Menko PMK: Kita Harus Berdaulat dalam AI, Bukan Sekadar Pengguna Cerdas

KEMENKO PMK -- Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno menegaskan bahwa Indonesia perlu menyiapkan tata kelola dan strategi pengembangan kecerdasan buatan (AI) yang tidak hanya mencetak pengguna cerdas, tetapi juga menjamin kedaulatan bangsa di era digital.

Hal itu disampaikannya dalam sambutan pada kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Kebijakan dan Tata Kelola Teknologi Baru dalam Mendukung Transformasi Digital di Indonesia, yang digelar di Menara Bappenas, Jakarta, pada Kamis (10/7/2025).

"Kita dalam realitanya bukan negara produsen AI. Juga, SDM kita belum kuat di layer atas, termasuk dalam kekuatan riset dan inovasi. Dalam kondisi ini, kita perlu pikirkan betul regulasi seperti apa yang harus disiapkan," tegasnya.

Ia menjelaskan, terdapat spektrum pendekatan regulasi terhadap AI, mulai dari strict regulatory hingga light regulatory yang masing-masing memiliki kelebihan dan tantangan. Kemudian, di luar regulasi, strategi non-regulasi seperti literasi, riset, inovasi, standar dan sertifikasi, termasuk kemitraan publik-swasta, infrastruktur teknologi, investasi pembiayaan, tata kelola, serta kolaborasi internasional juga sangat krusial untuk menopang kesiapan regulasi.

"Kami di Kemenko PMK fokus pada dua hal: education and capacity building, serta research and innovation. Kita sudah mulai berkampanye dan menyiapkan modul bijak dan cerdas ber-AI," ujar Pratikno.

Ia menekankan pentingnya literasi digital yang berpijak pada computational thinking dan critical thinking, agar masyarakat mampu menyaring informasi dari AI dengan cara yang kritis dan cermat. "Masyarakat kita sudah sangat pandai menggunakan AI. Dosen sudah pakai AI detector, mahasiswa mengakali AI detector. Kita kejar-kejaran bersama Kemendikdasmen menyusun kurikulum," katanya.

Menko PMK menyampaikan, regulasi tidak boleh berhenti pada upaya menciptakan pengguna cerdas. Maka dari itu, menurutnya dalam memilih pendekatan tata kelola kebijakan harus hati-hati dan lebih cermat.

"Kalau kita mengembangkan AI, kita tidak hanya ingin menjadi user yang cerdas. Kita ingin memanfaatkan AI untuk meningkatkan produktivitas dan berdaulat dalam penggunaannya," tegasnya.

Ia mencontohkan, ancaman muncul saat AI global agent mengambil data dari sumber luar yang belum tentu relevan dengan konteks Indonesia, termasuk perlunya menggunakan AI secara kritis.

"Ustad kita terkadang bertanya ke AI sebelum naik panggung, bukan ke Kiai. Jawabannya tergantung asupan data. AI itu tidak netral, dia bicara sesuai algoritmanya. Maka PBNU dan Muhammadiyah harus lebih produktif agar bisa menjadi rujukan," ujarnya.

Sebagai bagian dari strategi penguatan SDM Unggul di bidang AI, Menko PMK juga memperkenalkan kerangka kerja AI for All, for Many, for Few. AI for All, untuk menciptakan pengguna AI yang bijak dari semua lapisan dari anak-anak, orang tua, hingga birokrat; AI for Many, untuk mencetak pengembang praktis dan meningkatkan produktivitas; AI for Few untuk melahirkan advanced developer, entrepreneur, dan policy maker AI.

"AI for All itu literasi. For Many menyiapkan SDM produktif. For Few, kita bicara policy maker, kedaulatan teknologi, dan posisi Indonesia di masa depan. Jangan sampai kita mudah disusupi AI agent dari luar," tutupnya.

Kegiatan FGD ini turut dihadiri oleh sejumlah praktisi, jajaran ahli, serta para pemangku kepentingan lintas kementerian dan lembaga. Hadir di antaranya: Wakil Menteri PPN/Wakil Kepala Bappenas Febrian Alphyanto Ruddyard, Deputi Bidang Ekonomi dan Transformasi Digital Bappenas Vivi Yulaswati, Ketua Harian Wantiknas Ilham Habibie, Dirjen Ekosistem Digital Komdigi Edwin Hidayat Abdullah, Dirjen Teknologi Pemerintah Digital Komdigi Mira Tayyiba.