan terus mendorong aksara daerah lainnya agar bisa didigitalisasi dan didaftarkan menjadi aksara digital. Dia mengungkapkan, masih ada sebanyak 17 aksara daerah yang punya potensi untuk didaftarkan menjadi aksara digital.

"Kami akan segera mengundang kementerian dan lembaga terkait seperti Kemendikbudristek, Kemenkominfo, BSN, untuk kita koordinasikan dan melewati prosedur standar yang berlaku dalam pendaftaran aksara ini sehingga kami dapat berupaya dengan baik. Tidak hanya berhenti disitu, namun juga pemanfaatan digitalisasi Aksara Nusantara akan kami dorong untuk segera ditetapkan regulasinya, agar dapat diaplikasikan pada perangkat digital yang beredar di Indonesia," pungkasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Tim Konseptor Rancangan SNI Aksara Nusantara PANDI Heru Nugroho menceritakan lika-liku upaya digitasi dan digitalisasi aksara daerah. Pada mulanya, PANDI telah mengirimkan pendaftaran Aksara Jawa kepada ICANN.

"Namun hasil evaluasi, aksara Jawa oleh tim teknis dari ICANN, sebagaimana surat ICANN tertanggal 10 Desember 2020, menyatakan bahwa Aksara Jawa DITOLAK karena Aksara Jawa tidak digunakan dalam keseharian kecuali untuk kebutuhan pendidikan, kesejarahan dan tujuan dekoratif belaka," terang Heru.

Heru menyampaikan, penolakan ICANN telah menyadarkannya bahwa aksara nusantara belum menjadi tuan rumah di negerinya sendiri.

"Hal ini semakin menguatkan PANDI, yang didukung penuh oleh Kemenko PMK, dalam melakukan upaya pelindungan dan pelestarian aksara nusantara dengan mengajak masyarakat untuk kembali menggunakan bahasa dan aksara daerah dalam kehidupan sehari-harinya," tuturnya.

Pada bulan Juli 2021 PANDI mengajukan dokumen Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) untuk standar papan ketik, fon, dan transliterasi aksara Jawa, Sunda dan Bali. Usulan PANDI tersebut diajukan secara resmi ke Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri Kementerian Perindustrian sebagai sekretariat Komite Teknis (KT) 35-02 Komunikasi Digital. 

Pengusulan tersebut direspon dengan baik oleh sekretariat Komite Teknis (KT) 35-02 dengan mengajukan usulan mendesak kepada Badan Standardisasi Nasional (BSN) untuk dua perumusan standar tersebut. Sampai akhirnya, dua Keputusan Kepala BSN diterbitkan untuk menstardardisasi digitalisasi tiga aksara tersebut.

"Kami terharu. Upaya yang dilakukan ini telah menghasilkan penetapan SNI. Saya mengapresiasi Kemenko PMK yang mendukung kami mendorong supaya aksara warisan leluhur kita yang saat ini sisanya masih 17 bisa dibawa ke ranah digital," ungkap Heru

Menurut Heru, di era digital saat ini, apabila aksara daerah tidak didigitasi dan digitalisasi maka kemungkinan punah akan sangat besar. Karena itu, dia bersama PANDI berupaya keras agar aksara nusantara bisa digitalisasi dan setara dengan aksara latin.

"Kalau sudah berhasil kita digitasi dan digitalisasi seandainya toh tidak ada yang memakai lagi, dia akan tetap setara dengan aksara latin. Dan itulah identitas kita sebagai bangsa," pungkasnya. (*)

Kontributor Foto:
Reporter: