Jakarta, 13 Juni 2025 — Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) bersama Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) terus memperkuat sinergi dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap anak. Kolaborasi lintas kementerian dan lembaga ini menjadi bagian dari langkah strategis guna menciptakan lingkungan yang aman dan ramah anak.
Pertemuan koordinatif yang diselenggarakan di Widya Chandra, Jakarta Pusat, menghadirkan sejumlah pejabat tinggi Kemenko PMK dan perwakilan dari Polri. Forum ini menyoroti peningkatan laporan kasus kekerasan anak, khususnya di lingkungan pesantren dan lembaga pendidikan keagamaan, serta perlunya respons cepat dan terpadu.
Staf Khusus Menko PMK Bidang Kerukunan Beragama, Gus Ulun, menyampaikan bahwa media sosial memiliki peran penting dalam menyebarkan informasi tentang kekerasan terhadap anak di era digital. “Laporan kasus merupakan cerminan dari keberanian masyarakat untuk bersuara (speak up), bukan semata-mata peningkatan jumlah kejadian,” ujarnya. Ia menegaskan pentingnya pembentukan satuan tugas internal di berbagai lembaga serta penguatan kerja sama dengan kepolisian agar penanganan kasus dapat dilakukan secara cepat dan kolaboratif.
Senada dengan itu, Staf Khusus Menko PMK Bidang Penegakan Keadilan dan Rekonsiliasi, Ahmad Nurwahid, menambahkan bahwa pendekatan terhadap anak yang disebut “nakal” perlu ditinjau ulang. “Seringkali persepsi kita berbeda dari Komnas HAM dan KPAI. Ini perlu kita pikirkan bersama supaya pendekatan kita tetap adil dan manusiawi, tapi juga tegas,” tegasnya. Ia juga mengingatkan bahwa kekerasan terhadap anak sering kali dipicu oleh faktor psikologis, distorsi identitas, serta pengaruh lingkungan sekitar.
Sementara itu, Plt. Asisten Deputi Perlindungan dan Pemenuhan Hak Anak Kemenko PMK, Nia Reviani, menekankan pentingnya edukasi dan kampanye pencegahan di lembaga pendidikan. “Edukasi dan kampanye preventif sangat penting dilakukan, dan untuk itu Kemenko PMK tengah mendorong sinergi yang lebih kuat dengan Direktorat TPPA-TPPO Polri agar upaya pencegahan dan penanganan berjalan lebih efektif,” ungkapnya.
Sejalan dengan hal tersebut, Direktur Tindak Pidana Perlindungan Perempuan dan Anak serta Pemberantasan Perdagangan Orang Bareskrim Polri, Brigjen Nurul Azizah, menyampaikan bahwa Polri telah membentuk satuan khusus di berbagai daerah dan sedang mengembangkan sistem pelaporan dan pemantauan kasus secara digital. “Pendekatan secara restorative justice, kolaborasi lintas sektor seperti Kementerian Kesehatan dan UPTD PPPA, serta pelibatan komunitas sangat penting dalam membangun kesadaran anak untuk berani bicara dan melapor,” jelasnya.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Bagian Tim Penerangan Satuan (Pensat) Divisi Humas Polri, Bambang Tjahjo Bawono, juga menggarisbawahi pentingnya memahami latar belakang keterlibatan anak dalam kasus kekerasan. “Anak itu aset berharga bangsa. Jadi penting bagi kita semua memahami mengapa mereka bisa terlibat dalam kasus—baik sebagai korban maupun pelaku—agar kita bisa melakukan pencegahan sejak dini,” tuturnya. Ia menyoroti peredaran narkoba yang mulai menyasar anak-anak dan ibu rumah tangga sebagai isu krusial yang perlu perhatian lintas sektor.
Sebagai langkah strategis, Kemenko PMK telah menginisiasi beberapa agenda penting, antara lain: pembentukan tim teknis kecil bersama Polri untuk komunikasi rutin; patroli media sosial guna mendeteksi kasus kekerasan secara proaktif; penyusunan Surat Edaran Bersama (SEB) tentang perlindungan anak; rencana penyelenggaraan konferensi internasional mengenai kekerasan terhadap anak; serta pembentukan Gerakan Nasional Anti Kekerasan terhadap Anak (GN-ANAK) sebagai gerakan lintas sektor.
Lebih jauh, Kemenko PMK juga tengah mendorong penerbitan Instruksi Presiden (Inpres) sebagai dasar hukum yang kuat dalam perlindungan anak. Dalam rancangan Inpres GN-ANAK tersebut, cakupan utamanya meliputi pencegahan semua bentuk kekerasan terhadap anak, penguatan sistem pelaporan terintegrasi secara real-time, penyusunan Dokumen Perlindungan Anak (DPA) oleh seluruh institusi, serta perlindungan anak di ruang digital, sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025.
Dengan pendekatan kolaboratif, berbasis komunitas, dan inklusif, Kemenko PMK mengajak seluruh elemen bangsa—lembaga pemerintah, dunia usaha, media, komunitas, keluarga, hingga anak-anak itu sendiri—untuk aktif menjadi bagian dari solusi dan tidak tinggal diam dalam menghadapi kekerasan terhadap anak.