KEMENKO PMK — Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) menegaskan pentingnya kolaborasi multipihak dalam pengurangan risiko bencana di Indonesia. Hal itu disampaikan dalam kegiatan Whitespace 5 Filantropi Festival (FiFest) 2025 yang digelar di Ruang Heritage Kemenko PMK, Jakarta, pada Rabu (5/8/2025).
Acara dibuka oleh Deputi Bidang Koordinasi Penanggulangan Bencana dan Konflik Sosial Kemenko PMK, Lilik Kurniawan. Dalam sambutannya, Lilik menekankan bahwa tantangan bencana dan perubahan iklim tidak hanya terkait persoalan lingkungan, melainkan juga berdampak pada sektor sosial, ekonomi, dan pembangunan manusia.
“Peran filantropi tidak lagi cukup sebatas memberikan bantuan kemanusiaan pascabencana. Filantropi harus berkembang menjadi kekuatan transformatif yang memperkuat mitigasi, adaptasi, dan kesiapsiagaan masyarakat secara menyeluruh,” ujar Lilik.
Diskusi dimoderatori oleh Asisten Deputi Pengurangan Risiko Bencana, Andre Notohamijoyo, dengan narasumber dari PT Amman Mineral yang menekankan pentingnya pendekatan multipihak yang melibatkan pemerintah, sektor swasta, akademisi, masyarakat sipil, dan media dalam satu ekosistem kerja sama. Sementara itu, narasumber dari Lembaga Konsepsi menyoroti bahwa kehutanan sosial dapat menjadi model konkret pemberdayaan masyarakat sekaligus konservasi lingkungan.
“Praktik kolaboratif antara perusahaan, Kesatuan Pengelolaan Hutan, dan organisasi masyarakat sipil harus dilakukan secara berkesinambungan. Strategi ini tidak hanya menjaga tutupan lahan dan menurunkan lahan kritis, tetapi juga meningkatkan ekonomi lokal melalui agroforestri dan penguatan kapasitas kelompok tani hutan,” ujar perwakilan Lembaga Konsepsi.
Asdep Andre menambahkan bahwa lembaga filantropi idealnya menjadi bagian integral dari pembangunan nasional yang tanggap terhadap krisis iklim dan risiko bencana.
“Filantropi harus menjadi katalisator perubahan sosial, membangun budaya tangguh bencana, memperluas akses pengetahuan, serta mendukung komunitas dalam merancang solusi berbasis tapak,” ujar Andre.
Menutup diskusi, Andre menegaskan bahwa tantangan lingkungan merupakan tanggung jawab bersama yang harus dihadapi dengan kesadaran kolektif. Upaya tersebut perlu diikuti dengan skema pembangunan yang mengutamakan keberlanjutan agar mampu mengurangi kerentanan dan memperkuat ketangguhan masyarakat.