Terbukti Efektif, Donor Plasma Konvalesen Makin Digencarkan

Jakarta (10/2) – Terapi plasma konvalesen sebagai upaya untuk menyelamatkan nyawa pasien Covid-19 telah terbukti efektif. Banyak diantara pasien Covid-19  yang telah menerima donor plasma konvalesen sembuh bahkan mengalami perkembangan kesehatan yang cukup signifikan.

Melihat fakta tersebut, para pakar dan praktisi bidang kesehatan juga pemerintah terus mendorong pelaksanaan donor plasma konvalesen. Hal itu dimaksudkan agar semakin banyak orang yang sembuh hingga akhirnya mempercepat penanganan Covid-19 di Indonesia.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan bahwa sejak dicanangkan, donor plasma konvalesen mengalami peningkatan 4 (empat) kali lipat. Sementara berdasarkan laporan Ketua Bidang Unit Donor Darah PMI Pusat Linda Lukitari, data PMI Pusat per-9 Februari 2020 mecatat jumlah pemenuhan kebutuhan plasma konvalesen sebanyak 15.738 kantong.

“Donasi plasma konvalesen secara nasional terus meningkat. Saya harap ini bisa menjadi faktor pengubah dan kita bisa menggerakkan semangat donor plasma konvalesen ini agar dapat menjadi faktor pembeda dari proses upaya kita untuk menangani Covid-19, di samping tentu saja vaksin dan 3T,” ujar Menko PMK saat Rapat Terbatas Kemajuan Pelaksanaan Donor Plasma Konvalesen melalui daring, Rabu (10/2).

Ia pun kembali mengajak para penyintas Covid-19 agar mau menjadi pendonor. Sebagaimana diketahui, rata-rata rumah sakit (RS) yang menyelenggarakan donor plasma konvalesen mengaku masih terkendala sulitnya mencari pendonor plasma konvalesen, sementara jumlah pasien yang membutuhkan donor semakin banyak.

dr. Shinta Vera Renata Hutajulu, Sp.An-KIC dari RS Mayapada mengungkap bahwa yang seringkali menjadi penyebab sulitnya mencari pendonor disebabkan calon pendonor tidak memenuhi kriteria. “Yang masih jadi pertanyaan juga saat ini yaitu apakah penyintas Covid-19 yang pernah mendapatkan terapi plasma konvalesen bisa menjadi pendonor,” ucapnya.

Sementara itu, Ketua Konsil Kedokteran Indonesia Putu Moda mengungkapkan bahwa pada uji klinik yang  dilakukan pada 50 orang pasien di RS. dr. Saeful Anwar  Malang, orang yang diberikan terapi plasma konvalesen dibandingkan dengan yang diberikan placebo (tidak diberikan) menunjukkan bahwa untuk pasien dengan gejala ringan yang mendapat TPK sembuh 100%.

“Yang tidak diberikan jatuh pada level severe dan critical. Namun demikian pemberian TPK terhadap pasien dengan severe dan critical ill masih memberikan efek yang bagus karena TPK selain membunuh virus juga sebagai immunomodulatory,” imbuhnya.

Akan tetapi, sebut Putu, biaya untuk skrining calon pendonor plasma konvalesen mahal sehingga untuk menghemat biaya tidak semua penyintas Covid-19 menjadi donor. Penyintas yang memenuhi  untuk menjadi  donor tidak lebih dari  dari 30%. Syarat agar donor harus ada gejala demam sesak pneumoni sehingga titernya  positif titernya sedangkan untuk orang tanpa gejala (OTG) hasil skrining semua negatif.

Berdasarkan hasil studi kasus pada uji klinik terapi plasma konvalesen, hal penting yang perlu diperhatikan dalam terapi plasma konvalesen adalah waktu pemberian, dosis awal, dan kadar titer antibodi dalam plasma konvalesen. Adapun waktu  yang paling tepat untuk terapi plasma konvalesen adalah 14 hari pertama sejak gejala timbul atau 72 jam pertama sejak sesak timbul terutama untuk pasien yang masih ada komorbid. 

Pada kesempatan tersebut, Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Abdul Kadir menyampaikan bahwa Kemenkes telah memberikan bantuan 4 paket alat kesehatan untuk  percepatan pelayanan plasma konvalesen yaitu mesin apheresis, refrigerator, centrifuge dan plasma aggresis  sudah didistribusikan   ke 6 UTD PMI, yaitu PMI Pusat,  UDD PMI Jakarta, UDD PMI Medan, UDD PMI Bandung, UDD PMI Sulawesi Selatan  dan UDD PMI Jayapura dan 49 Rumah Sakit.

“PMI Pusat perlu berkoordinasi dengan UDD PMI yang sudah menerima bantuan alat dari Kemenkes untuk optimalisasi pemanfaatan alat tersebut. Selain itu identifikasi kembali berapa alat yang masih diperlukan dan rencana distribusi,” imbuh Menko PMK seraya menanggapi.

3T Dioptimalkan

Di sisi lain, Menko PMK juga menekankan pentingnya 3T (testing, tracing, treatment). Menurutnya apabila 3T dilakukan sungguh-sungguh maka akan mampu menekan laju penularan Covid-19.

“Saya kaget waktu dapat laporan jumlah tracer kita tidak sampai 5 ribu seluruh Indonesia dan hampir 1.600 lebih ada di DKI. Jadi sebetulnya memang selama ini kalau dilihat dari jumlah tracernya, kita belum melakukan upaya 3T yang serius,” cetusnya.

Ia berharap melalui kebijakan presiden yang lebih mengedepankan pendekatan mikroskopik, terutama 3T, upaya penanganan Covid-19 dapat tertangani semakin baik. Namun Muhadjir meyakini bahwa tingkat penyebaran Covid-19 yang paling tinggi dan lebih banyak justru terjadi pada level komunitas termasuk dari lingkungan keluarga di rumah.

“Saya yakin betul kalau 3T bisa kita lakukan sungguh-sungguh dan optimal, kita akan bisa mengatasi Covid-19 ini. Di samping juga tenaga tracer terus kita tingkatkan dan kita kerahkan semaksimal mungkin,” pungkas Menko PMK.

Kontributor Foto:
Reporter: