Perjuangan Inklusi Ibarat Lari Marathon, Kemenko PMK Dorong Satu Data Disabilitas Nasional

KEMENKO PMK -- Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Keluarga dan Kependudukan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Woro Srihastuti Sulistyaningrum menekankan pentingnya menghadirkan satu data disabilitas nasional yang terintegrasi. Hal ini disampaikannya saat membuka Temu Inklusi Nasional ke-6 di Desa Durajaya, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, pada Selasa (2/9/2025).

Lisa, sapaan akrabnya, menjelaskan bahwa selama ini data penyandang disabilitas masih tersebar di berbagai kementerian, lembaga, maupun pemerintah daerah. Akibatnya, program sering kali tidak tepat sasaran dan sulit diukur keberhasilannya. "Dengan adanya satu data yang valid dan dapat diakses bersama, setiap kebijakan dan program pembangunan akan memiliki pijakan yang lebih kuat dan terukur," tegasnya.

Ia menambahkan, satu data bukan sekadar urusan administrasi atau teknis pencatatan, melainkan fondasi penting untuk memastikan hak-hak penyandang disabilitas benar-benar terpenuhi. "Dengan satu data yang jelas, kebijakan akan lebih tepat sasaran, program lebih fokus, dan yang terpenting: partisipasi bermakna dari teman-teman disabilitas bisa benar-benar diwujudkan. Karena data yang akurat akan menuntun kita pada langkah yang adil, setara, dan sesuai kebutuhan," ujarnya.

Kondisi di lapangan menunjukkan tantangan yang masih besar. Data BPS 2024 mencatat lebih dari 17,8 juta penyandang disabilitas di Indonesia, dengan sepertiganya belum menamatkan pendidikan dasar, partisipasi kerja hanya 23,94 persen, serta tingkat kemiskinan yang lebih tinggi dibanding rata-rata nasional. Fakta ini diperparah oleh rendahnya kesadaran publik, keterbatasan akses komunikasi, dan fasilitas fisik maupun digital yang belum sepenuhnya ramah disabilitas.

Meski demikian, Indonesia telah memiliki pijakan hukum yang kuat melalui Pasal 28H UUD 1945 serta Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Regulasi tersebut selaras dengan prinsip global Leaving No One Behind. Dalam mengawal implementasinya, Kemenko PMK mengemban peran strategis sebagai pengampu Program Prioritas Nasional ke-4 sesuai Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2025. Peran ini menjadikan Kemenko PMK sebagai penggerak utama agar kebijakan inklusi benar-benar terkoordinasi lintas sektor dan menyentuh kebutuhan nyata masyarakat.

"Kami tidak ingin program berjalan sendiri-sendiri. Lebih dari itu, suara dan partisipasi bermakna dari teman-teman disabilitas harus hadir dalam setiap proses. Karena siapa yang lebih tahu kebutuhan, kalau bukan mereka sendiri," ungkap Lisa.

Temu Inklusi Nasional ke-6 yang berlangsung 2–5 September 2025 menjadi momentum untuk mengonsolidasikan komitmen nasional menuju Indonesia inklusif. Seminar Nasional yang menjadi bagian dari rangkaiannya turut membahas capaian, tantangan, hingga rekomendasi kebijakan, termasuk keterbatasan sumber daya seperti juru bahasa isyarat (JBI) yang masih berbanding 1:3000, serta masih adanya tumpang tindih program di berbagai sektor.

Menutup sambutannya, Deputi Lisa menegaskan bahwa perjuangan menuju inklusi adalah perjalanan panjang. "Mewujudkan hak penyandang disabilitas ibarat lari marathon, bukan sprint. Perjalanan ini panjang dan tidak mudah, tapi kita tidak boleh berhenti. Temu Inklusi ke-6 adalah gerakan bersama. Perubahan sejati tidak hanya lahir dari forum ini, tetapi dari bagaimana kita kembali ke masyarakat dengan semangat kolaborasi dan aksi nyata," pungkasnya.

Kontributor Foto:
Editor :
Reporter: